Kesimpulan Saran Analisis Daya Saing Ubi Jalar Cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat

61 LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Ubi Jalar Seluruh Provinsi Tahun 2009 Provinsi Luas Panen Ha ProduksiTon ProduktivitasKuHa Indonesia 183 874 2 057 913 111,92 Aceh 1 519 15 298 100,71 Sumatera Utara 12 359 140 138 113,39 Sumatera barat 4 153 77 476 186,55 Riau 1 230 9 736 79,15 Jambi 2 129 20 614 96,82 Sumatera Selatan 2 973 20 800 69,96 Bengkulu 2 197 20 930 95,27 Lampung 4 626 45 041 97,36 Bangka Belitung 600 4 828 80,47 Kepulauan Riau 185 1 427 77,18 DKI Jakarta 0,00 Jawa Barat 33 387 469 646 140,67 Jawa Tengah 8 767 147 083 167,77 DI Yogyakarta 574 6 687 116,50 Jawa Timur 16 203 162 607 100,36 Banten 2 942 34 549 117,43 Bali 6 285 78 983 125,67 Nusa Tenggara Barat 969 11 276 116,37 Nusa Tenggara Timur 12 902 103 635 80,32 Kalimantan Barat 1 519 11 735 77,25 Kalimantan Tengah 1 537 10 763 70,03 Kalimantan Selatan 2 617 29 968 114,51 Kalimantan Timur 3 439 31 947 92,90 Sulawesi Utara 5 430 53 121 97,83 Sulawesi Tengah 2 815 29 821 105,94 63 Sulawesi Selatan 5 370 68 372 127,32 Sulawesi Tenggara 3 183 25 577 80,36 Gorontalo 358 3 456 96,54 Sulawesi Barat 1 430 15 756 110,18 Maluku 2 612 22 338 85,52 Maluku Utara 3 492 30 381 87,00 Papua Barat 1 044 10 599 101,52 Papua 35 028 343 325 98,01 Sumber : Badan Pusat Statistik 2009 64 Lampiran 2. Deskripsi Varietas Ubi Jalar Cilembu Tahun dilepas : 8 Februari 2001 Asal :Desa Cilembu, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang Tipe : Merambat Umur : 5-7 bulan Bentuk daun : Menjari, pinggir daun rata Warna daun muda : Hijau keunguan Warna daun tua : Hijau keunguan Warna tulang daun : Bagian bawah hijau keunguan Warna tangkai daun : Hijau dengan lingkar ungu pada bagian ujung Panjang tangkai daun : 75-145 mm Warna bunga : Putih keunguan Warna batang : Hijau Panjang batang : 80-130 cm Warna kulit umbi : Krem kemerahan atau kuning Warna daging umbi mentah : Krem kemerahan atau kuning Warna daging umbi masak : Kuning Bentuk umbi : Panjang dan berurat nyata Rasa umbi : Enak, manis dan bermadu Tekstur umbi : Baik, tidak berair Rata-rata hasil : 12-17 tonha Potensi hasil : 20 tonha Ketahanan terhadap hama : Tahan penyakit kudis Elsinoe batatas, peka terhadap lanas Cilos formicarius Keunggulan : Bentuk umbi panjang, bobot bahan kering umbi tinggi Daerah adaptasi : Cocok ditanam di lahan sawah tadah hujan setelah tanaman padi pada elevasi 800-1000 m Pengkaji dan Peneliti : Hamzah Basah, Titi Mulyati, Endang Priatna, Lenny, Ateng, Ngadimin PS, Agus Trismana, Agoes Soetrisna, Asep Rustaman, Entin Kartini, 65 Endang Sufiadi, Musli Rosmali, Ujang Dinar Husyari, Pathmi Noerhatini, Rijanti Rahayu Maulani, H. Nurdin, Hadi Surachmat, Basuki Satyagaraha. Sumber : BPSBTPH Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta 2000. 67 Lampiran 4. Tabel Matriks Analisis Kebijakan PAM Pengusahaan Ubi Jalar Cilembu di Kabupaten Sumedang tahun 2011 bila terjadi kenaikan upah Keterangan Penerimaan Biaya Input Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 2.720 167 1677 876 Harga Sosial 9.325 324 1593 7.408 Dampak Kebijakan -6.605 -157 84 -6.532 Keterangan : Indikator Dayasaing Keunggulan Kompetitif : Nilai Keuntungan Privat KP 876 Rasio Biaya Privat PCR 0,66 Keunggulan Komparatif : Keuntungan Sosial KS 7.408 Rasio Sumberdaya Domestik DRC 0,18 Indikator Dampak Kebijakan Output Transfer Output OT -6.605 Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO 0,29 Input Transfer Input IT -157 Transfer Faktor TF 84 Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI 0,52 Input-Output Koefisien Proteksi Efektif EPC 0,28 Rasio Subsidi Produsen SRP -0,70 Koefisien Keuntungan PC 0,12 Transfer Bersih NT -6.532 68 Lampiran 5. Tabel Matriks Analisis Kebijakan PAM Pengusahaan Ubi Jalar Cilembu di Kabupaten Sumedang tahun 2011 bila terjadi Penurunan Jumlah Produksi Keterangan Penerimaan Biaya Input Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 1.360 167 1677 -484 Harga Sosial 4.663 324 1593 2.746 Dampak Kebijakan -3.303 -157 84 -3.230 Keterangan : Indikator Dayasaing Nilai Keunggulan Kompetitif : Keuntungan Privat KP -484 Rasio Biaya Privat PCR 1,4 Keunggulan Komparatif : Keuntungan Sosial KS 2.176 Rasio Sumberdaya Domestik DRC 0,37 Indikator Dampak Kebijakan Output Transfer Output OT -3.303 Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO 0,29 Input Transfer Input IT -157 Transfer Faktor TF 84 Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI 0,52 Input-Output Koefisien Proteksi Efektif EPC 0,27 Rasio Subsidi Produsen SRP -0,69 Koefisien Keuntungan PC -0,18 Transfer Bersih NT -3.230 69 Lampiran 6. Tabel Matriks Analisis Kebijakan PAM Pengusahaan Ubi Jalar Cilembu di Kabupaten Sumedang tahun 2011 bila Nilai Tukar Rupiah menjadi Rp 10.950US Keterangan Penerimaan Biaya Input Keuntungan Tradable Non Tradable Harga Privat 2.720 167 1.455 1.098 Harga Sosial 11.777 335 1.388 10.054 Dampak Kebijakan -9.057 -168 67 -8.956 Keterangan : Indikator Dayasaing Nilai Keunggulan Kompetitif : Keuntungan Privat KP 1.098 Rasio Biaya Privat PCR 0,57 Keunggulan Komparatif : Keuntungan Sosial KS 10.054 Rasio Sumberdaya Domestik DRC 0,12 Indikator Dampak Kebijakan Output Transfer Output OT -9.057 Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO 0,23 Input Transfer Input IT -168 Transfer Faktor TF 67 Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI 0,50 Input-Output Koefisien Proteksi Efektif EPC 0,22 Rasio Subsidi Produsen SRP -0,76 Koefisien Keuntungan PC 0,11 Transfer Bersih NT -8.956 ANALISIS DA DI KABUPAT DEPA FAKULTAS INSTIT AYA SAING UBI JALAR CILEMBU ATEN SUMEDANG JAWA BARAT SKRIPSI ANA HOERIDAH H34086006 PARTEMEN AGRIBISNIS S EKONOMI DAN MANAJEMEN ITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iii iv RINGKASAN ANA HOERIDAH. Analisis Daya Saing Ubi Jalar Cilembu di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Di bawah bimbingan TINTIN SARIANTI. Dalam struktur perekonomian Indonesia, sektor pertanian sangat berperan penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Tetapi sektor ersebut tidak dipersiapkan untuk bersaing dengan negara lain. Berdasarkan data dari global competitiveness report Tahun 2010-2011, daya saing global Indonesia berada pada urutan 44 tetapi Indonesia masih berada pada tahap factor driven ke efficiency driven. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia belum bisa mencapai efisiensi, terutama pada produk-produk pertanian seperti ubi jalar yang masih banyak diekspor dalam keadaan segar sehingga menyebabkan harga jual menjadi rendah. Indonesia berpotensi untuk budidaya ubi jalar dikarenakan sumber daya alam yang melimpah yang bisa menghasilkan ubi berkualitas baik. Pada Tahun 2009, Jawa Barat merupakan sentra produksi dan memiliki dua Kabupaten yang bisa menghasilkan ubi yang dipasarkan ke luar negeri. Ubi Cilembu merupakan komoditi unggulan yang telah diekspor ke Malaysia, Singapura, Jepang dan Hongkong. Berdasarkan sembilan indikator utama daya saing daerah, pengusahaan ubi Cilembu memiliki lima kendala dan empat peluang. Kendala tersebut diantaranya teknologi, kebijakan pemerintah daerah, perekonomian daerah, manajemen, dan sistem keuangan sedangkan peluang yang ada adalah pasar yang terbuka lebar ekspor, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan. Berkaitan dengan peluang dan kendala, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing keunggulan kompetitif dan komparatif dan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan ubi Cilembu di Kabupaten Sumedang. Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu Kecamatan Tanjungsari dan Desa Nagarawangi Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan secara sengaja purposive sampling dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2011. Metode pengambilan responden dilakukan secara sengaja sebanyak 50 orang dan memenuhi kriteria, memiliki lahan sendiri, melakukan usahatani ubi lebih dari lima tahun, dan merupakan anggota kelompok tani. Terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu menggunakan alat analisis yang sama yaitu Policy Analysis Matrix PAM dan analisis sensitivitas. Sedangkan perbedaannya adalah produk, tujuan ekspor dan lembaga pemasaran. Hasil RC 1,01 dari perhitungan biaya usahatani menunjukkan bahwa dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan maka mendapatkan penerimaan satu rupiah atau dengan kata lain pengusahaan ubi Cilembu mendapatkan laba normal. Dan yang didapatkan dengan menggunakan analisis PAM menunjukkan bahwa pengusahaan ubi Cilembu di Kabupaten Sumedang memiliki keuntungan finansial maupun ekonomi serta memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Hal tersebut bisa dilihat dari indikator KP Rp 1.098,00 dan KS Rp 7.613,00 yang positif. Sedangkan keunggulan kompetitif dan komparatif dapat dilihat dari nilai PRC 0,56 dan DRC 0,15. Nilai PCR mengindikasikan bahwa pengusahaan ubi v Cilembu, bisa membiayai input domestik pada harga privat dan nilai DRC menunjukkan secara ekonomi efisien bila diproduksi di dalam negeri. Dampak kebijakan pemerintah terhadap output dapat dilihat dari indikator TO dan NPCO. Nilai TO yang diperoleh yaitu negatif Rp -6.605,00 menunjukkan bahwa tidak ada subsidi pemerintah terhadap ubi Cilembu misalnya anggaran untuk meningkatkan produksi sehingga harga produsen lebih rendah dibandingkan dengan harga sosialnya. Nilai NPCO yang didapat yaitu 0,29 sehingga kebijakan yang ada tidak menambah penerimaan untuk petani. Kebijakan terhadap input menilai indikator TI, NPCI dan TF. Nilai TI yang diperoleh yaitu negatif Rp 157,00 menunjukkan adanya subsidi pemerintah terhadap input tradable contohnya pupuk Urea, SP-36 dan KCL, sehingga petani membeli lebih murah dari harga yang seharusnya. Nilai NPCI yang diperoleh adalah 0,52 mengindikasikan bahwa pemerintah bersifat protektif terhadap pupuk. Sedangkan TF yang diperoleh yaitu Rp 67,00 terjadi subsidi negatif, artinya petani membayar lebih mahal input bibit, pupuk kandang, tenaga kerja dan lahan. Kebijakan yang terakhir adalah kebijakan secara keseluruhan yaitu input- output yang dapat ditunjukkan dengan indikator EPC, TB, PC dan SRP. Nilai EPC adalah 0,28 sehingga kebijakan pemerintah belum melindungi produsen domestik secara efektif dan menyebabkan tidak ada surplus produsen. Hal ini dapat terlihat dari indikator TB yang negatif Rp 6.515,00 dan PC 0,14. Nilai SRP yang diperoleh adalah negatif 0,70 menyebabkan petani mengeluarkan biaya lebih besar dari biaya sosial untuk berproduksi. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan apabila terjadi kenaikan upah tenaga kerja dan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika masih menguntungkan secara finansial maupun ekonomi dan tetap memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Sedangkan bila terjadi penurunan jumlah produksi sampai 50 persen, pengusahaan ubi jalar tidak menguntungkan secara finansial dan tidak memiliki keunggulan kompetitif walaupun masih menguntungkan secara ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif. 1 I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam struktur perekonomian Indonesia, sektor pertanian sangat berperan penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Tetapi pada kenyataannya, sektor tersebut tidak dipersiapkan untuk dapat bersaing dengan negara lain. Pada tahun 2010, pertumbuhannya hanya sekitar 3 persen, lebih rendah dari sektor pengangkutan dan komunikasi 12 persen, perdagangan 9 persen, dan jasa 4,9 persen, padahal sektor tersebut diperlukan untuk mendukung sektor lain sebagai bahan baku. Berdasarkan data dari global competitiveness report Tahun 2010-2011, daya saing global Indonesia berada pada urutan 44 yang pada tahun sebelumnya berada pada peringkat 54. Walaupun ada peningkatan peringkat tetapi Indonesia masih berada pada tahap factor driven ke efficiency driven. Transisi tersebut menegidikasikan bahwa Indonesia, sudah memperbaiki sistem pemerintahan, infrastruktur, lingkungan makroekonomi, kesehatan dan pendidikan, tetapi belum mengoptimalkan pilar pendidikan yang tinggi, efisiensi pasar barang, tenaga kerja, pembangunan pasar finansial, perluasan pasar dan teknologi 1 . Pentingnya daya saing dalam perdagangan internasional, dikarenakan adanya peluang pasar dan globalisasi yang bisa mengakibatkan negara-negara baru bersaing satu sama lain. Apabila suatu negara tidak bisa meningkatkan daya saing, maka produk-produk impor menjadi semakin banyak dan akan mempengaruhi perekonomian nasional. Kondisi daya saing produk-produk pertanian di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Jepang, Singapura dan Cina. Indonesia masih mengekspor produk pertanian dalam bentuk segar sehingga harga jualnya rendah dan tidak bisa bersaing dengan produk olahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi. 1 WEF_Global Competitiveness report 2010-2011. www3.weforum.orgdocs. 2 Ubi Jalar merupakan salah satu produk pertanian yang telah diekspor dalam bentuk segar maupun pasta. Indonesia memiliki lahan yang luas dan cocok untuk ditanami ubi jalar, tetapi permasalahan yang ada terkait dengan daya saing, jumlah produk bukan merupakan parameter tetapi kualitas produk yang lebih diutamakan. Peningkatan kualitas dapat dicapai melalui Standarisasi Produk Nasional dengan menggunakan logo SNI pada setiap produk yang dipasarkan di dalam dan di luar negeri diekspor, logo SNI untuk ubi jalar adalah SNI 01-4493-1998 2 . Salah satu kebijakan yang telah direalisaikan yaitu dengan melakukan akreditasi terhadap Laboratorium penguji Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi- umbian Balitkabi untuk mendapatkan jaminan tertulis tentang mutu suatu produk. Berdasarkan Nutrition Action Health letter, USA, ubi jalar menempati rangking satu dari 58 jenis sayuran sehingga disebut Sweet Potatoes is The King of Vegetables dan menurut WHO, ubi jalar mengandung vitamin A empat kali lebih tinggi dari wortel dan mengandung beta caroten serta antociamin 3 . Indonesia berpotensi dalam pengembangan ubi jalar yang dapat dijadikan komoditi unggulan pada setiap wilayah yang mengindikasikan setiap propinsi bisa membudidayakan komoditi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Peningkatan produksi tidak diimbangi dengan rata-rata konsumsi per kapita yaitu hanya 2,064 kgkapitatahun dibandingkan dengan beras 84,24 kgkapitatahun sebagai makanan pokok. Menurut data BPS 2009, konsumsi pangan dari tahun 2008- 2009 mengalami penurunan rata-rata sebesar 1 persen dapat dilihat pada Tabel 1. 2 SNI penguat Daya Saing Bangsa. http:docs.google.com. 3 15 Februari 2009. Telo Ubi jalar Indonesia diminati Jepang dan Korea. Edisi 816. Agrobis : Hlm 29. http:onlinebuku.com20090312 3 Tabel 1. Konsumsi Rata-rata per Kapita Kg Beberapa Bahan Pangan Tahun 2008 dan 2009 Jenis Bahan Makanan 2008 2009 Beras LokalKetan 86,256 84,24 Jagung basah dengan kulit 1,152 0,576 Ketela pohon 7,056 5,088 Ubi Jalar 2,448 2,064 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 diolah Pada tahun 2009, Jawa Barat merupakan propinsi sentra produksi ubi jalar di Indonesia yang memiliki produksi terbesar yaitu 469.646 ton dengan luas panen 33.387 ha dan produktivitas 140,67 kuha. Menurut data badan pusat statistik luas panen dan produksi ubi jalar di Jawa Barat berfluktuasi tiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Ubi Jalar Provinsi Jawa Barat Tahun Luas Panen Ha Produktivitas KuHa Produksi Ton 2006 29.805 130,53 389.043 2007 28.096 133,73 375.714 2008 27.252 138,15 376.490 2009 33.387 140,67 469.646 2010 30.071 143,32 430.969 Sumber : Badan Pusat Statistik 2011 Produktivitas total dari semua varietas yang ditanam menunjukkan adanya peningkatan, tetapi jika dilihat dari masing-masing varietas menunjukkan penurunan misalnya varietas ubi Cilembu yang disebabkan oleh teknologi budidaya yang masih tradisional, faktor cuaca dan hasil rata-rata produktivitas paling rendah diantara varietas unggulan yang telah di lepas tahun 1977-2003 Tabel 3. 4 Tabel 3. Varietas Unggul Ubi Jalar yang telah di lepas oleh Pemerintah Tahun 1977-2003 No Varietas Tahun Pelepasan Rata-rata hasil TonHa Umur Bln 1 Daya 1977 23 4 2 Borobudur 1981 25 3,5-4 3 Prambanan 1982 28 - 4 Muara Takus 1995 30-35 4-4,5 5 Mendut 1989 35 4 6 Kalasan 1991 40 2-3,5 7 Cangkuang 1998 30-31 4-4,5 8 Sewu 1998 28,5-30 4-4,5 9 Cilembu 2001 20 6-7 10 Sari 2001 30-35 3,5-4 11 Boko 2001 25-30 4-4,5 12 Sukuh 2001 25-30 4-4,5 13 Jago 2001 25-30 4-4,5 14 Kidal 2001 25-30 4-4,5 15 Shiroyutaka 2003 25-30 4-4,5 Sumber : Hilman, Yusdar, dkk dalam Jafar 2004 Jawa Barat memiliki dua Kabupaten sebagai sentra produksi ubi Jalar, yaitu Kuningan dan Sumedang. Di Kuningan para petani menanam varietas AC dan Bogor yang diekspor ke Jepang dan Korea dalam bentuk pasta, sedangkan di Sumedang memiliki komoditi unggulan yaitu Cilembu yang telah diekspor ke Jepang, Singapura, Hongkong, dan Malaysia. Sejak Tahun 2003, pengembangan ubi Cilembu dilakukan di Kabupaten Bandung, Cianjur, Purwakarta dan Sukabumi. Walaupun pada Tabel 3, produktivitas ubi Cilembu dapat mencapai 20 tonHa, tetapi pada kenyataannya hanya 11 tonHa dikarenakan penggunaan bibit yang terus menerus dan tidak ada upaya pemuliaan tanaman teknologi untuk 5 mempertahankan kualitas ubi tersebut supaya bisa bersaing dengan varietas lain baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Potensi daya saing dapat ditingkatkan melalui program OVOP one village one product yang berarti satu daerah satu produk. Program tersebut merupakan kerjasama antara Kementrian Koperasi dengan berbagai Usaha Kecil Menengah UKM sejak tahun 2008 setelah ada kebijakan penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78 tahun 2007 tentang penerapan pendekatan OVOP untuk pengembangan IKM. Program OVOP adalah program yang diarahkan untuk menghasilkan satu jenis komoditi unggulan yang berada dalam suatu kawasan tertentu yang berarti suatu desa. Adapun unsur-unsur yang melatarbelakangi adanya program tersebut adalah adanya kesesuaian potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, permodalan yang memadai, pemanfaatan teknologi, dan dukungan pemerintah untuk menjadikan suatu daerah sebagai penghasil produk berbasis lokal namun berdaya saing global. Ubi Cilembu merupakan varietas yang paling rendah produktivitasnya dibandingkan dengan varietas lain, tetapi apabila dilihat dari segi ekonomi, ubi Cilembu memiliki harga jual yang tinggi. Di Jawa Barat, Ubi Cilembu mentah di tingkat pedagang besar seharga Rp 5.000,00-6.000,00 sedangkan untuk varietas AC dan Bogor hanya seharga Rp 2.400,00. Harga yang lebih tinggi, dikarenakan ubi Cilembu sudah terkenal di domestik dan luar negeri serta memiliki brand tersendiri yang menjadi nilai jual. Daerah pemasaran domestik meliputi Pulau Jawa, Bali dan Sumatera, biasanya ubi Cilembu digunakan sebagai bahan baku industri untuk diolah menjadi makanan seperti keripik, tape, dodol, keremes, selai, saus, tepung, aneka kue, mie, es krim dan sirup, sedangkan di luar negeri dipasarkan di Jepang dijadikan sebagai bahan pangan tradisional, diolah menjadi ethanol, bahan baku kosmetik dan minuman khas Jepang shake serta di Malaysia diolah dengan cara dioven. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Pasundan dan Fakultas Pertanian Universitas Widyatama, Bandung, ubi Cilembu mengandung karbohidrat 60,72 persen, protein 1,4 persen, 6 lemak 0,7 persen, gula total 14,16 persen, sukrose 8,47 persen, vitamin C 80 mg, riboflavin 0,4 mg, niacin 0,6 mg, dan tanin 0,1 mg100 gram 4 . Sebagai varietas unggul, ubi Cilembu sangat disukai oleh pelaku usahatani maupun konsumen dan menduduki peringkat teratas pesanan internasional seperti Jepang, Korea, dan Malaysia. Negara yang menjadi importir yaitu Jepang dengan mengimpor 15 ton per dua minggu, sedangkan untuk negara Singapura dan Vietnam masih dalam tahap penjajakan 5 . Tetapi pada tahun 2010, ekspor ke Singapura sebanyak 10 ton dan Hongkong 4 ton per dua minggu telah direalisasikan. Dengan adanya pasar yang terbuka lebar bisa menjadi peluang untuk menjadikan ubi Cilembu sebagai komoditi daerah yang bisa bersaing di pasar internasional guna menambah pendapatan daerah setempat maupun sebagai devisa negara.

1.2 Perumusan Masalah

Ubi Cilembu merupakan komoditi unggulan di Kabupaten Sumedang, dan terdapat dua Desa yang menjadi sentra produksi Ubi Cilembu yaitu Cilembu Kecamatan Pamulihan dan Nagarawangi Kecamatan Rancakalong. Dua desa tersebut mempunyai luas panen, produktivitas, dan produksi ubi jalar pada Tahun 2010 yang paling besar diantara 10 kecamatan lainnya. Produktivitasnya bisa mencapai 14 tonHa, dengan produksi 3 ton dan luas tanam rata-rata 2.300 Ha. Sehingga dua desa tersebut mengindikasikan bahwa keadaan tanah dan iklimnya lebih cocok dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Selain itu, menanam ubi jalar sudah menjadi aktivitas secara turun-temurun, sehingga lebih banyak pengalaman yang didapatkan oleh petani yang berpengaruh terhadap jumlah produksi. 4 Dwi Wiyana dan Rana Akbari. 24 Desember 2004. Ubi Cilembu Naik Pamor. Tempo.http:www.arsip.netidlink.php?lh 5 TMA. 16 Desember 2004. Ubi Cilembu Sumedang Rambah Pasar Vietnam. Gatra. http:www.gatra.comartikel.php?id=50639