karena ukuran panjang maka diambil yang positif
Kesimpulan: Jadi luas keramik kedua adalah
dan kelilinya adalah
2.9 Ketuntasan Belajar
Ketuntasan  belajar  adalah  kriteria  dan  mekanisme  penetapan  ketuntasan minimal per mata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah. Siswa dikatakan tuntas
belajar secara  individu apabila siswa tersebut  mencapai  nilai  Kriteria  Ketuntasan Minimal  KKM.  KKM  adalah  batas  minimal  kriteria  kemampuan  yang  harus
dicapai  siswa dalam  pembelajaran.  KKM ditentukan dengan  mempertimbangkan kompleksitas  kompetensi,  sumber  daya  pendukung  dalam  menyelenggarakan
pembelajaran,  dan  tingkat  kemampuan    intake  rata-rata  siswa.  Ketuntasan belajar  setiap  indikator  yang  telah  ditetapkan  dalam  suatu  kompetensi  dasar
berkisar antara 0-100. Kriteria  ideal ketuntasan  untuk masing-masing  indikator 75 BSNP, 2006: 12.
Berdasarkan  ketetapan  yang  berlaku  di  SMP  Negeri  1  Karanggayam, untuk  mata  pelajaran  matematika,  siswa  tuntas  belajar  secara  individu  apabila
memperoleh skor minimal 70. Hal ini menjelaskan bahwa  intake siswa tergolong sedang. Penelitian ini tidak mengukur semua aspek kemampuan dasar matematika
siswa.  Penelitian  ini  hanya  mengukur  aspek  kemampuan  pemecahan  masalah siswa.  Tingkat  kompleksitas  kompetensi  untuk  aspek  kemampuan  pemecahan
masalah  tergolong  tinggi.  Daya  dukung  di  sekolah  ini  tergolong  tinggi.  Dengan mempertimbangkan  tingkat  kompleksitas  kompetensi,  daya  dukung,  dan  intake
siswa, maka nilai KKM dapat ditentukan sebagai berikut.
Aspek yang dianalisis Kriteria Penskoran
Kompleksitas Tinggi
1 Sedang
2 Rendah
3 Daya Dukung
Tinggi 3
Sedang 2
Rendah 1
Intake siswa Tinggi
3 Sedang
2 Rendah
1
Nilai KKM merupakan nilai bulat, maka nilai KKM-nya adalah 67.
2.10 Hasil Penelitian Terkait
Salah  satu  hasil  penelitian  terkait  dengan  metode  IMPROVE  adalah penelitian  Setiaji  2009:  74.  Hasil  yang  diperoleh  Setiaji  menunjukkan  bahwa
kemampuan  penalaran  matematika  siswa  yang  mendapat  pembelajaran matematika  menggunakan  metode  IMPROVE  lebih  baik  daripada  kemampuan
penalaran  matematika  siswa  yang  mendapat  pembelajaran  matematika  secara konvensional.  Selain  itu,  Setiaji  juga  mengungkapkan  bahwa  pembelajaran
matematika dengan  menggunakan  metode IMPROVE membuat siswa  lebih aktif
dalam pembelajaran, menumbuhkan penalaran siswa, lebih berani mengemukakan pendapat atau sanggahan dalam proses diskusi bersama teman-temannya.
Penelitian  lain  yang  terkait  adalah  penelitian  Iskandar  2012:  92 mengenai pendekatan PMRI. Aspek yang diukur dalam penelitian yang dilakukan
oleh  Iskandar  adalah  aspek  kemampuan  berpikir  kreatif  siswa.  Iskandar menyimpulakan  bahwa  peningkatan  kemampuan  berpikir  kreatif  siswa  yang
mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI lebih baik daripada peningkatan  kemampuan  berpikir  kreatif  siswa  yang  mendapat  pembelajaran
dengan  pendekatan  konvensional.  Selain  itu  disimpulkan  juga  bahwa  pada umumnya  siswa  memberikan  sikap  positif  terhadap  pembelajaran  matematika
dengan pendekatan PMRI. Penelitian Sugiman 2010: 50 juga memberikan hasil  yang positif terkait
pendidikan  matematika  realistik.  Peningkatan  kemampuan  pemecahan  masalah matematik siswa yang diajar pendidikan matematika realistik lebih tinggi daripada
peningkatan  pemecahan  masalah  matematik  siswa  yang  diajar  dengan pembelajaran  biasa.  Pendidikan  matematika  realistik  dapat  diterapkan  sebagai
alternatif  pendekatan  pembelajaran  guna  meningkatkan  kemampuan  pemecahan masalah siswa SMP.
Ketiga  hasil  penelitian  diatas  meyakinkan  peneliti  untuk  mengetahui keefektifan pembelajaran  metode IMPROVE dengan pendekatan PMRI terhadap
aspek kemampuan siswa yang lain. Dalam hal ini aspek yang diukur oleh peneliti adalah kemampuan pemecahan masalah siswa.
2.11 Kerangka Berpikir