Sistem Moneter Islam dan Sistem Moneter Konvensional

percent reserve banking system pada perbankan Islam murni. Menurut Mankiw 2003, sistem perbankan dengan cadangan 100 persen diartikan jika sebuah bank hanya menjadikan seluruh deposit sebagai cadangan dan tidak meminjamkannya tetapi menyimpannya sampai pemiliknya menarik uang tersebut. Sementara itu, 100 percent reserve banking system tidak memberikan peluang bagi bank untuk menciptakan uang baru, karena 100 persen cadangan harus disimpan atau dikembalikan ke bank sentral. Bank maksimum hanya dapat menyalurkan pembiayaan sampai sebesar simpanan awal saja. Dengan demikian, tidak ada daya beli baru yang diciptakan tidak ada seigniorage, sehingga tidak mengandung unsur riba, tidak menimbulkan efek inflasi, dan tidak ada pihak yang dirugikan Ascarya, 2006. Jika bank memegang cadangan 100 persen, maka sistem perbankan ini tidak mempengaruhi jumlah uang yang beredar melalui penciptaan uang giral. Sedangkan pada sistem moneter konvensional menerapkan fractional reserve banking system . Mengacu pada Mankiw 2003 dimana pada sistem ini bank hanya memegang sebagian dari depositonya sebagai cadangan, dan bagian lainnya dipinjamkan. Menurut Ascarya 2006 fractional reserve banking system artinya bahwa bank hanya diwajibkan untuk menyimpan cadangan dalam persentase tertentu dari dana simpanan yang dihimpun. Sehingga perbankan dengan sistem ini akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar melalui penciptaan uang giral. Perbedaan yang kedua adalah pada sistem moneter Islam murni, uang yang digunakan tidak menimbulkan seignorage. Artinya karena sistem penciptaan uang dalam Islam itu dengan menggunakan full bodied money yaitu uang dinar dan dirham, yang nilai intrinsiknya sama dengan nilai nominalnya. Ataupun kalau memang menggunakan uang fiat, maka tetap harus di-back-up 100 persen dengan sesuatu yang memiliki nilai stabil yang biasanya diasosiasikan dengan emas yang disimpan oleh otoritas penerbit uang fully backed money Ascarya, 2006. Sehingga dalam penciptaan uang tidak ada penciptaan nilai uang yang tiba-tiba ada tanpa ada nilai riilnya dan nilai tambahnya. Sebaliknya hal itulah yang terjadi pada sistem moneter konvensional dimana penciptaan uang fiatnya itu tidak di back-up dengan emas sehingga pada penciptaannya terjadi seignorage. Perbedaan yang ketiga merupakan perbedaan yang paling umum diketahui yaitu dalam pelaksanaan seluruh aktivitasnya sistem moneter Islam tidak menggunakan instrumen suku bunga. Karena seperti yang sudah dipahami secara umum dalam Islam bunga itu haram dan dilarang penggunaannya.Tetapi sistem moneter Islam menawarkan sistem lain sebagai alternatif yaitu sistem bagi hasil. Pada bagi hasil, return yang diperoleh tidak pasti, karena tergantung dari keuntungan yang didapatkan. Sedangkan pada sistem moneter konvensional, bunga merupakan instrumen yang cukup penting. Return yang diperoleh bersifat pasti karena pembayaran bunga tidak disesuaikan dengan kondisi untung dan ruginya pihak peminjam. Pada kenyataannya pada zaman kontemporer ini khususnya di Indonesia, dalam dual banking system satu-satunya perbedaan yang masih ada adalah tidak digunakannya instrumen bunga dalam aktivitas ekonomi Islam. Sedangkan dua perbedaan yang dijelaskan pertama itu tidak ada dalam kasus sistem perbankan ganda. Artinya sistem moneter Islam masih menggunakan uang yang diciptakan oleh sistem konvensional dan menggunakan fractional reserve banking system karena masih terintegrasinya sistem moneter Islam pada dominasi sistem konvensional yang besar. Dengan masih diadopsinya fiat money dan fractional banking system , penciptaan uang yang bersifat inflatoir masih ada dalam sistem keuangan Islam kontemporer. Dengan demikian, bank syariah yang beroperasi dalam fractional reserve banking system juga menciptakan uang bank giro dan uang elektronik, namun memfokuskan penggunaan uang ciptaan ini sesuai dengan prinsip syariah.

2.4 Perbedaan Konsep Suku Bunga dan Konsep Bagi Hasil

Sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional, ekonomi Islam menawarkan sistem bagi hasil profit and loss sharing, ketika pemilik modal surplus spending unit bekerja sama dengan pengusaha deficit spending unit untuk melakukan kegiatan usaha. Apabila menghasilkan keuntungan dibagi berdua, apabila menderita kerugian juga ditanggung bersama. Sistem bagi hasil menjamin adanya keadilan dan tidak ada pihak yang tereksploitasi didzalimi. Sistem bagi hasil dapat berbentuk musyarakah atau mudharabah dengan berbagai variasinya. Bank konvensional, sistem return-nya adalah sistem bunga yaitu persentase terhadap dana yang disimpan ataupun dipinjamkan dan ditetapkan diawal transaksi sehingga berapa nilai nominal rupiahnya akan dapat diketahui besarnya dan kapan akan diperoleh dapat dipastikan tanpa melihat laba rugi yang akan terjadi nanti. Bank syari’ah sistem return-nya adalah sistem bagi hasil profit loss sharing yaitu nisbah persentase bagi hasil yang besarnya ditetapkan diawal transaksi yang bersifat fixed tetapi nilai nominal rupiahnya belum dapat diketahui dengan pasti melainkan melihat laba rugi yang akan terjadi nanti. Sumber : Sakti 2006 Gambar 2.1. Implikasi Bunga pada Perekonomian Pada Gambar 2.1. dapat terlihat bahwa dalam perekonomian konvensional, sistem riba, fiat money, fractional reserve system dalam perbankan, dan diperbolehkannya spekulasi menyebabkan penciptaan uang kartal dan giral dan tersedotnya uang di sektor moneter untuk mencari keuntungan tanpa risiko. Akibatnya, uang atau investasi yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian besar lari ke sektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor riil. Penciptaan uang tanpa adanya nilai tambah akan menimbulkan inflasi. Pada akhirnya, tujuan pertumbuhan ekonomi akan terhambat. Sementara itu, pada Gambar 2.2. dengan sistem zakat, sistem bagi hasil, dan pelarangan spekulasi dalam perekonomian Islam, akan mendorong iklim investasi yang akan tersalur dengan lancar ke sektor riil untuk tujuan yang Sistem Riba Penciptaan dan Konsentrasi Uang Inflasi Menghambat Laju Ekonomi Menyusutkan Sektor Riil