F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan terdiri dari 5 bab yang terdiri dari: Bab Pertama, merupakan bagian pendahuluan yang memuat latar
belakang, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat, metode penelitian, review study, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, merupakan pembahasan tentang nafkah iddah dan
mut’ah yang membahas nafkah iddah dan
mut’ah menurut fiqh Islam, meliputi pengertian, dasar hukum dalam Islam, pandangan ulama, serta ketentuan nafkah
iddah dan mut’ah dalam peraturan perundangan.
Bab Ketiga, memaparkan tentang asas Peradilan, yang meliputi asas-asas
Peradilan Agama, dan asas-asas eksekusi. Kemudian juga membahas tentang deskripsi perceraian yang masuk pada tahun 2014, serta gambaran proses ikrar
talak di persidangan.
Bab Keempat, berisi tentang pembayaran nafkah iddah dan
mut’ah di Pengadilan Agama Batusangkar, yang memuat Praktek Pembaran Nafkah Iddah
dan Mut;ah di persidangan, serta langkah yang dilakukan hakim ketika suami belum membawa kewajibannya ketika ikrar talak, dan ditutup dengan analisa
penulis.
Bab Kelima, Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
15
BAB II NAFKAH IDDAH DAN MUT’AH
A. Nafkah Iddah Menurut Fiqih
1. Pengertian Nafkah Iddah
Nafkah iddah terdiri dari dua kata Nafkah dan ‘Iddah. Secara bahasa kata
Nafkah dan ‘Iddah berasal dari bahasa Arab. Kalau dikutip dari kamus al-
Munawwir kata Nafkah berasal dari kata
ق َنلا
yang bermakna
ا ْناْا فْ رْصملا
yaitu biaya, belanja, pengeluaran uang.
1
Dalam sebuah perkawinan nafqah merupakan hak istri dan anak-anak dalam hal makanan, pakaian, dan kediaman, serta beberapa kebutuhan pokok
lainnya dan pengobatan, bahkan sekalipun si istri adalah seorang wanita yang kaya. Nafkah dalam hal ini wajib hukumnya berdasarkan Al-
Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ ulama.
2
Pengertian kata ‘Iddah dikutip dari kamus Al Munawwir berasal dari kata
َ دع –
َ دعي yang berarti
َ نظ
yaitu menduga. Kata -
ُ َ دع
ُ
juga dapat diartikan
sebagai ىص ْحاَ وَ بسح
yang berarti menghitung.
3
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Kata iddah juga diartikan sebagai masa tunggu belum boleh menikah
1
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab – Indonesia, Yogyakarta:
1984, h. 1548.
2
Abdur Rahman I Doi, Perkawinan dalam Syariat Islam, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1992, h. 121
3
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab – Indonesia, h. 968.