Metode Analisis Data Pengendalian Mutu pada Produksi Tuna Loin ( Thunnus sp.) dengan Metode Six Sigma. Studi Kasus: PT X

3 Analyze analisis, dilakukan identifikasi masalah dengan pembuatan diagram sebab akibat fishbone diagram serta kapabilitas proses dengan memfokuskan pada faktor-faktor penyebab masalah yang sering terjadi, seperti mesin, manusia, metode, manajerial, dan manajemen. Penggunaan diagram sebab-akibat yang mengacu pada Larson 2003 terdiri dari tahapan sebagi berikut: 1. Mengidentifikasi masalah yang sering terjadi dan mengungkapkan masalah tersebut sebagai suatu pertanyaan masalah dan temukan sekumpulan penyebab yang mungkin mengakibatkan masalah tersebut. 2. Penggambaran diagram dengan pernyataan mengenai masalah untuk ditempatkan pada sisi kanan membentuk kepala ikan dan kategori utama bahan baku, metode, manusia, mesin, pengukuran, dan lingkungan ditempatkan pada cabang utama membentuk tulang-tulang besar dari ikan. Kategori utama dapat diubah sesuai kebutuhan. 3. Menemukan akar penyebab, kemudian menulis akar penyebab pada cabang- cabang yang sesuai dengan kategori utama membentuk tulang-tulang kecil ikan. 4. Menginterpretasikan diagram sebab-akibat tersebut dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul. 4 Improve peningkatan, bertujuan untuk mengeliminasi cacat serta mengoptimalkan mutu proses. Peningkatan dilakukan dengan menerapkan diagram kaizen blitz yang menunjukkan hubungan antara siklus Deming PDSA dan proses perbaikan yang terus menerus.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah pengukuran dari metode six sigma Motorolla yang telah banyak digunakan dalam industri di dunia untuk meningkatkan mutu. Alat yang digunakan adalah statistika pengendalian proses statistical process control atau SPC. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Ms.Excell 2007 dan Minitab 15. Proses analisis data dilakukan melalui tahapan berikut Gasperz 2002: 1. Penentuan nilai rataan dan nilai standar deviasi s proses serta nilai batas spesifik atas dan batas spesifik bawah, dengan persyaratan sebagai berikut: a. Rataan proses = b. Standar deviasi proses s = Keterangan : x : nilai sampel : nilai rataan c. Nilai batas spesifik atas upper specific limit - USL, merupakan nilai batas maksimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli. d. Nilai batas spesifik bawah lower specific limit - LSL, merupakan nilai batas minimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli. 2. Penentuan nilai DPMO Defect per Million Oportunities dan nilai sigma a. Nilai DPMO merupakan ukuran kegagalan yang menunjukkan peluang kegagalan per sejuta kali kesempatan produksi. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan persamaan: DPMO USL = P [z ≥ USL - X s] x 1.000.000 DPMO LSL = P [z≤ LSL - X s] x 1.000.000 DPMO = DPMO USL + DPMO LSL Nilai peluang kegagalan untuk distribusi normal baku z, diperoleh dari Tabel distribusi normal kumulatif. Sementara nilai six sigma diperoleh dari Tabel konversi nilai DPMO ke nilai sigma. 3. Penentuan nilai standar deviasi maksimal S maks Standar deviasi maksimum S maks merupakan nilai batas toleransi terhadap nilai standar deviasi proses. Nilai standar deviasi maksimum diperoleh dengan menggunakan persamaan: S maks = Bila proses tersebut hanya memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas USL atau batas spesifik bawah LSL saja, maka persamaan yang digunakan: Hanya memiliki batas spesifik atas USL: S maks = Hanya memiliki batas spesifik bawah LSL: S maks = 4. Penentuan nilai batas kontrol atas upper control limit atau UCL dan batas kontrol bawah lower control limit atau LCL. a. Nilai batas kontrol atas UCL merupakan persamaan yang digunakan untuk mengevaluasi proses tersebut. UCL = T + 1,5 x S maks T : nilai target yang ditentukan pembeli S maks : standar deviasi maksimum proses Namun jika nilai target tidak ditemukan oleh pelanggan, maka nilai T diganti dengan nilai rataan proses , jika nilai berada dibawah nilai batas spesifik atas yang ditetapkan USL, sehingga persamaannya menjadi: UCL = + 1,5 x S maks : nilai rataan proses S maks : standar deviasi maksimum proses b. Nilai batas kontrol bawah LCL merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas bawah dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut. LCL = T – 1,5 x S maks T : nilai target yang ditentukan pembeli S maks : standar deviasi maksimum proses Namun jika nilai target T tidak ditentukan oleh pelanggan, maka nilai T diganti dengan rataan proses dengan syarat nilai berada diatas nilai batas spesifik bawah yang ditetapkan LSL, sehingga persamaannya menjadi: LCL = – 1,5 x S maks : nilai rataan proses S maks : standar deviasi maksimum proses 5. Penentuan nilai kapabilitas proses Kapabilitas proses C pm merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Perhitungan kapabilitas proses hanya dilakukan untuk proses yang stabil. C pm = Namun jika proses hanya memiliki satu batas spesifik SL, maka digunakan persamaan sebagai berikut: C pm = Dengan: SL : nilai batas spesifik : nilai rataan proses s : nilai standar deviasi proses T : nilai target yang ditentukan pembeli C pm ≥ 2,0 : keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu, artinya proses berada dalam keadaan mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 1 ≤ C pm ≥ 1,99 : tri proses berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. C pm 1,0 : s industri berada dalam keadaan tidak mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Perusahaan