Pada pertemuan kedua peneliti berusaha memperbaiki kegiatan yang belum terlaksana dengan baik pada pertemuan pertama. Aspek yang diperbaiki
antara lain interaksi dengan siswa dan membahas soal yang dianggap sulit dengan cara diskusi. Pada pertemuan kedua, siswa sudah aktif untuk menjawab
pertanyaan dari guru. Siswa juga mau bertanya apabila ada hal yang belum dipahami. Siswa mulai terbiasa mengerjakan soal menggunakan langkah Polya.
Guru memberikan reward kepada siswa yang mau menampilkan hasil diskusinya di depan kelas sehingga siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran. Guru
mengakhiri pembelajaran dengan melakukan refleksi dan mengumumkan bahwa pertemuan yang akan datang akan dilaksanakan tes.
4.2.2 Penerapan Pembelajaran Ekspositori
Pada kelas kontrol pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran ekspositori. Ketika menjelaskan materi, siswa mendengarkan dengan baik
kemudian mencatat hal-hal yang dianggap penting. Pada awal pembelajaran siswa masih bias mengikuti pelajaran dengan baik, tetapi lama-kelamaan konsentrasi
mereka terpecah. Pembelajaran ekspositori merupakan pembelajaran yang masih terpusat pada guru, sehingga siswa tidak dituntut untuk aktif dalam pembelajaran.
Hal ini yang menyebabkan konsentrasi mereka terpecah. Karena tidak ada hal yang harus mereka lakukan selain mendengarkan penjelasan guru, akhirnya
mereka merasa bosan kemudian melakukan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan pembelajaran seperti mengobrol dengan teman, asyik bermain sendiri,
atau melamun. Pada saat ditanya oleh guru, mereka belum bisa menjawab dengan benar. Banyak siswa yang tidak mengerjakan latihan soal. Mereka hanya
menunggu pembahasan dari guru atau teman lain. Guru mengakhiri pertemuan dengan memberi kuis dan melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran
yang telah berlangsung. Pada pertemuan kedua, peneliti berusaha memperbaiki kegiatan yang
belum terlaksana dengan baik. Untuk menarik minat siswa, guru memberikan reward kepada siswa yang mau mengerjakan di depan kelas dengan benar. Guru
menyarankan kepada siswa untuk melakukan diskusi apabila tidak bisa mengerjakan soal latihan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kebiasaan siswa
yang hanya menunggu jawaban dari guru atau teman lainnya. Guru mengakhiri pembelajaran dengan melakukan refleksi dan mengumumkan bahwa pertemuan
yang akan datang akan dilaksanakan tes.
4.2.3 Pembahasan Ketuntasan Belajar
Setelah dilakukan pembelajaran, siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi tes kemampuan pemecahan masalah yang sama. Kemudian hasil tes
dianalisis untuk mengetahui hasil belajar siswa pada aspek kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen mencapai ketuntasan klasikal atau
tidak. Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa proporsi ketuntasan hasil belajar siswa dalam aspek kemampuan pemecahan masalah pada
pembelajaran metode IMPROVE dengan pendekatan PMRI dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM klasikal yang ditetapkan yaitu 75.
Menurut Depdiknas 2007: 20, ketuntasan belajar adalah tingkat ketercapaian kompetensi setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam
penelitian ini pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran menggunakan
metode IMPROVE dengan pendekatan PMRI. Aktivitas-aktivitas siswa yang menyebabkan hasil belajarnya dapat tuntas secara klasikal yaitu 1 latihan
diberikan kepada siswa secara kelompok dalam bentuk soal-soal, siswa berdiskusi dalam kelompoknya, tidak hanya menunggu jawaban dari guru atau dari teman
lainnya; 2 siswa diberi kesempatan untuk bertanya sedangkan guru melakukan pengulasan atau pembahasan terhadap kesulitan-kesulitan yang dialami siswa,
apabila tidak ada siswa yang bertanya maka siswa dianggap setalah memahami semua materi; 3 kuis yang diadakan diakhir pertemuan membuat siswa lebih
fokus dalam mengikuti pembelajaran, apabila siswa tidak memperhatikan saat pembelajaran berlangsung dan tidak mau bertanya mengenai hal yang dianggap
sulit maka dia tidak dapat mengerjakan kuis dengan baik; 4 siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnnya, siswa lain juga diberi
kesempatan untuk mengomentari pendapat teman yang lainnya, hal ini dapat memperluas ide atau variasi jawaban siswa.
Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif membiasakan siswa untuk berdiskusi dalam
kelompoknya dalam menyelesaikan masalah. Setiap anggota kelompok harus memastikan bahwa semua anggota kelompoknya telah menguasai konsep-konsep
yang telah dipelajari. Keberhasilan mereka sebagai kelompok tergantung pada kemampuan mereka untuk memastikan bahwa semua anggotanya sudah
memegang ide kuncinya. Dengan belajar kelompok siswa akan memahami aspek materi pelajaran yang bersifat problematik berdasarkan pokok bahasan maupun
berdasarkan aspek sosial nyata. Secara langsung siswa akan belajar memberikan
alternatif pemecahannya melalui kesepakatan kelompok. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab hasil belajar siswa dalam aspek kemampuan pemecahan
masalah dapat tuntas secara klasikal.
4.2.4 Pembahasan Proporsi Ketuntasan Belajar