memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan, dan tersedia air bersih.
Ruang laboratorium IPA harus dilengkapi sarana sebagai alat bantu pendukung kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1 buah kursi
peserta didik ditambah 1 buahguru, 1 buah meja7 peserta didik, 1 buah meja demonstrasi lab, 1 meja persiapanlab, 1 lemari alatlab, 1 buah
bak cuci2 kelompok ditambah 1 buah di ruang persiapan, 6 buah mistar, jangka sorong, stopwatch, thermometer 100
C, gelas ukur, batang magnet, garpu tala, dynamometer, model molekul sederhana, pembakar
sepirtus, cawan penguapan, kaca pembesar, dan pelat tetes, 30 buah gelas kimia, 3 buah timbangan, massa logam, dan balok kayu, 1 buah
modelgambar tubuh manusia, pencernaan manusia, peredaran darah manusia, sistem pernapasan manusia dan organ vital manusia lainnya, 1
buah papan tulislab, alat pemadam kebakaran, peralatan P3K, tempat sampah, jam dinding.dan peralatan lainnya sesuai dengan standar.
54
c. Ruang Perpustakaan di Sekolah Menengah Pertama
Ruang perpustakaan merupakan tempat kegiatan peserta didik dan guru memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka
sekaligus tempat petugas perpustakaan mengelola perpustakaan. Luas minimum perpustakaan sama dengan ruang kelas dan lebar minimum 5
m, dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku, terletak di bagian sekolah yang mudah dicapai dan
dilengkapi sarana seperti 1 eksemplar buku teks pelajaranpeserta didik, buku referensi 20 judulsekolah, sumber belajar lain 20 judulsekolah, I
set rak buku, 1 buah rak majalah dan surat kabarsekolah, 15 buah meja bacasekolah, 15 buah kursi bacasekolah, 1 buah meja sirkulasipetugas,
dan peralatan lainnya sesuai dengan standar perpustakaan.
55
54
Ibid., h. 162-163.
55
Ibid., h. 159-161.
d. Tempat BermainBerolahraga di Sekolah Menengah Pertama
Tempat bermainberolahraga adalah tempat yang berfungsi untuk area bermain, berolahraga, melaksanakan pendidikan jasmani,
upacara dan kegiatan ekstrakurikuler. Rasio minimum luas tempat bermainberolahraga adalah 3 m
2
peserta didik. Untuk sekolah yang memiliki peserta didik kurang dari 334, luas minimum tempat
bermainberolahraga adalah 1000 m
2
. Tempat bermainberolahraga harus berada pada lokasi yang
tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas, tidak digunakan sebagai tempat parkir, memiliki permukaan yang datar, tidak terdapat
pohon, saluran air dan benda-benda lain yang menggangu kegiatan olahraga. Sarana di tempat bermainberolahraga ini harus dilengkapi
dengan 1 buah tiang bendera dan benderanyasekolah, 1 set peralatan bola voli, sepak, basket, senam, dan atletiksekolah.
56
Tabel 2.1 Tahap Perencanaan dan Pengadaan Sarana Prasarana
57
No Alat Pelajaran
Alat Peraga Media Pengajaran
1 Merencanakan kebutuhan buku,
alat praktik, bahan praktik, dan alat laboratorium berdasarkan
kurikulum yang berlaku dengan memerhatikan jumlah siswa.
Menyusun kebutuhan
alat peraga
menurut jenisnya
dengan memerhatikan
jumlah siswa.
Menyusun dan
menentukan kebutuhan
media pengajaran
2 Mendiskusikan
jenis alat
pelajaran yang dibeli dan yang dapat dikembangkan sendiri
Mendiskusikan jenis alat peraga yang dibeli dan
yang dapat
dikembangkan. Mendiskusikan jenis
media pengajaran
yang dibeli dan yang dapat dikembangkan
sendiri. 3
Menyusun prioritas alat yang akan diadakan.
Menyusun prioritas alat peraga
yang akan
diadakan. Menyusun prioritas
media pengajaran
yang akan diadakan. 4
Mencatat fasilitas perpustakaan dengan cermat dan tertib.
Menetapkan penanggung jawab alat
peraga. Menetapkan
penanggung jawab
media pengajaran 5
Menetapkan penanggungjawab
laboratorium dan perpustakaan.
56
Ibid., h. 172-173.
57
Teguh Triwiyanto, Ahmad Yusuf Sobri, Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010 , Cet.1, h. 113
.
C . MUTU PEMBELAJARAN
1. Pengertian Mutu Pembelajaran
Mutu dalam pendidikan bukanlah barang melainkan layanan, di mana mutu harus dapat memenuhi kebutuhan, harapan, dan keinginan
semua pihakpemakai dengan fokus utamanya terletak pada peserta didik. Mutu pendidikan berkembang seirama dengan tuntutan kebuttuhan hasil
pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia.
58
Mutu yang diharapkan tidak akan terjadi begitu saja. Mutu tersebut harus
direncanakan dengan matang. Mutu perlu menjadi sebuah bagian penting dalam strategi sebuah institusi dan untuk meraihnya wajib menggunakkan
pendekatan yang sistematis dengan menggunakkan proses perencanaan yang matang.
59
Mutu pembelajaran dapat dilihat dari sejauhmana kemampuan sumber daya sekolah dalam mentransformasikan beragam jenis masukan
dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu dari peserta didik, sehingga pembelajaran yang bermutu dapat terwujud sesuai dengan harapan
semua praktisi pendidikan dan masyarakat pada umumnya. Pengembangan mutu dalam sektor pendidikan ini sesungguhnya mengadopsi berbagai
konsep walaupun yang paling dominan adalah konsep mutu dalam bidang industri.
60
Oemar Malik berpendapat bahwa pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan deksriptif. Dalam arti normatif, mutu
ditentukan berdasarkan pertimbangan kriteria intrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk
pendidikan, yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal. Berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga
58
Sofan Amri, Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar Menengah, Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2013, Cet. 1, h. 18.
59
Rohiat, Manajemen Sekolah, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009, Cet. 2, h. 52.
60
Sri Minarti, Manajemen Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, Cet. 1, h. 325.
kerja terlatih. Dalam artian deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya, misalkan hasil tes prestasi siswa.
61
Sementara, Crosby menyatakan bahwa mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan atau distandarkan.
Jadi, suatu produk dapat dikatakan bermutu jika sesuai dengan standar atau kriteria yang telah ditentukan baik dari segi input, proses maupun
outputnya.
62
Menurut Edward Sallis sebagaimana dikutip oleh Sri Minarti bahwa mutu dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang absolut sekaligus
relatif. Dalam definisi absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi dan tidak dapat diungguli. Sedangkan mutu yang
relatif dipandang sebagai suatu yang melekat pada sebuah produk sesuai dengan kebutuhan pelanggannya.
63
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa mutu adalah terpenuhinya standar atau kriteria dari harapan pelanggan terhadap
suatu produk. Dengan kata lain, Suatu produk dapat dikatakan bermutu jika sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggannya.
Selanjutnya, kata pembelajaran berasal dari kata belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Dalam bahasa sederhana kata
belajar dimaknai sebagai menuju kearah yang lebih baik dengan cara runtut atau sistematis.
64
Menurut Smith, R.M sebagaimana yang dikutip oleh Anisah Basleman bahwa pembelajaran tidak dapat didefinisikan dengan tepat
karena banyak digunakan dalam berbagai hal. Pembelajaran digunakan untuk menunjukkan: “1 pemerolehan dan penguasaan tentang apa yang
telah diketahui mengenai sesuatu, 2 penyuluhan dan penjelasan mengenai
61
Ibid., h. 328-329.
62
Abdul Haris dan Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2012, Cet. 2, h. 85.
63
Sri Minarti, op. cit., h. 326.
64
Nurul Aini, “Mutu Pembelajaran Akuntansi”, Skripsi pada Sekolah SMK Negeri 50
Jakarta, Jakarta, 2016, h. 8, tidak dipublikasikan.
arti pengalaman seseorang, atau 3 suatu proses pengujian gagasan yang terorganisasi yang relevan dengan masalah. Dengan kata lain, pembelajaran
digunakan untuk menjelaskan suatu hasil, proses, atau fungsi”. Sementara,
Konsensus Knowles
mengemukakan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses tempat perilaku diubah, dibentuk, atau dikendalikan. Jika istilah pembelajaran ini digunakan untuk
menyatakan fungsi maka tekanannya diletakkan pada aspek-aspek penting tertentu seperti motivasi yang diyakini dapat membantu hasil belajar.
65
Pendapat lain juga diungkapkan oleh Muhammad Surya bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
66
Dari beberapa pendapat di atas mengenai pembelajaran dapat dipahami bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan
seseorang untuk mengubah, membentuk atau mengendalikan suatu perilaku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Dalam uraian sebelumnya, mutu diartikan sebagai terpenuhinya
standar atau kriteria dari harapan pelanggan terhadap suatu produk. Sementara, pembelajaran diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan
seseorang untuk mengubah, membentuk atau mengendalikan suatu perilaku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Berdasarkan teori analisis dapat disimpulkan, bahwa mutu
pembelajaran adalah segala aktivitas atau proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa untuk mengubah suatu perilaku dalam rangka
65
Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, Cet. 1, h. 12-13.
66
Asep Herry Hernawan, Asra dan Laksmi Dewi, Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar, Bandung: UPI Press, 2007, Cet. 1, h. 3.
mencapai standar atau kriteria yang telah ditetapkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pembelajaran bermutu ini akan bermuara pada kemampuan guru dalam menyampaikan pelajaran kepada siswanya. Untuk menyampaikan
materi dengan baik ini diperlukan suatu media yang dapat membantu siswa dalam memahami suatu pelajaran. Oleh karena itulah, keberadaan suatu
sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran sangatlah dibutuhkan dalam rangka menunjang mutu proses pembelajaran di sekolah.
2. Mutu Pembelajaran dilihat dari Segi Sarana dan Prasarana Pendidikan
2.1. Mutu Sarana dan Prasarana
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu proses belajar mengajar sangat kompleks karena melibatkan banyak faktor yang saling terkait
satu sama lain. Salah satunya adalah keberadaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Meskipun hanya sebagai faktor penunjang
dalam pembelajaran tetapi kontribusinya tidak dapat diabaikan dalam usaha meningkatkan mutu proses dan hasil proses belajar mengajar di
kelas. Fasilitas belajar dalam jumlah yang memadai di suatu institusi
pendidikan, berkontribusi besar dalam memfasilitasi guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Tanpa adanya fasilitas yang
memadai maka interaksi antara guru dan peserta didik tidak akan berjalan optimal. Selain itu, apabila infrastruktur suatu institusi pendidikan kurang
memadai dan memenuhi syarat, maka akan berpengaruh juga terhadap interaksi pembelajaran di sekolah. Misalnya, suatu sekolah telah
memiliki gedung sebagai tempat pembelajaran, tetapi tidak tersedia dalam jumlah memadai sesuai dalam jumlah peserta didiknya akan
berdampak terhadap interaksi belajar mengajar yang tidak optimal.
67
67
Abdul Haris dan Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2012, Cet. 2, h. 111.