Penelitian Tentang Ubi Jalar Cilembu
16 Pada tahun 2000, terjadi peningkatan harga gas, sehingga pada tahun 2001,
pemerintah kembali memberikan subsidi dalam bentuk insentif gas domestik IGD sebagai bahan baku untuk produksi pupuk Urea walaupun jumlah nya tidak
terlalu besar PSEKP 2005. Tahun 2003 harga pupuk dunia menjadi meningkat, sehingga pemerintah
meningkatkan dan memperluas subsidi, tidak hanya untuk pupuk Urea, tetapi untuk pupuk lainnya seperti SP-36, ZA dan NPK. Subsidi gas dinilai tidak efisien
karena lebih tinggi harga pupuk eceran dibandingkan dengan HET, volume penyaluran tidak dapat dipastikan dan tidak tegasnya wilayah tanggung jawab
distribusi. Dengan adanya ketidakefisienan tersebut, maka pada tahun 2006, mekanisme pupuk berubah menjadi subsidi harga PSEKP 2006.
Kebijakan ini berawal dari adanya peraturan Presiden RI Nomor 77 tahun 2005 tentang pengawasan yang meliputi pengadaan dan penyaluran jenis, jumlah,
mutu, wilayah dan waktu. Harga eceran tertinggi Rpkg untuk pupuk Urea Rp 1.200,00, SP-36 Rp 1.550,00, ZA Rp 1.050,00, NPK Phonska Rp 1.750,00 dan
pupuk organik Rp 500,00. Subsidi ditujukan untuk petani tanaman pangan, hortikultura, dan pekebun rakyat.
Pada tahun 2008, Kebijakan baru Permentan Nomor 42 memberikan bantuan langsung, jumlah dan alokasi terdiri dari 41.796,5 ton pupuk NPK,
835.930,5 liter pupuk organik cair dan 125.389,5 ton pupuk organik padat. Walaupun ada kebijakan baru bantuan langsung, bantuan pemerintah
terhadap petani Ubi Cilembu masih menggunakan kebijakan Tahun 2005 yaitu menggunakan harga eceran tertinggi HET dan penyaluran pupuk bersubsidi di
untuk Kecamatan Rancakalong dan Pamulihan pada tahun 2010 masing-masing sebanyak 1.072 dan 616,50 ton Urea, 189 dan 91 ton SP-36, 206 dan 150 ton
KCL, 524 dan 377 ton NPK Phonska.