Penelitian yang Relevan Paradigma Penelitian

ASCA American School Counselor Association mengemukakan bahwa, konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu konseli mengatasi masalah-masalahnya. Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling berkebutuhan khusus adalah upaya batuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli tersebut dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda dengan dirinya serta mereka mampu untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus tersebut.

G. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Andini Kusuma Wahyuni tahun 2012 yang berjudul “Pelaksanaan Pembelajaran bagi Anak Tunalaras di SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya indikasi pelaksanaan pendidikan inklusi yang terealisasikan pada kegiatan pembelajaran pada umumnya di sekolah dasar inklusi masih belum optimal dan belum berjalan sesuai prinsip pendidikan inklusi itu sendiri. Pendidikan inklusi hendaknya menjadi fasilitator untuk semua siswanya terutama pada siswa berkebutuhan khusus. Guru kelas maupun guru pendamping hendakny 52 mengetahui tugas dan peran masing-masing, sehingga dapat berkolaborasi menciptakan lingkungan pembelajaran yang ramah dan fungsional. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Kornelia Tantri Y. tahun 2012 yang berjudul “Penyesuaian Diri Mahasiswa Kalimantan Barat Dayak Kanayatn terhadap Budaya Yogyakarta”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perbedaan budaya Kalimantan dengan budaya Yogyakarta sehingga mahasiswa asal Kalimantan harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan budaya Yogyakarta. Keterbatasan dalam hal berinteraksi dan bersosialisasi oleh sebagian mahasiswa Dayak Kanayatn terhadap warga sekitar sebagai akibat dari adanya asrama kedaerahan menjadi latarbelakang terhambatnya beberapa proses penyesuaian diri. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Fibriana Anjaryati tahun 2011 yang berjudul “Pendidikan Inklusi dalam Pembelajaran Beyond Centers and Circle Times BCCT di PAUD Inklusi Ahsanu Amala Yogyakarta”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh komitmen guru yang menjalankan pendidikan inklusi serta perkembangan anak yang non-normatif atau berkelainan. Guru dituntut untuk dapat mengenali setiap ciri masalah dalam perkembangan diri anak yang berkelainan, sehingga dapat memberikan penanganan yang tepat terhadap masalah tersebut sesuai kapasitas sebagai guru. 53

H. Paradigma Penelitian

Penyelenggaraan sekolah inklusi semakain berkembang dan mendapat dudkungan masyarakat Indonesia sebagai model pendidikan non-segregasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Sekolah inklusi diwajibkan menerima anak berkebutuhan khusus untuk mengikuti proses pendidikan formal di sekolah bersama dengan anak normal lainnya. Penyelenggaraan sekolah inklusi bukan berarti tanpa masalah. masalah yang muncul di sekolah inklusi kebanyakan disebabkan oleh kekurangsiapan sumber daya manusia yaitu guru sebagai pihak yang terlibat langsung yang berlatarbelakang dari pendidikan umum non-PLB. Keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah yang menempuh pendidikan bersama anak normal tentu menyebabkan suasana di sekolah menjadi berbeda pula. Perbedaan itulah yang sering juga menimbulkan permasalahan yakni bullying baik secara verbal maupun fisik yang dilakukan anak normal terhadap temannya yang berkebutuha khusus. Masalah lain yang muncul adalah kurangnya pendampingan dari guru pendamping khusus yang seharusnya secara rutin sesuai jadwal melakukan pendampingan terhadap anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan uraian di atas, peneliti melihat fakta menarik tentang penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi. Menyadari fenomena ini, peneliti ingin mendeskripsikan bagaimana penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus di SDN Inklusi Pulutan Wetan II. Penyesuaian diri tersebut 54 terangkum dalam aspek penyesuaian diri pribadi, penyesuaian sosial, dan reaksi penyesuaian diri.

I. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan fokus penelitian dan paradigma penelitian, dapat dikembangkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Bagaimana peran kognitif dalam penyesuian diri ABK? b. Bagaimana peran afektif dalam penyesuaian diri ABK? c. Bagaimana interaksi sosial yang terjalian antara subjek ABK dengan teman sebaya, guru, dan masyarakat sekolah? d. Bagaimana partisipasi sosial subjek di sekolah? e. Apa reaksi penyesuaian diri yang ditunjukkan oleh subjek? f. Bagaimana penyesuaian diri anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusi di SDN Pulutan Wetan II 55

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang berjudul “Penyesuaian Diri Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Inklusi di SDN II Pulutan Wetan” ini menggunakan pendekatan kualitatif desain fenomenologis. Menurut Burhan Bungin 2006: 49 penelitian Kualitatif bersifat fleksibel, luwes dan terbuka kemungkinan bagi suatu perubahan penyesuaian-penyesuaian ketika proses penelitian berjalan manakala ditemukan fakta yaang lebih mendasar, menarik, unik, dan bermakna di lapangan. Bogdan dan Taylor Moleong, 2007: 4 mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dari individu tersebut secara holistik utuh. Penelitian kualitatif yaitu pendekatan penelitian dimana data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Data-data tersebut dapat diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumentasi pribadi, catatan atau memo dan dokumentasi lainnya Lexy. J. Moleong, 2005:4. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan. Informasi yang dikumpulkan dengan metode ini menjadi bahan data yang nantinya dapat diolah sesuai dengan 56