Berdasarkan  uraian  di  atas  terkait  konstruktivisme  maka  dapat disimpulkan  bahwa  konstruktivisme  merupakan  teori  belajar  yang  mendorong
siswa  untuk  aktif  dalam  rangka  menemukan  sendiri  pengetahuan  atau  suatu konsep,  sedangkan  guru  berfungsi  sebagai  fasilitator  dalam  rangka  membimbing
siswa  menemukan  konsep  tersebut.  Kaitannya  dengan  metode  IMPROVE, metode  ini  dilandasi  oleh  teori  konstruktivisme  salah  satunya  karena  pada  salah
satu tahapan pembelajaran khususnya pada tahap mengenalkan suatu konsep baru, guru  tidak  langsung  memberikan  suatu  konsep  baru  secara  langsung,  tetapi
mengarahkan siswa untuk aktif secara individu atau kelompok untuk menemukan konsep secara mandiri.
2.5 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI
PMRI  digagas  oleh  sekelompok  pendidik  matematika  di  Indonesia. Motivasi  awal  ialah  mencapai  pengganti  matematika  modern  yang  ditinggalkan
awal  1990-an  Sembiring,  2010:  12.  PMRI  adalah    pembelajaran  matematika yang dikembangkan di Indonesia yang diadaptasi dari Belanda yaitu pembelajaran
RME Realistic Mathematics Education. PMRI mempunyai tujuan meningkatkan kecerdasan  siswa  dalam  menghadapi  dunia  global,  membuat  siswa  senang  atau
tertarik  belajar  matematika.  Pada  proses  pembelajarannya,  siswa  diajak  untuk menemukan caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah.
Menurut  Suryanto  2010:41  ada  tiga  prinsip  yang  merupakan  dasar teoritis PMRI yaitu: 1 guided reinvention and progressive mathematization, 2
didactical phenomenology, dan 3 self developed models. Masing-masing prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Guided Reinvention and Progressive Mathematization
Prinsip Guided Reinvention penemuan kembali secara terbimbing ialah penekanan  pada  “penemuan  kembali”  secara  terbimbing.  Melalui  masalah
konstektual  yang  realistik  yang  mengandung  topik-topik  tertentu  yang disajikan,  siswa  diberi  kesempatan  untuk  membangun  dan  menemukan
kembali ide-ide dan konsep matematis. Setiap siswa diberi kesempatan untuk merasakan  situasi  dan  mengalami  masalah  kontekstual  yang  memiliki
berbagai kemungkinan solusi. b.
Didactical Phenomenology Prinsip  ini  menekankan  fenomena pembelajaran  yang  bersifat mendidik
dan  menekankan  pentingnya  masalah  kontekstual  untuk  memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa.
c. Self Developed Models
Prinsip ketiga  ini  menunjukkan adanya  fungsi  “jembatan”  yang  berupa model.  Karena  berpangkal  pada  masalah  kontekstual  dan  akan  menuju  ke
matematika  formal,  serta  ada  kebebasan  kepada  siswa,  maka  tidak  mustahil siswa  akan  mengembangkan  model  sendiri.  Model  itu  mungkin  hasil
sederhana dan masih mirip dengan masalah kontekstualnya. Tiga  prinsip  tersebut  merupakan  panduan  dalam  penyusunan  bahan  ajar
berbasis  PMRI.  Agar  lebih  mudah  diimplementasikan  di  kelas,  keempat  prinsip tersebut  dijabarkan  menjadi  lima  karekteristik  PMRI.  Menurut  Suryanto  2010:
44,  PMRI  mempunyai  lima  dasar  aplikatif  yang  sekaligus  merupakan karakteristik PMRI yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Menggunakan konteks
Pembelajaran  menggunakan  masalah  kontekstual,  terutama  pada  taraf penemuan konsep baru, sifat-sifat baru, atau prinsip-prinsip baru. Konteks yang
dimaksud  adalah  lingkungan  siswa  yang  nyata  baik  aspek  budaya  maupun aspek geografis. Siswa akan memiliki motivasi untuk mempelajari matematika
bila  dia  melihat  dengan  jelas  bahwa  matematika  bermakna  atau  melihat manfaat  matematika  bagi  dirinya.  Salah  satu  manfaat  itu  ialah  dapat
memecahkan  masalah  yang  dihadapi  khususnya  masalah  dalam  kehidupan sehari-hari.
b. Menggunakan model
Pembelajaran  suatu  topik  matematika  sering  memerlukan  waktu  yang panjang,  serta  bergerak  dari  berbagai  tingkat  abstraksi.  Dalam  abstraksi  itu
perlu  menggunakan  model.  Model  itu  dapat  bermacam;macam,  dapat  konkret berupa benda, atau semikonkret berupa gambar atau skema, yang kesemuanya
dimaksudkan  sebagai  jembatan  dari  konkret  ke  abstrak  atau  dari  abstrak  ke abstrak yang lainnya.
c. Menggunakan kontribusi siswa
Dalam pembelajaran perlu sekali diperhatikan sumbangan atau kontribusi siswa,  yang  berupa  ide  atau  variasi  jawaban,  atau  variasi  cara  pemecahan
masalah. Kontribusi siswa itu dapat memeperbaiki atau memperluas konstruksi
yang perlu dilakukan atau produksi  yang perlu dihasilkan sehubungan dengan pemecahan masalah kontekstual.
d. Menggunakan format interaktif
Salah  satu  ciri  penting  PMRI  ialah  interaksi  dan  negosiasi.  Siswa  perlu belajar  untuk  mengemukakan  idenya  kepada  orang  lain  supaya  mendapat
masukan  berupa  informasi  yang  dapat  digunakan  untuk  memperbaiki  atau meningkatkan  kualitas  pemahamannya.  Untuk  itu  perlu  diciptakan  suasana
yang  mendukung.  Misalnya,  jangan  menghukum  siswa  apabila  membuat kesalahan  dalam  menjawab  pertanyaan  atau  memecahkan  masalah,  jangan
menertawakan, tetapi menghargai pendapatnya. Dalam pembelajaran jelas bahwa sangat diperlukan adanya interaksi, baik
antara  siswa  dan  siswa  atau  antara  siswa  dan  guru  yang  bertindak  sebagai fasilitator.  Bentuk  interaksi  itu  dapat  juga  macam-macam,  misalnya  diskusi,
negosiasi, memberi penjelasan, atau komunikasi. e.
Intertwining memanfaatkan keterkaitan Dalam pembelajaran matematika perlu disadari bahwa matematika adalah
suatu ilmu  yang terstruktur, dengan konsistensi  yang ketat. Keterkaitan antara topik, konsep, dan operasi sangat kuat, sehingga  sangat dimungkinkan adanya
integrasi  antara  topik-topik.  Bahkan  mungkin  saja  antara  matematika  dan bidang  pengetahuan  lain,  untuk  lebih  mempertajam  kebermanfaatan  belajar
matematika.
2.6 Pembelajaran Ekspositori