Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
berdasarkan kemampuan mereka. Dan inilah yang membuat sebagian besar siswa terlihat masih kebingungan.
Selain itu, pada saat pembagian kelompok, banyak siswa yang enggan untuk berkumpul dengan kelompok yang dibentuk guru. Karena pada praktek
model Aptitude Treatment Interaction ATI siswa dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuan mereka yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang,
dan kurang yang ditentukan berdasarkan nominasi guru . Biasanya mereka satu kelompok dengan teman akrab mereka
Namun kesulitan yang ditemui kelompok siswa tersebut terjadi di pertemuan pertama saja. Karena pada pertemuan selanjutnya, kesulitan yang
ditemui seperti pada pertemuan pertama tidak terjadi lagi. Kelompok siswa sudah mulai memahami aturan main dengan penggunaan model pembelajaran
Aptitude Treatment Interaction ATI ini. Bahkan masing – masing kelompok
sudah mulai terbiasa dengan cara belajar yang mereka dapatkan dari guru. Selain itu, dari hasil pengamatan selama penelitian, dalam pembelajaran
yang menggunakan model Aptitude Treatment Interaction ATI yang diterapkan pada kelas eksperimen, menjadikan siswa memiliki aktifitas
bertanya yang lebih baik. Hal ini dapat terlihat dari beragamnya jenis pertanyaan yang diajukan siswa. Siswa juga dapat saling membagi pengetahuan
mereka dalam kelompok masing – masing , hal ini juga memudahkan guru
untuk mengecek sejauh mana kemampuan siswa dalam penguasaan materi. Sebaliknya dalam pembelajaran yang menggunakan model konvensional
yang diterapkan pada kelas kontrol menjadikan siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Siswa cenderung tidak bertanya ketika proses pembelajaran
berlangsung walaupun siswa belum memahami materi pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa kurang terasah kemampuannya memahami materi
pelajaran.
Dengan demikian ternyata terbukti bahwa model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction ATI dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa
dimana hasil akhir siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan hasil belajar pada kelas kontrol, sehingga asumsi optimalisasi prestasi akademik atau
hasil belajar akan tercipta bilamana perlakuan – perlakuan dalam pembelajaran
disesuaikan sedemikian rupa dengan perbedaan kemampuan siswa terbukti dengan kata lain terbukti terdapat hubungan timbal balik antara prestasi belajar
yang dicapai siswa dengan pengaturan kondisi pembelajaran yang dikembangkan guru dikelas.
Foto siswa – siswi kelompok atas sedang mempelajari modul dan latihan soal
Foto kegiatan pembelajaran kelas eksperimen. Pada gambar terlihat kelompok yang berkemampuan tinggi sedang mempelajari modul dan mengerjakan
soal latihan yang terdapat di modul. Sedangkan siswa pada kelompok sedang dan kurang sedang mengikuti pembelajaran biasa secara konvensional secara optimal dan
terfokus. Dengan pembagian siswa dalam kelompok berdasarkan kemampuan ini terlihat siswa merasa lebih sesuai dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas yaitu
sesuai dengan cara belajar mereka, dimana siswa yang berkemampuan tinggi lebih nyaman belajar mandiri dalam kelompok menggunakan modul dan sumber
– sumber belajar lainnya dibandingkan harus mengikuti pembelajaran di depan kelas dimana
harus mengikuti kecepatan pembelajaran siswa lain yang sedang dan kurang dalam pemahamannya. Begitu juga untuk kelompok sedang dan kurang, mereka menjadi
lebih nyaman dalam belajar terlihat dari antusiasme mereka mau mengajukan pertanyaan
– pertanyaan kepada guru di depan kelas ketika ada materi yang mereka anggap kurang mereka pahami. Peran guru dalam kelaspun menjadi lebih jelas
sebagai fasilitator mereka baik bagi kelompok tinggi, sedang, dan kurang. Guru bisa menjadi lebih fokus mengajarkan siswa kelompok sedang dan kurang dan juga dapat
mendampingi siswa kelompok tinggi dalam mempelajari isi modul dan latihan –
latihan soal yang terdapat didalamnya.
Foto siswi kelompok sedang dan bawah sedang mengerjakan soal di depan kelas
Siswa kelompok sedang dan bawah mengerjakan soal latihan yang diberikan guru di depan kelas. Dengan model pembelajaran ini mereka lebih aktif
mengikuti pelajaran di dalam kelas. Dengan memperhatikan dan memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan siswa, mereka dapat belajar dan mengikuti
pembelajaran dalam kelas dengan baik dan aktif. Pada siswa kelompok sedang dan kelompok bawah diberikan pembelajaran konvensional secara optimal dan diberikan
stimulus berupa latihan – latihan soal dan memberikan contoh – contoh materi yang
mudah mereka pahami yang ada di kehidupan mereka sehari – hari. Dengan begitu
mereka memiliki kemampuan untuk memahami materi yang ada dan membiasakan diri untuk minimal berani bertanya kepada guru di dalam kelas jika materi yang
diberikan kurang mereka pahami. Dengan terbiasa bertanya dan mengerjakan soal di
depan kelas, mereka akan menjadi lebih aktif terlibat secara langsung dalam proses belajar mengajar.
Foto kegiatan tutorial dan reteaching kelompok bawah
Siswa kelompok bawah sedang mengikuti proses tutorial di luar jam pelajaran. Bagi kelompok siswa yang mempunyai kemampuan yang rendah diberikan
special treatment, yaitu berupa pembelajaran dalam bentuk re-teaching dan tutorial. Perlakuan diberikan setelah mereka bersama
– sama kelompok sedang mengikuti pembelajaran secara reguler regularteaching .Halini dimaksudkan agar secara
psikologis siswa berkemampuan rendah tidak merasa diperlakukan sebagai siswa nomerdua dikelas. Re-teaching dan tutorial dipillih sebagai perlakuan khusus untuk
kelompok ini, didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka lamban dan sulit memahami sert amenguasai bahan pelajaran. Olehkarena itu, kelompok ini harus
mendapat apresiasi khusus dari guru berupa bimbingan dan bantuan belajar dalam
bentuk pengulangan pelajaran kembali melalui tambahan jam belajar dan tutorial, sehingga dengan cara demikian mereka dapat menguasai pelajaran yang diajarkan.
.Perlakuan khusu sini diselenggarakan dalam bentuk pertemuan antara guru dan siswa pada kelompok kecil, yang diliputi oleh suasana Tanya
– jawab, diskusi dan pengulangan pelajaran kepada siswa satu
– persatu individual.