Perencanaan pengembangan kawasan yang mendukung keberlanjutan

pula perencanaan buffer zone di sekeliling kawasan dan pagar pembatas permanen yang membatasi kawasan situs. Pemerintah dan pengelola juga sebaiknya merelokasi rumah warga yang masih ada di dalam kawasan situs.

5.5 Usulan dan Rekomendasi Pelestarian

5.5.1 Konsep Dasar Pelestarian Situs Ratu Boko yang dulunya diduga dimanfaatkan sebagai permukiman dan sebagai tempat beribadah, memiliki keterkaitan erat dengan alam sekitarnya. Konsep ruang pembangunan situs ini berdasarkan filosofisnya diduga kuat berdasar pada konsep kosmologis atau konsep yang mengutamakan keharmonisan antar alam dan manusia. Konsep dasar pelestarian Situs Ratu Boko ini adalah pelestarian kawasan Situs Ratu Boko untuk membentuk suatu kesatuan lanskap yang berkelanjutan, baik dari aspek sejarah, sosial, dan wisatanya. Konsep ini dilihat dari konsep dasar tatanan secara filosofis yaitu konsep kosmologis, keberadaan kawasan di sekitar situs, dan pengaruh masyarakat dan pemerintah dalam menjaga kelestarian situs. Letak situs yang berada di perbukitan yang berlereng haruslah seimbang dengan pemanfaatan lahan di sekitarnya. Tujuannya adalah agar situs yang bernilai sejarah ini berjalan beriringan dengan lanskap kawasan sekitar dan budaya masyarakat yang tinggal di sekitar situs. Peran pemerintah sebagai pengelola juga sangatlah penting dalam menjaga keterkaitan serta pengembangan kawasan sekitar agar tetap mendukung Situs Ratu Boko. 5.5.2 Zonasi Pelestarian Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan sebelumnya, strategi pelestarian dan pengelolaan yang perlu dilakukan untuk Situs Ratu Boko adalah hold and maintance. Prinsip pelestarian ini adalah mempertahankan dan melestarikan kesatuan kawasan di dalam situs dan di luar situs, serta memanfaatkannya untuk menunjang kehidupan saat ini sesuai dengan kebijakan pemerintah dan perkembangan zaman. Oleh karena itu perlu dilakukan pembagian zona agar upaya pelestarian dan pengelolaan dapat selaras dengan pemanfaatan kawasannya. Zonasi pelestarian ini adalah implementasi untuk melakukan srategi pelestarian yang telah didapatkan dari analisis SWOT. Zonasi pelestarian yang diusulkan merupakan revisi zonasi pelestarian yang telah ditentukan oleh pengelola BP3 dan pemerintah RDTR. Menurut UU No. 11 tahun 2010 pasal 72-73 mengenai benda cagar budaya, zonasi pelestarian dibagi menjadi empat zona, yaitu zona inti perlindungan, zona penyangga, dan zona pengembangan. Dalam PP No. 10 Tahun 1993 dijabarkan definisi mengenai zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, danatau zona penunjang. Zona inti perlindungan, yaitu kawasan atau lokasi yang di dalamnya terdapat benda cagar budaya yang dilindungi, zona penyangga adalah kawasan di sekitar situs yang berfungsi sebagai penyangga bagi kelestarian situs, sedangkan zona pengembangan adalah kawasan di sekitar zona penyangga atau zona inti yang dapat dikembangkan untuk difungsikan sebagai sarana sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya dan situsnya. Untuk usulan zonasi pelestarian kawasan Situs Ratu Boko, dibagi menjadi dua zona sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 dan kebutuhan pelestarian. Zona pelestarian yang diusulkan, yaitu zona inti dan zona penyangga. Untuk zona pengembangan mengikuti yang telah ada saat ini. Hal ini dikarenakan zona pengembangan yang ada saat ini telah baik dalam pengembangannya. Diagram konsep zonasi pelestarian dapat dlihat pada Gambar 62. Gambar 62 Diagram Konsep Zonasi Pelestarian 1. Zona Inti Zona inti merupakan zona yang berfungsi untuk melindungi situs sejarah. Pada zona ini terdapat elemen sejarah yang harus dilindungi. Zona inti yang ditetapkan disesuaikan dengan luasan yang zona inti yang telah ditetapkan oleh BP3. Tidak adanya perluasan atau penyempitan untuk zona inti ini. Zona inti perlindungan adalah seluruh kawasan Situs Ratu Boko yang termasuk ke dalam