Teori Permintaan Uang dalam Konsep Islam

Dalam literatur ekonomi Islam, uang dibahas sebagai salah satu alat transaksi, perantara untuk menilai barang dan jasa, dan tidak boleh memainkan peranan sebagai komoditi. Menurut Ibnu Khaldun dalam Siregar 2002, kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Perspektif motif memegang uang dalam Islam berbeda dengan sistem kapitalis. Dalam Islam, motif seseorang memegang uang terbatas pada motif transaksi dan berjaga-jaga. Permintaan terhadap uang karena motif spekulasi pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga dalam perekonomian kapitalis Chapra, 2000. Motif spekulasi tidak dibenarkan dalam syariah, karena memang perekonomian berbasis bunga yang menyebabkan adanya motif spekulasi itu tidak dibenarkan dalam Islam. Menurut Imam Ghazali dalam Siregar 2002, adanya uang sebagai ukuran nilai suatu barang maka uang akan berfungsi sebagai media pertukaran. Sedangkan menurut Monzer Kahf dalam Siregar 2002 bahwa permintaan uang terutama untuk memenuhi kebutuhan transaksi, bukan untuk kegiatan yang bersifat spekulatif. Menurut Islam, uang adalah flow concept, maka uang harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian berarti akan semakin banyak transaksi yang terjadi, yang nantinya akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Inilah salah satu perbedaan lagi antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi konvensional. Dimana justru pada keuangan konvensional, velositas dari uang itu harus konstan agar kebijakan moneter dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar efektif. Pada sistem keuangan Islam, velositas uanglah yang harus dipercepat, sedangkan jumlah uang beredar menyesuaikan dengan kebutuhan sektor riil. Mengacu pada karakteristik sistem ekonomi Islam yang menggunakan 100 percent reserve banking system dan penggunaan uang komoditi dinar dan dirham maka perbankan dalam Islam tidak menciptakan uang giral seperti pada konvensional. Sehingga konsep uang beredar dalam Islam secara normatif adalah uang kartal itu sendiri. Sedangkan definisi demand deposit dan quasi money tidak termasuk perhitungan jumlah uang beredar. Tapi pada kenyataannya, dimana sistem perbankan Islam kontemporer di Indonesia masih terintegrasi dengan perbankan konvensional, maka pendefinisian M1 narrow money dan M2 broad money masih ada. Menurut Siregar 2002, permintaan uang dalam Islam tercermin dalam persamaan sebagai berikut : 6 dimana Ys merupakan barang dan jasa yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan investasi produktif yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. S merupakan nilai-nilai moral dan sosial dan kelembagaan termasuk zakat yang mempengaruhi alokasi dan distribusi sumberdaya yang tidak digunakan untuk konsumsi yang tidak bermanfaat, investasi yang tidak produktif dan tidak juga untuk motif spekulasi. T adalah profit and loss sharing. Umumnya termasuk di beberapa negara Islam, Y merupakan output yang termasuk untuk pemenuhan konsumsi yang tidak bermanfaat dan investasi yang T S Y f M s d , , = non produktif. Sedangkan karakteristik Ys merupakan sesuatu yang normatif yang belum mencerminkan kenyataan saat ini, tetapi bukan hal yang mustahil juga untuk dicapai jika Islam dilaksanakan secara kaffah. Selanjutnya, S juga merupakan nilai-nilai sosial yang tidak harus dikuantifikasi. Sedangkan T merupakan variabel yang sudah bisa dilaksanakan pada keuangan kontemporer sekarang ini.

2.7 Konsep Inflasi dalam Ekonomi Konvensional

Inflasi merupakan kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus. Menurut Friedman, inflasi selalu merupakan fenomena moneter. Sumber dari inflasi adalah tingginya pertumbuhan money supply. Singkatnya, dengan mengurangi tingkat pertumbuhan money supply pada tingkat yang rendah, maka inflasi bisa dicegah. Menurut pandangan aliran monetaris, money supply dipandang sebagai satu-satunya sumber pergeseran dalam kurva permintaan agregat. Sehingga analisis monetaris mengindikasikan bahwa inflasi pasti disebabkan oleh tingginya pertumbuhan money supply Mishkin, 2001. Aliran Keynesian menghasilkan kesimpulan yang sama dengan monetaris dimana pertumbuhan money supply akan mengakibatkan tingkat harga meningkat secara terus menerus pada tingkat yang tinggi, sehingga terjadi inflasi. Analisis keynesian mengindikasikan bahwa tingginya inflasi tidak bisa hanya disebabkan oleh kebijakan fiskal saja. Begitupun dengan fenomena dari sisi penawaran juga tidak bisa menjadi sumber inflasi yang tinggi Mishkin, 2001. Sehingga kesimpulannya adalah baik pandangan monetaris maupun pandangan keynesian, sejalan dengan pandangan Friedman.

2.8 Konsep Inflasi dalam Ekonomi Islam

Menurut Chapra 2000, inflasi mengandung implikasi bahwa uang tidak dapat berfungsi sebagai satuan hitung yang adil dan benar. Inflasi menyebabkan orang berlaku tidak adil terhadap yang lain, dengan memerosotkan daya beli aset- aset moneter secara tidak diketahui. Hal itu merusak efisiensi sistem moneter dan menimbulkan ongkos kesejahteraan pada masyarakat. Inflasi memperburuk iklim ketidakpastian dimana keputusan-keputusan ekonomi diambil, menimbulkan kekhawatiran pada formasi modal dan menyebabkan misalokasi sumber daya. Inflasi cenderung merusak nilai-nilai, memberikan imbalan kepada usaha-usaha spekulasi dengan menimpakan kerugian pada aktivitas-aktivitas produktif dan memperparah ketidakmerataan pendapatan. Dengan demikian inflasi merupakan sebuah gejala disekuilibrium yang tidak sesuai dengan penekanan Islam pada ekuilibrium. Dalam teori Islam murni, sebenarnya inflasi itu tidak akan terjadi karena adanya karakteristik keuangan islam yang khas. Ketika uang yang digunakan adalah full bodied money atau fully backed money, maka tidak akan terjadi inflasi. Hal ini disebabkan karena uang jenis tesebut tidak menimbulkan penciptaan uang beredar dengan seignorage.