VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Aspek Biologi Pengusahaan Sumberdaya Ikan Selar Kuning 6.1.1 Hasil Tangkapan Ikan Selar Kuning
Jumlah penangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu dari tahun 2007-2013 cukup fluktuatif. Rata-rata jumlah penangkapan ikan selar
kuning di Perairan Kepulauan Seribu dari tahun 2007-2013 adalah 168.26 ton per tahun. Laju penangkapan terhadap ikan selar kuning ini dapat dilihat pada Gambar
12.
Sumber: DKP Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 2012, DKP Provinsi DKI Jakarta 2007, DKP Provinsi DKI Jakarta 2012, DKP Provinsi DKI Jakarta 2013
Gambar 12 Produksi ikan selar kuning Data yang diperoleh pada tahun 2008 menunjukkan adanya kejanggalan
karena terjadi penurunan yang cukup drastis yaitu sebesar 282.2 ton. Kejanggalan ini dikhawatirkan terjadi karena adanya kesalahan penulisan dari sumber
pengambilan data, untuk itu data tahun 2008 dalam penelitian ini dikoreksi dengan cara mengganti data pada tahun 2008 dengan menghitung rata-rata jumlah
hasil tangkapan pada tahun 2007 dan 2009. Hasil perhitungan tersebut adalah 221,45 ton dan dapat dilihat pada Gambar 13.
Sumber: DKP Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 2012, DKP Provinsi DKI Jakarta 2007, DKP Provinsi DKI Jakarta 2012, DKP Provinsi DKI Jakarta 2013, diolah 2014
Gambar 13 Produksi ikan selar kuning terkoreksi
329.8 47.6
113.1 126.6
127.4 181.7
251.6 100
200 300
400
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013
P roduk
si T
on
Tahun
329.80 221.45
113.10 126.60
127.40 181.70
251.60
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013
P ro
du k
si T
o n
Tahun
Gambar 13 menunjukkan jumlah hasil tangkapan pada tahun 2007 adalah sebesar 329.8 ton. Pada tahun 2008 terjadi penurunan jumlah hasil penangkapan
yaitu menjadi 221.45 ton yang juga merupakan data hasil pengoreksian. Hal ini terjadi diduga karena pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga bahan bakar solar,
sehingga menyebabkan menurunnya produktivitas nelayan karena biaya melaut yang meningkat. Pada tahun 2009 hingga 2013 produksi ikan selar kuning di
Perairan Kepulauan Seribu kembali mengalami peningkatan secara berturut-turut yaitu sebesar 113.1 ton, 126.6 ton, 127.4 ton, 181.7 ton, dan 251.6 ton. Rata-rata
jumlah produksi ikan selar yang disajikan pada Gambar 13 adalah 193.09 ton. Jumlah hasil tangkapan ikan selar kuning yang diperoleh juga dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan dan kondisi biologis ikan itu sendiri
1
. Tingkat produksi ikan selar kuning pada Gambar 12 dan 13 keduanya akan digunakan dalam perhitungan
analisis bioekonomi, agar dapat mengetahui perbedaannya antara data yang asli dengan data yang sudah dikoreksi.
6.1.2 Upaya Penangkapan Ikan Selar Kuning
Indikator upaya penangkapan ikan selar kuning yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah unit alat tangkap payang yang beroperasi di Perairan
Kepulauan Seribu. Upaya penangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu sama halnya dengan kondisi jumlah hasil tangkapan, yaitu bersifat
fluktuatif. Rata-rata upaya penangkapan ikan selar kuning dari tahun 2007-2013 adalah 396 unit. Laju upaya penangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan
Seribu dapat dilihat pada Gambar 14.
Sumber: DKP Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 2012, DKP Provinsi DKI Jakarta 2007, DKP Provinsi DKI Jakarta 2012, DKP Provinsi DKI Jakarta 2013
Gambar 14 Tingkat upaya penangkapan selar kuning
521 521
521 521
150 392
152
200 400
600
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013
E ff
ort U
nit
Tahun
1
Wawancara dengan Bapak M. Arifin, Kepala Seksi Perikanan DKP Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tanggal 15 Agustus 2014
Gambar 14 menggambarkan jumlah upaya penangkapan ikan selar kuning bersifat konstan dari tahun 2007-2010 yaitu sebesar 521 unit. Pada tahun 2011
upaya penangkapan ikan selar kuning mengalami penurunan menjadi 150 unit dan pada tahun 2012 upaya penangkapan ikan selar kuning kembali mengalami
peningkatan yaitu sebesar 392 unit. Namun pada tahun 2013 upaya penangkapan selar kuning kembali menurun mejadi 152 unit. Tingkat upaya penangkapan selar
kuning dipengaruhi oleh intensitas perawatan pada alat tangkap payang yang dilakukan oleh para nelayan untuk menghambat dan mengatasi kondisi
penyusutannya disamping ada juga bantuan dari pemerintah dan adanya beberapa nelayan perikanan tangkap yang beralih menjadi nelayan perikanan budidaya
maupun kegiatan lainnya
2
.
6.1.3 Hasil Tangkapan per Upaya CPUE Alat Tangkap Payang
Besar hasil tangkapan per upaya CPUE alat tangkap payang yang dihasilkan dari tahun 2007-2013 cukup fluktuatif, baik itu untuk CPUE yang
menggunakan data produksi yang asli maupun yang sudah terkoreksi. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara CPUE dengan jumlah hasil tangkapan dan
upaya penangkapan. Tujuan dianalisisnya CPUE adalah untuk mengetahui tingkat produktivitas alat tangkap payang yang menangkap ikan selar kuning di Perairan
Kepulauan Seribu. Nilai rata-rata CPUE dari tahun 2007-2013 berdasarkan data asli adalah 0.59 tonunit, sedangkan berdasarkan data hasil pengoreksian adalah
0.64 tonunit. Kedua hasil CPUE alat tangkap payang dari tahun 2007-2013 tersebut disajikan pada Gambar 15 dan 16.
Sumber: Hasil penelitian 2014
Gambar 15 Tingkat hasil tangkapan per upaya CPUE alat tangkap payang
0.63 0.09
0.22 0.24
0.85
0.46 1.66
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013
C P
U E
T onuni
t
Tahun
2
Wawancara dengan Bapak M. Arifin, Kepala Seksi Perikanan DKP Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tanggal 15 Agustus 2014
Sumber: Hasil penelitian 2014
Gambar 16 Tingkat hasil tangkapan per upaya CPUE alat tangkap payang terkoreksi
Nilai CPUE tahun 2008 pada Gambar 15 diperoleh sebesar 0.09 tonunit, sedangkan pada Gambar 16 diperoleh nilai CPUE sebesar 0.43 tonunit. Hal ini
dapat menjelaskan bahwa tingkat produktivitas alat tangkap payang berdasarkan data terkoreksi lebih tinggi karena jumlah produksi ikan selar kuning pada data
terkoreksi lebih besar dari jumlah produksi ikan selar kuning dari data asli. Gambar 15 dan 16 menggambarkan penurunan produktivitas alat tangkap payang
yang menangkap ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu terjadi pada tahun 2008, 2009 Gambar 16, dan 2012. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar
15 dan 16 dimana nilai CPUE alat tangkap payang mengalami penurunan. Pada tahun 2011 hingga 2013 terjadi korelasi negatif antara upaya penangkapan dengan
hasil tangkapan per upaya. Korelasi negatif tersebut digambarkan dengan terjadinya penurunan produktivitas alat tangkap pada saat terjadinya peningkatan
upaya penangkapan dan terjadinya peningkatan produktivitas alat tangkap pada saat terjadinya penurunan upaya penangkapan. Jika ditinjau dari kondisi ini dapat
dikatakan bahwa peningkatan jumlah alat tangkap payang yang beroperasi di Perairan Kepulauan Seribu tidak selalu berpengaruh pada peningkatan
produktivitas alat tangkap payang tersebut.
6.1.4 Fungsi Produksi Lestari Perikanan Selar Kuning
Penelitian ini
menggunakan model
Gordon-Schaefer, dengan
pertimbangan hasil analisis regresi sederhana Lampiran 4 dan 5 antara CPUE dan tingkat upaya yang disajikan pada Tabel 4. Kedua hasil analisis regresi
0.63 0.43
0.22 0.24
0.85
0.46 1.66
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013
CP UE
T o
nu nit
Tahun
tersebut menunjukkan nilai koefisien determinasi R
2
yang mendekati satu, yaitu sebesar 0.700782704 data asli dan 0.676500055 data terkoreksi. Walpole
1992 menjelaskan bahwa nilai R
2
menunjukkan tingkat presentase dari keragaman variabel dependent yang menggambarkan adanya hubungan linear
dengan variabel independent. Nilai R
2
yang mendekati nilai satu menunjukkan bahwa model semakin baik. Nilai R
2
sebesar 0.700782704 menunjukkan bahwa 70.08 keragaman nilai CPUE dipengaruhi oleh variabel upaya dan sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain di luar model dan nilai R
2
sebesar 0.676500055 menunjukkan bahwa 67.65 keragaman nilai CPUE dipengaruhi oleh variabel
upaya dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Estimasi model bioekonomi perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu berdasarkan
data asli adalah y = 1.615300226 0.002575425E, sedangkan estimasi model
bioekonomi berdasarkan data terkoreksi adalah y = 1.572920213 0.002348519E. Variabel y adalah variabel dependent CPUE, koefisien intersep
1.615300226 dan 1.572920213 adalah nilai dari α, dan koefisien upaya -
0.002575425 dan -0.002348519 adalah nilai dari β. Kedua model bioekonomi ini
signifikan pada taraf nyata α = 5.
Tabel 4 Data regresi antara CPUE dan upaya perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu
Tahun Produksi
Ton Produksi
terkoreksi Ton
Effort Unit
CPUE Tonunit
CPUE terkoreksi
Tonunit
2007 329.80
329.80 521
0.63 0.63
2008 47.60
221.45 521
0.09 0.43
2009 113.10
113.10 521
0.22 0.22
2010 126.60
126.60 521
0.24 0.24
2011 127.40
127.40 150
0.85 0.85
2012 181.70
181.70 392
0.46 0.46
2013 251.60
251.60 152
1.66 1.66
Sumber: DKP Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 2012, DKP Provinsi DKI Jakarta 2007, DKP Provinsi DKI Jakarta 2012, DKP Provinsi DKI Jakarta 2013, diolah 2014
Fungsi produksi dalam model Gordon-Schaefer terdiri dari variabel dependent dan independent. Variabel dependent dilambangkan oleh h yang
mewakili fungsi produksi atau jumlah hasil tangkapan ton, sedangkan variabel independent dalam fungsi tersebut adalah upaya E dengan satuan unit. Karena
nilai α dan β sudah diketahui dan sudah bisa disubstitusikan ke dalam fungsi
produksi, maka fungsi produksi perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu berdasarkan data asli dapat dituliskan menjadi h = 1.615300226E
0.002575425E
2
dan berdasarkan data terkoreksi dapat dituliskan menjadi h = 1.572920213E
0.002348519E
2
.
6.2 Aspek Ekonomi Pengusahaan Sumberdaya Ikan Selar Kuning 6.2.1 Estimasi Biaya
Biaya merupakan salah satu parameter ekonomi yang dikaji dalam analisis bioekonomi perikanan selar kuning ini. Karena kegiatan penangkapan selar
kuning di lokasi penelitian bersifat one day fishing, maka biaya yang dikaji dalam penilitian ini merupakan biaya operasional penangkapan per hari dan diasumsikan
konstan. Data biaya diperoleh dari data primer, yaitu dengan cara mewawancarai nelayan responden di lokasi penelitian.
Biaya operasional penangkapan per hari dalam penelitian ini meliputi biaya bahan bakar solar dan perbekalan melaut Lampiran 6. Biaya bahan bakar
solar per liter di Pulau Sebira adalah Rp 8 500liter. Hal ini dikarenakan lokasi Pulau Sebira yang jauh dari pusat kota, sehingga membutuhkan biaya transportasi
untuk mengangkut bahan bakar solar yang lebih besar. Rata-rata biaya nominal per trip yang diperoleh dari data primer, dengan asumsi aktivitas nelayan di lokasi
penelitian yang efektif untuk menangkap ikan selar kuning adalah sembilan bulan dan dalam satu bulan hari yang efektif untuk menangkap selar kuning
diasumsikan 26 hari, adalah sebesar Rp 374 285.71. Nilai biaya tersebut disesuaikan dengan Indeks Harga Konsumen IHK ikan segar yang berlaku di
Provinsi DKI Jakarta dengan tahun dasar 2012 BPS Provinsi DKI Jakarta 2014, sehingga diperoleh nilai biaya riil penangkapan ikan selar kuning per trip sebesar
Rp 421 783.63trip.
Tabel 5 Estimasi biaya penangkapan per trip ikan selar kuning
Tahun Biaya Nominal Rp
IHK Biaya Riil Rp
2007 374 285.71
68.29 548 082.75
2008 374 285.71
77.40 483 573.27
2009 374 285.71
92.61 404 152.59
2010 374 285.71
91.62 408 519.66
2011 374 285.71
95.12 393 487.92
2012 374 285.71
100.00 374 285.71
2013 374 285.71
109.96 340 383.51
Sumber: Hasil penelitian 2014
6.2.2 Estimasi Harga
Estimasi harga ikan selar kuning dalam penelitian ini diperoleh dari harga nominal per ton per tahun yang disesuaikan dengan IHK ikan segar yang berlaku
di Provinsi DKI Jakarta dengan tahun dasar 2012 BPS Provinsi DKI Jakarta 2014. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan harga riil dari ikan selar kuning.
Harga nominal yang digunakan adalah harga nominal pada tahun 2007-2013. Rata-rata harga riil ikan selar kuning yang diperoleh adalah sebesar Rp 4 882
265.12ton. Harga riil tersebut yang akan digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi.
Tabel 6 Estimasi harga ikan selar kuning
Tahun Harga Nominal Rpton
IHK Harga Riil Rpton
2007 5 030 200.12
68.29 7 365 939.55
2008 2 656 764.71
77.40 3 432 512.54
2009 2 496 843.50
92.61 2 696 084.12
2010 5 002 891.00
91.62 5 460 479.15
2011 4 878 900.49
95.12 5 129 205.73
2012 6 408 063.73
100.00 6 408 063.73
2013 4 050 454.69
109.96 3 683 571.02
Sumber: Hasil penelitian 2014
6.3 Analisis Bioekonomi Perikanan Selar Kuning
Analisis bioekonomi dilakukan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning yang optimal. Analisis bioekonomi menjadikan
aspek ekonomi tidak hanya menjadi fokus utama, tetapi aspek biologi pun
diperhitungkan. Aspek ekonomi dapat menjadikan hasil analisis ini mudah dipahami oleh nelayan karena hasilnya menyajikan tingkat optimal manfaat atau
keuntungan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterima oleh nelayan Sobari et al. 2009. Kondisi ini dapat menjadikan pemanfaatan sumberdaya
perikanan, khususnya perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu termasuk di dalamnya Perairan Pulau Sebira, dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Pendapatan nasional per kapita yang selalu meningkat setiap tahunnya
BPS 2014 berpengaruh pada meningkatnya konsumsi ikan per kapita nasional KKP 2013b. Kondisi ini dapat menggambarkan bahwa tingkat permintaan ikan
juga meningkat. Meningkatnya permintaan ikan untuk dikonsumsi dapat berakibat pada peningkatan jumlah produksi ikan. Apabila produksi ikan meningkat,
khususnya produk perikanan tangkap, maka akan berdampak pada kelestarian sumberdaya ikan di alam dan peningkatan upaya penangkapan. Kondisi
sumberdaya ikan dapat terancam habis apabila upaya penangkapan yang dilakukan semakin meningkat tanpa memperhitungkan kelestarian dari
sumberdaya ikan. Selain itu, peningkatan upaya penangkapan ikan juga berdampak pada peningkatan biaya untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan
dan ramainya kegiatan penangkapan ikan di perairan overfishing yang belum tentu dapat meningkatkan jumlah keuntungan. Oleh karena itu, sangat penting
dilakukannya analisis bioekonomi perikanan, yang dalam penelitian ini akan menganalisis mengenai kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning yang
di Perairan Kepulauan Seribu. Analisis bioekonomi membagi perikanan menjadi tiga rezim, yaitu
Maximum Sustainble Yield MSY, Maximum Economic Yield MEY, dan Open Access OA. Rezim MSY dapat menyajikan tingkat pemanfaatan lestari
sumberdaya ikan selar kuning berikut jumlah upaya yang sebaiknya dilakukan agar tetap dapat menjaga kelestarian sumberdaya dan keuntungan yang akan
diperoleh. Analisis bioekonomi dalam rezim MEY dapat menyajikan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning yang dapat menghasilkan keuntungan
rente ekonomi yang maksimum. Keuntungan maksimum ini dapat dihasilkan dengan tingkat upaya penangkapan yang lebih kecil dari tingkat upaya
penangkapan pada rezim MSY karena selisish antara penerimaan dan biaya menghasilkan nilai yang paling besar. Pada rezim OA tingkat upaya sudah
melebihi titik keseimbangan MSY. Hal ini dapat terjadi karena rente ekonomi yang positif menarik minat para nelayan untuk menambah input kegiatan
perikanan sehingga secara agregat input Effort akan bertambah Fauzi 2010a. Penambahan input yang melebihi titik keseimbangan pada OA akan menghasilkan
rente ekonomi yang negatif. Karena anailisis bieokonomi perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu dalam penelitian ini menggunakan dua kondisi data
data asli dan data terkoreksi, maka hasilnya juga akan disajikan dalam dua kondisi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.
Tabel 7 Analisis bioekonomi perikanan selar kuning
MEY MSY
OA Aktual
Upaya Unit
296.83 313.60
593.65 396.86
Hasil Tangkapan
ton 252.55
253.28 51.29
168.26 Rente
Ekonomi Rp
1 107 836 870.41 1 104 299 755.93
0.00 654 088 133.67
Sumber: Hasil penelitian 2014
Tabel 8 Analisis bioekonomi perikanan selar kuning terkoreksi
MEY MSY
OA Aktual
Upaya Unit
316.48 334.87
632.96 396.86
Hasil Tangkapan
ton 262.57
263.37 54.68
193.09 Rente
Ekonomi Rp
1 148 455 473.10 1 144 576 614.31
0.00 775 342 675.25
Sumber: Hasil penelitian 2014
Tingkat upaya pada rezim MEY dalam Tabel 7 dan 8 diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.12, yaitu berturut-turut sebesar 296 unit dan 316
unit, sedangkan jumlah hasil tangkapannya diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.13, yaitu berturut-turut sebesar 252.55 ton dan 262.57 ton.
Kegiatan penangkapan ikan selar kuning yang dikendalikan dalam rezim MEY pada Tabel 7 dan 8 menunjukkan bahwa rente ekonomi yang dihasilkan
merupakan rente ekonomi yang maksimum dengan tingkat upaya yang paling rendah, yaitu berturut-turtu sebesar Rp 1 107 836 870.41 per tahun dan Rp 1 148
455 473.10 per tahun. Rente ekonomi pada rezim MEY dihitung dengan menggunakan persamaan Biaya TC = 421 783.63E
MEY
. Biaya yang diperlukan untuk mencapai rente ekonomi yang maksimum tersebut adalah Rp 125 196
578.94 data asli dan Rp 133 487 027.18 data terkoreksi, dengan nilai penerimaan TR = 4 882 265.12h
MEY
sebesar Rp 1 233 033 449.36 data asli dan Rp 1 281 942 500.28 data terkoreksi. Rente ekonomi pada rezim MEY yang
diperoleh pada Tabel 8 data terkoreksi lebih besar dari yang ditunjukkan pada Tabel 7 data asli. Hal ini dapat dijelaskan dengan jumlah produksi pada rezim
MEY berdasarkan data terkoreksi yang jumlahnya lebih besar walaupun di sisi lain tingkat upayanya juga lebih besar dari yang diperoleh berdasarkan data asli.
Kegiatan penangkapan ikan yang lestari MSY dalam Tabel 7 dan 8 dapat menghasilkan rente ekonomi berturut-turut sebesar Rp 1 104 299 755.93 per tahun
dan Rp 1 144 576 614.31 per tahun. Tingkat upaya pada rezim ini diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.8, yaitu sebesar 313 unit data asli dan 334
unit data terkoreksi, sedangkan jumlah hasil tangkapannya diperoleh dengan menggunkan persamaan 4.9, yaitu sebesar 253.28 ton data asli dan 263.37 ton
data terkoreksi. Walaupun hasil tangkapan sebesar 253.28 ton dan 263.37 ton yang dikendalikan dalam rezim MSY ini lebih besar dari hasil tangkapan pada
rezim MEY, rente ekonomi yang dihasilkan tetap lebih kecil dari rente ekonomi rezim MEY. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah unit alat tangkap yang beroperasi
pada rezim MSY lebih banyak dibandingkan pada rezim MEY, sehingga menyebabkan total biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar dari kegiatan
penangkapan ikan selar kuning dalam rezim MEY. Jumlah unit alat tangkap yang beroperasi yang melebihi jumlah unit alat
tangkap pada rezim MSY dapat berpengaruh pada jumlah hasil tangkapan yang akan diperoleh, rente ekonomi, dan kelestarian sumberdaya ikan selar kuning di
Perairan Kepulauan Seribu. Kondisi ini termasuk ke dalam rezim OA seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7 dan 8. Jumlah unit alat tangkap yang beroperasi dalam
rezim ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.15 yang jumlahnya mencapai 593 unit per tahun data asli dan 632 unit per tahun data terkoreksi.
Hal ini berpengaruh pada produktivitas alat tangkap yang akan menurun dan jumlah hasil tangkapan yang semakin sedikit dibandingkan dengan rezim lainnya.
Jumlah hasil tangkapan diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.16, yaitu sebesar 51.29 ton data asli dan 54.68 ton data terkoreksi. Hasil kedua rente
ekonomi yang dihasilkan dalam rezim ini menghasilkan nilai nol = 0 karena
besar nilai penerimaannya sama dengan besar nilai biaya yang dikeluarkan untuk menangkap ikan. Besar nilai penerimaan TR = 4 882 265.12h
OA
dalam rezim ini adalah Rp 250 393 157.88 data asli dan Rp 266 974 054.37 data terkoreksi,
serta besar nilai biaya TC = 421 783.63E
OA
yang dikeluarkan adalah Rp 250 393 157.88 data asli dan Rp 266 974 054.37 data terkoreksi.
Gambar 17 dan 18 merupakan gambar yang diperoleh dengan software Maple 12 Lampiran 7 dan 8 yang menunjukkan hubungan kuadratik antara
upaya penangkapan alat tangkap payang dan jumlah hasil tangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu. Data upaya penangkapan dan hasil
tangkapannya merupakan data yang disajikan dalam Tabel 7 dan 8. Data time series aktual dari tahun 2007-2013 juga ditambahkan ke dalam Gambar 17 dan
18 untuk menggambarkan kondisi perikanan yang sebenarnya yang akan dibahas pada subbab berikutnya.
Sumber: Hasil penelitian 2014
Gambar 17 Hubungan kuadratik antara upaya penangkapan alat tangkap payang dan jumlah hasil tangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu
Hasil tangkapan ton
Effort Unit
252.55 ton
MEY 296.83 unit
MSY 313.60unit
253.28 ton
OA
593.65 unit 51.29
ton 2011
2013
2009 2010
2007
2008 2012
Aktual Rata-rata
Keterangan: : Rezim MEY
: Rezim OA : Rezim MSY
Sumber: Hasil penelitian 2014
Gambar 18 Hubungan kuadratik antara upaya penangkapan alat tangkap payang dan jumlah hasil tangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu
terkoreksi Keterangan:
: Rezim MEY : Rezim OA
: Rezim MSY
6.4 Analisis Tangkap Lebih Overfishing Perikanan Selar Kuning
Analisis tangkap lebih perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi penangkapan perikanan selar
kuning. Analisis tangkap lebih dalam penelitian ini dilakukan dalam rezim Open Access OA dan ditinjau dari sisi upaya penangkapan.
Harga riil rata-rata ikan selar kuning dan biaya riil rata-rata penangkapan ikan selar kuning yang diperoleh dalam penelitian ini berturut-turut adalah sebesar
Rp 4 882 265.12ton dan Rp 421 783.63trip. Harga riil tersebut disubstitusikan ke dalam persamaan kurva total penerimaan TR = p1.572920213E
– 0.002348519E
2
, sehingga diperoleh TR = 4 882 265.121.572920213E –
Hasil tangkapan ton
Effort Unit
OA
632.96 unit 54.68 ton
MEY
316.48 unit 262.57
ton MSY
334.87 unit 263.37 ton
2007
2009 2010
2008
2011 2013
2012 Aktual
Rata-rata
0.002348519E
2
dan hasil substitusi biaya riil pada persamaan kurva total biaya adalah TC = 421 783.63E.
Persamaan rente lestari dapat diperoleh setelah mengetahui persamaan TR dan TC, sehingga diperoleh
πE = 7 257 629.86E – 11 466.09E
2
. Pada perikanan yang dikendalikan dalam rezim OA rente ekonomi yang dihasilkan adalah nol
πE = 0, maka dapat dihasilkan keseimbangan upaya dalam kondisi OA yaitu sebesar 0 dan 632 unit. Karena upaya yang digunakan diasumsikan upaya yang
positif, maka tingkat upaya aktual rata-rata berdasarkan data asli maupun data terkoreksi 396 unit belum mendekati ataupun melewati tingkat upaya pada
kondisi OA. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning belum mengalami economic overfishing.
Tingkat upaya pada kondisi MSY diperoleh dari hasil menurunkan fungsi produksi dengan mengasumsikan nilai turunan tersebut sama dengan nol adalah
sebesar 334 unit. Walaupun tingkat upaya aktual rata-rata berdasarkan data asli
maupun data terkoreksi 396 unit telah melewati tingkat upaya pada kondisi MSY, namun kondisi perikanan aktual rata-rata belum dapat dikatakan mengalami
overfishing secara biologi. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kondisi perikanan aktual rata-rata hanya menunjukkan tingkat upaya yang berlebihan
karena jika ditinjau dari titik keseimbangan penerimaan dan biaya pada kondisi perikanan aktual rata-rata tidak menyentuh dan berada dibawah kurva TR. Selain
itu, kondisi ini juga menunjukkan bahwa kondisi perikanan aktual rata-rata masih belum efisien karena rente ekonomi yang lebih besar sebenarnya masih dapat
diperoleh dengan mengacu pada kondisi MEY. Gambar 19 dan 20 menyajikan analisis tangkap lebih pada perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu
yang ditinjau dari tingkat upaya aktual rata-rata.
Sumber: Hasil penelitian 2014
Gambar 19 Pengamatan overfishing berdasarkan tingkat upaya aktual rata-rata
Penerimaan, Biaya Rp
Effort Unit
Aktual rata-rata
296.83 unit MEY
593.65 unit OA
MSY
313,60 unit TC
TR
Sumber: Hasil penelitian 2014
Gambar 20 Pengamatan overfishing berdasarkan tingkat upaya aktual rata-rata terkoreksi
Gambar 19 dan 20 menjelaskan analisis tangkap lebih yang ditinjau berdasarkan tingkat upaya aktual rata-rata. Pada tingkat upaya aktual rata-rata
berdasarkan data asli diperoleh nilai Total Revenue dengan persamaan 4.17 sebesar Rp 821 475 979.69 dan nilai Total Cost diperoleh dengan persamaan
4.18 sebesar Rp 167 387 846.01, sedangkan pada kondisi upaya aktual rata-rata berdasarkan data terkoreksi diperoleh nilai Total Revenue dengan persamaan
4.17 sebesar Rp 942 730 521.26 dan nilai Total Cost diperoleh dengan persamaan 4.18 sebesar Rp 167 387 846.01. Kedua kondisi penangkapan
perikanan ini belum mengalami overfishing, baik secara biologi maupun ekonomi. Analisis tangkap lebih dalam penelitian ini juga ditinjau berdasarkan data
aktual tahunan. Hal ini dilakuakan untuk mengetahui kondisi penangkapan perikanan selar kuning yang sebenarnya di Perairan Kepulauan Seribu pada tahun
2007-2013. Metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi tersebut adalah Copes’ ye Ball method. Penerapan metode tersebut disajikan dalam Gambar 21
dan 22.
Penerimaan, Biaya Rp
TC TR
Effort Unit
OA
632.96 unit MEY
316.48 unit 334,87 unit
MSY Aktual
rata-rata
Sumber: Hasil penelitian 2014
Gambar 21 Pengamatan overfishing dengan Copes’ ye Ball method
Gambar 21 menggunakan data asli. Gambar tersebut menggambarkan belum terjadinya overfishing pada tahun 2007-2013, baik overfishing secara
biologi maupun ekonomi. Berdasarkan pada metode Copes’ ye Ball, kondisi
tersebut dapat dikatakan belum mengalami overfishing karena kontraksi diawali pada tahun 2007 dan ekspansi pada perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan
Seribu terjadi pada sebelah kiri kurva keseimbangan yield-effort hasil tangkapan.
Sumber: Hasil penelitian 2014
Gambar 22 Pengamatan overfishing dengan Copes’ ye Ball method terkoreksi
Hasil tangkapan ton
Effort Unit
Hasil tangkapan ton
Effort Unit
MEY MSY
OA 2012
2009 2010
2007
2008 2011
2013
MEY MSY
OA 2010
2009 2012
2013 2008
2007
2011
Gambar 22 menggunakan data terkoreksi. Pada Gambar 22 juga tidak menggambarkan terjadinya overfishing pada tahun 2007-2013, baik overfishing
secara biologi maupun ekonomi. Kontraksi pada kondisi penangkapan ini juga diawali pada tahun 2007 dan ekspansi terjadi pada sebelah kiri kurva
keseimbangan yield-effort, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 22.
6.5 Rekomendasi Kebijakan
Hasil analisis bioekonomi terhadap sumberdaya ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu yang diperoleh dalam penelitian ini akan didasarkan
pada tahun terakhir 2013 sebagai rekomendasi untuk menentukan kebijakan bagi penentu kebijakan. Pada tahun 2013 baik berdasarkan data asli maupun data
terkoreksi berdasarkan hasil analisis tangkap lebih belum mengalami overfishing, baik overfishing secara biologi dan ekonomi. Namun tingkat upaya penangkapan
selar kuning pada tahun 2013 menunjukkan tingkat upaya yang sebenarnya masih dapat menyerap banyak tenaga kerja dengan mangacu pada hasil analisis
bioekonomi pada kondisi MEY. Oleh karena itu, kebijakan yang sebaiknya diterapkan dalam kegiatan penangkapan ikan selar kuning di Perairan Kepulauan
Seribu adalah penambahan jumlah upaya penangkapan unit alat tangkap yang disesuaikan dengan kondisi MEY baik berdasarkan data asli maupun data
terkoreksi untuk dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, menghasilkan rente ekonomi yang maksimum, dan juga tetap bisa menjaga kelestarian dari
sumberdaya ikan selar kuning itu sendiri. Hasil analisis bioekonomi pada kondisi MEY maupun MSY baik berdasarkan data asli maupun data terkoreksi dalam
penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk penetapan jumlah penambahan upaya penangkapan tersebut.
Selain rekomendasi kebijakan di atas, dari hasil kegiatan penelitian yang dilakukan di lapang juga menghasilkan beberapa rekomendasi kebijakan yang
sebaiknya diterapkan atau diperbaiki. Pertama, proses pendataan yang dilakukan terhadap kegiatan penangkapan ikan di Perairan Kepulauan Seribu, khususnya
kegiatan penangkapan selar kuning, sebaiknya lebih diperinci agar data yang dihasilkan dapat lebih lengkap baik secara runtun waktu, lokasi penangkapan atau
perairan pulau, dan lebih sesuai dengan kondisi di lapangan. Pendataan yang dilakukan dengan baik dan tepat dapat menghasilkan data yang lebih faktual,
sehingga evaluasi atau penelitian yang dilakukan terhadap kegiatan penangkapan ikan, khususnya ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu, menjadi lebih
tepat dan kebijakan yang diperoleh dari hasil evaluasi maupun penelitian menjadi lebih sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan di lapangan. Kedua, harga solar
yang terdapat dilokasi penelitian, Pulau Sebira, lebih tinggi dari harga solar normal pada umumnya. Hal ini disebabkan jarak Pulau Sebira yang jauh dari
daratan Jakarta, sehingga membutuhkan biaya pengangkutan solar yang lebih besar untuk mencapai Pulau Sebira dan terbatasnya ketersediaan bahan bakar
solar. Penentu kebijakan dalam hal ini diharapkan mampu meringankan beban biaya yang ditanggung oleh nelayan dengan memberikan bantuan jasa transportasi
untuk pengiriman bahan bakar solar satu atau dua kali dalam satu minggu. Sehingga harga bahan bakar solar yang diterima oleh nelayan Pulau Sebira
diharapakan dapat sama dengan harga normal bahan bakar solar pada umumnya.
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Tingkat pemanfaatan optimal sumberdaya ikan selar kuning di Perairan
Kepulauan Seribu dapat dilakukan dengan jumlah unit upaya penangkapan yang beroperasi sebanyak 296 unittahun dan 316 unittahun terkoreksi,
produksi yang dihasilkan sebesar 252.55 tontahun dan 262.57 tontahun terkoreksi, dan rente ekonomi yang akan dihasilkan adalah sebesar Rp 1 107
836 870.41tahun dan Rp 1 148 455 473.10tahun terkoreksi. 2.
Kondisi penangkapan perikanan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu pada tahun 2007-2013 berdasarkan data asli maupun data terkoreksi dan
berdasarkan data aktual rata-rata baik berdasarkan data asli maupun data
terkoreksi belum mengalami overfishing baik secara biologi maupun ekonomi.
3. Berdasarkan hasil penelitian, kebijakan yang tepat untuk diterapkan pada
pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu berdasarkan kondisi pada tahun 2013 baik berdasarkan data asli maupun data
terkoreksi adalah melakukan penambahan jumlah upaya penangkapan unit alat tangkap yang disesuaikan dengan hasil analisis bioekonomi pada kondisi
MEY. Hal ini ditujukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, tidak terjadi overfishing
yang dapat berakibat pada penurunan jumlah produksi, penurunan potensi sumberdaya ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu, dan agar nelayan
sebagai pelaku usaha dapat memperoleh rente ekonomi yang maksimum dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan selar kuning yang menjadi
objek usahanya.
7.2 Saran
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk menentukan kebijakan
dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan selar kuning di Perairan Kepulauan Seribu agar dapat mengoptimalkan pengelolaan usaha perikanan.
2. Pemerintah setempat sebaiknya melakukan kegiatan penyuluhan yang
memberikan informasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan bagaimana usaha perikanan yang optimal.
3. Penelitian yang mengkaji kondisi stok sumberdaya ikan selar kuning sebaiknya
dilakukan pada penelitian selanjutnya karena pada penelitian ini belum mengkaji mengenai kondisi stok sumberdayanya disebabkan adanya
keterbatasan dalam pengumpulan data.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Per Kapita, Produk Nasional Bruto Per Kapita dan Pendapatan Nasional Per Kapita, 2000-2013
Rupiah. [internet]. [diacu 2014 Juli 6]. Tersedia dari: http:www.bps.go.id tab_sub view.php? tabel=1id_subyek=11notab=76
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Kepulauan Seribu. Jakarta ID: BPS Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2014. Data Series Inflasi.
[internet]. [diacu 2014 Oktober 2]. Tersedia dari: http:jakarta.bps.go.idindex. php?bWVudT0yNTAwJnBhZ2U9aW5mbGFzaQ==
Cahyono, NA. 2014. Alat Tangkap Payang. [internet]. [diacu 2014 April 25]. Tersedia dari: http:perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com
201105alat-tangkap-payang.html Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor ID. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. [DKP] Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
2012. Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis Ikan di Daerah Perairan Pantai Kabupaten Administrasi Kepulauaun Seribu tahun 2008
2011. Jakarta ID: DKP Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
[DKP] Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2007. Statistik Perikanan Tangkap DKI Jakarta. Jakarta ID: DKP Provinsi DKI Jakarta.
_____________________________________________________. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Provinsi DKI Jakarta. Jakarta ID: DKP Provinsi DKI
Jakarta. _____________________________________________________. 2013. Statistik
Perikanan Tangkap Provinsi DKI Jakarta. Jakarta ID: DKP Provinsi DKI Jakarta.
Fauzi A. 2010a. Ekonomi Perikanan. Jakarta ID: PT Gramedia Pustaka Utama. _______. 2010b. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Ed ke-3. Jakarta
ID: PT Gramedia Pustaka Utama. Fauzi A, Mochamad PS, Sri D. 2003. Analisis Penerapan User Fee untuk
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal. Buletin Ekonomi Perikanan [Internet]. [diacu 2014 Februari 27]; 51. Tersedia dari: http:repository.ipb
.ac.idhandle12345678943620.