Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

ke – 34 untuk Matematika.” 8 Demikian hasil Trends in Mathematics and Science Study TIMSS yang diikuti siswa kelas VIII Indonesia tahun 2011. Penilaian yang dilakukan International Association for the Evaluation of Educational Achievement Study Center Boston College tersebut, diikuti 600.000 siswa dari 63 negara. Untuk bidang Matematika, Indonesia berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites.Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007.Dibandingkan dengan hasil TIMSS yang muncul empat tahunan, justru terlihat penurunan yakni 403 poin pada tahun 1999, 411 poin pada 2003 dan anjlok menjadi 397 poin pada tahun 2007”. 9 Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura. Siswa Malaysia memperoleh nilai rata – rata 593. 10 Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam. Namun hasil penelitian yang dipublikasikan di Jakarta pada 21 Desember 2006 itu menyebutkan, prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua negara tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411.Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura 605 400 = rendah, 475 = menengah, 550 = tinggi, dan 625 = tingkat lanjut. 11 Maka dapat disimpulkan bahwa waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih, itu artinya ada sesuatu dengan pembelajaran atau teknik pengajaran matematika di Negara Indonesia yang harus diperbaiki. Rendahnya hasil belajar juga terjadi di SMPN 10 Tangerang Selatan .Hal ini terlihat dari data nilai ulangan harian kelas VIII yang rata – rata siswanya masih mendapatkan nilai dibawah KKM Kriteria Ketuntasan Minimum. Selain itu, hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika 8 Rusman, Model – model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Bandung:Rajawali Pers, , h.382 9 http:edukasi.kompas.comread2012121409005434 10 Ina v.s Mullis dkk, TIMSS 2007 international mathematics report, dari http:timss.bc.eduTIMSS2007techreport.html 6 september 2013, h.38 11 http:www.topix.comforumworldindonesiaT36OLENKQ6R3G1130 juga menunjukkan masih banyak masalah – masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika. Diantaranya adalah motivasi belajar siswa yang rendah, kemampuan dasar Matematika mereka juga rendah, dan tidak adanya dukungan dari orangtua untuk belajar.terlampir Guru merupakan kunci dalam pembelajaran, karena guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. Namun kenyataannya saat ini adalah guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan subjek didik. Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan – muatan informasi dan pengetahuan. Sehingga tidak ada aktifitas aktif dan kreatif dari siswa dalam pembelajaran di dalam kelas. Semua ini dapat berakibat terhadap rendahnya pencapaian hasil belajar siswa. Mencermati pentingnya pelajaran matematika maka optimalisasi pembelajaran matematika di dalam kelas menjadi sangatlah penting juga. Sehingga seluruh siswa mampu memberdayakan semua potensi yang dimilikinya, mengembangkan inovasi dan kreativitasnya. “Karena Siswa sebagai individu yang potensial tidak dapat berkembang banyak tanpa bantuan guru dan masyarakat sekitar. ” 12 Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta di pupuk secara efektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan terpadu, yang dikelola secara serasi dan seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal. Tanpa guru dan orang tua sadari semua orang pada umumnya dan siswa pada khususnya bisa mengembangkan masing – masing kecerdasan hingga ke tingkat kompetensi yang memadai. 13 Hampir semua orang memiliki kapasitas untuk mengembangkan semua jenis delapan kecerdasan ke tingkat kinerja yang cukup tinggi jika diberi dorongan, pengayaan, dan pengajaran yang sesuai. 12 E.T.Ruseffendi M, op. cit., h.7 13 Thomas Armstrong, Kecerdasan Multipel di dalam KelasEdisi Ketiga, Terj.dari Multiple Intelligences in the Classroom Third Edition, oleh Dyah Widya Prabaningrum, Jakarta:Pt.Indeks, 2013, cet.1, h.15 Sejalan dengan itu seorang guru harus menyadari bahwa kecerdasan manusia itu beraneka ragam. “Guru harus menghayati bahwa pada umumnya dari sekelompok anak didiknya itu ada yang pandai, ada yang bodoh, dan ada yang biasa – biasa saja.” 14 Karena pada dasarnya manusia pun berbeda – beda, apalagi dalam ruang lingkup kecil yaitu sebuah kelas, pastilah setiap siswanya memiliki minat, selera, bakat, fisik, cara belajar, kecepatan belajar dan sebagainya yang berbeda – beda pula. 15 Mengingat kecepatan tiap –tiap peserta didik dalam mencapai kompetensi pembelajaran tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Maka sebagai konsekuensinya ialah pengajaran pun harus individual, yaitu pengajaran yang memperhatikan perbedaan – perbedaan individu, agar siswa belajarnya lebih berhasil efektif dan efisien dan optimal dan penuh tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap manusia pada umumnya. 16 “Semua anak memiliki kecenderungan yang berbeda dalam kedelapan jenis kecerdasan kecerdasan linguistik, logis matematis, spasial, kinestetik tubuh, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis sehingga setiap strategi tertentu mungkin akan sangat sukses pada satu kelompok siswa, dan kurang berhasil pada kelompok lainnya. ” 17 Meskipun proses pembelajaran ditujukan untuk semua kelompok peserta didik tapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan – perbedaan individual peserta didik sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing – masing peserta didik secara optimal. Karena perbedaan – perbedaan individu ini ada di antara para siswa, guru disarankan paling baik untuk menggunakan berbagai strategi pengajaran dengan siswa mereka. Sehingga siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai dengan kemampuannya dan memperoleh kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan 14 E.T.Ruseffendi M.op. cit., h.50 15 ibid., h.249 16 ibid., h.299 17 Armstrong, op.cit., h.79 kualitas pengajaran yang berdiferensiasi pula. Demikian pula dalam mengajarkan suatu topik, dan dalam pengajaran matematika pada umumnya, kita harus mengatur strategi. “Berdasarkan kepada kondisi dan situasi yang ada kita harus mengambil keputusan bagaimana strateginya. ” 18 Maka idealnya strategi pembelajaran harus bertolak pada analisis kebutuhan dan karakteristik masing – masing individu atau siswa sebagai peserta didik. Namun realitasnya di lapangan, model pembelajaran yang diimplementasikan di sekolah – sekolah saat ini pada umumnya masih bersifat tradisional konvensional dan massal. “Pada pengajaran klasikal itu guru mengajar sejumlah murid yang di asumsikan minatnya, kepentingannya, kecakapannya, dan kecepatan belajarnya relatif sama ”. 19 Dan memberikan perlakuan yang sama kepada semua siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Sementara keadaan kelas pada umum nya, bakat aptitude siswa sangat heterogen .Dalam pembelajaran konvensional, bakat aptitude peserta didik tersebar secara normal. Jika diberikan kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Pengajaran tradisional klasikal itu tidak mampu memenuhi kepentingan siswa secara individual sehingga siswa tidak dapat mengoptimalkan bakat yang dimilikinya di dalam kelas. 20 Pemenuhan kebutuhan individual ini akan lebih tidak dapat terlayani bila kelas tradisional itu terdiri dari murid – murid yang kemampuan individual antara yang seorang dengan yang lainnya sangat mencolok. Pada pengajaran model itu guru tidak mungkin dapat memperhatikan kepentingan murid orang demi orang, baik kecepatan belajarnya, kesenangannya seleranya, kebiasaan belajarnya, dan lain – lain. Biasanya ada sebagian kecil individu yang terlayani yaitu yang sangat pandai dengan diberi tugas tambahan dan anak yang belajar lambat dengan diberikan bimbingan khusus.Tetapi murid –murid pada umumnya secara individual kepentingannya tidak dapat diperhatikan. 18 E.T.Ruseffendi M.op. cit., h.95 19 ibid.,h.231 20 ibid., h.249 “Hasil beberapa penelitian Depdikbud 1994, menunjukkan sekitar sepertiga peserta didik yang dapat digolongkan sebagai peserta didik berbakat gifted and talented mengalami gejala “prestasi kurang” underachiever.” 21 Model strategi pelayanan pendidikan alternatif perlu dikembangkan untuk menghasilkan peserta didik yang unggul melalui pemberian perhatian, perlakuan dan layanan pendidikan berdasarkan bakat, minat dan kemampuannya. Model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction ATI diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang sedang kita hadapi dalam dunia pendidikan matematika di Indonesia. Karena secara substansif dan teoretik Aptitude Treatment Interaction ATI dapat diartikan sebagai suatu konsep atau pedekatan yang memiliki sejumlah strategi pembelajaran treatment yang efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuannya masing – masing. Sebagai sebuah kerangka teoritik model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction ATI berasumsi bahwa optimalisasi prestasi akademik atau hasil belajar akan tercipta bilamana perlakuan – perlakuan dalam pembelajaran disesuaikan sedemikian rupa dengan perbedaan kemampuan siswa. Fenomena yang digambarkan sebelumnya, baik yang menyangkut rendahnya kualitas prestasi belajar matematika atau hasil belajar matematika siswa maupun layanan pembelajaran yang belum dapat mengapresiasi dan mengakomodasi perbedaan individu aptitude siswa merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh guru. Maka dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction ATI Terhadap Hasil belajar Matematika Siswa. 21 Hamzah B Uno, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, Jakarta:Pt. Bumi Aksara, 2009, h.2

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan sebelumnya, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Masih rendahnya hasil belajar matematika pada siswa 2. Pembelajaran Matematika masih bersifat konvensional sehingga proses belajar mengajar tidak memperhatikan keberagaman kemampuan siswa 3. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran

C. Pembatasan Masalah

Penelitian berharap agar tujuan penelitian ini menjadi jelas dan terarah, masalah yang timbul dalam identifikasi masalah demikian banyaknya, sehingga pada kesempatan ini sulit untuk diteliti semuanya. Maka dalam penelitian ini akan difokuskan dan diukur pada ada atau tidaknya perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction ATI pada kelas eksperimen dengan siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional pada kelas control di SMPN 10 Tangerang Selatan kelas VIII Semester II, pada materi Bangun Ruang Sisi Datar.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi serta pembatasan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model Aptitude Treatment Intercation ATI dan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional pada pelajaran matematika ? 2. Apakah terdapat pengaruh model Aptitude Treatment Interaction ATI terhadap hasil belajar matematika siswa ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan model Aptitude Treatment Interaction ATI lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional dan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh model Aptitude Treatment Interaction ATI terhadap hasil belajar matematika siswa

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti untuk kepentingan teoritis-praktis akselerasi dalam peningkatan mutu pendidikan. 1. Bagi siswa, dapat membantu dalam memahami pelajaran matematika, mengoptimalkan kemampuan berpikir, tanggung jawab, dan kemampuan siswa dalam kegiatan pembelajaran. 2. Bagi guru, dapat menjadi masukan dalam hal melaksanakan pembelajaran dan menambah wacana tentang model pembelajaran yang efektif sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika 3. Bagi peneliti, dapat memperluas wawasan tentang proses pembelajaran dengan model Aptitude Treatment Interaction ATI dibidang matematika dan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang kelak ingin menggunakan model pembelajaran ini. 4. Bagi Pendidikan, memberikan sumbangan yang positif dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan pembelajara matematika. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKADAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik

I. Hasil Belajar Matematika

1. Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses kegiatan yang bisa dilakukan secara formal maupun informal dan merupakan komponen paling vital dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar sesungguhnya tidak pernah ada jenjang pendidikan. Belajar bukan hanya bisa dilakukan disekoah, tetapi bisa juga dilakukan diluar sekolah, seperti rumah, dijalan, ataupun disekeliling kita. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dan satu kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia sejak membuka mata sampai menutup mata. ” lifelong education” pada tahun 1970 diungkapkan Paul Engrand dalam mendeskripsikan konsep pendidikan sepanjang hayat. “Jauh sekitar 15 abad yang lalu, Nabi Muhammad SAW, pernah menyampaikan bahwa belajar memang seharusnya sejak dalam buaian sampai ke liang lahat, minaal Mahdi ilaal lahdi, from cradle to the grave ”. 1 Sepanjang kehidupan manusia disadari atau tidak sesungguhnya selalu melakukan proses belajar. Berbagai cara belajar dilakukan oleh manusia seperti dengan cara mendengar, membaca, melihat, konsultasi dengan lingkungan luar, mengamati lingkungan dan lain sebagainya. Bahkan kemampuan orang untuk belajar ini merupakan salah satu ciri penting yang membedakan manusia dengan makhluk lain. “Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses 1 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2011, Cet.1, h.2. belajar terjadi dalam diri peserta didik sesuai dengan perkembangan dan lingkungannya. ” 2 Belajar pada dasarnya adalah suatu proses aktivitas mental seseorang dalam beriteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang positif baik perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotor. Dikatakan positif oleh karena perubahan perilaku itu bersifat adanya penambahan dari perilaku sebelumnya yang cenderung menetap tahan lama dan tidak mudah dilupakan. 3 Senada dengan Gredler, Gage 1984 dalam Sagala 2009 mendefinisikan belajara adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.Gagne 1977, seperti yang dikutip oleh Dahar 1993:76, menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatkan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja. 4 Belajar juga merupakan proses aktivitas mental seseorang dari tidak tahu menjadi tahu sehingga lebih mendalami suatu kondisi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah rangkaian aktivitas yang menghasilkan perubahan positif menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. “Proses belajar menghasilkan perubahan tingkah laku, namun tidak setiap perubahan perilaku merupakan hasil belajar. ” 5 Hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan – kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Hampir sebagian 2 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya, Jakarta:Rineka Cipta, 2008, cet.1, h. 62. 3 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Prenada Media Grup, 2010, h.229 4 Suyono, op.cit., h.12 5 Sanjaya, op.cit., h. 230

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ATI (APTITUDE TREATMENT INTERACTION) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA.

3 11 25

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ATI (APTITUDE TREATMENT INTERACTION) TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XII IS SMA N 7 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016.

4 19 22

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ATI (APTITUDE TREATMENT INTERACTION) UNTUK MENINGKATKAN Penerapan Model Pembelajaran ATI (Aptitude Treatment Interaction) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika ( PTK Kelas X SMA Veteran 1 Su

1 4 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ATI (APTITUDE TREATMENT INTERACTION) UNTUK MENINGKATKAN Penerapan Model Pembelajaran ATI (Aptitude Treatment Interaction) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika ( PTK Kelas X SMA Veteran 1 Su

0 0 15

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION (ATI).

0 0 13

Pengaruh Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Aryojeding Tahun Ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 2 74

Pengaruh Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Aryojeding Tahun Ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

Pengaruh Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Aryojeding Tahun Ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 19

Pengaruh Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII MTsN Aryojeding Tahun Ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

View of Pengaruh Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika

1 0 8