dusun, 19 RW, dan 45 RT. Jumlah masyarakat Desa Sambirejo yaitu 5.657 jiwa yang terdiri dari 3.025 jiwa yang berusia di atas 17 tahun dan 2.632 penduduk
sebagai pemohon KTP. Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Desa Bokoharjo antara lain,
agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha dengan mayoritas masyarakat beragama Islam. Sama halnya dengan Desa Bokoharjo, agama Islam merupakan
agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Desa Sambirejo. Agama yang dianut masyarakat Desa Bokoharjo dan Desa Sambirejo dapat dilihat pada Tabel
11 dan Tabel 12. Tabel 11 Agama yang Dianut Masyarakat Desa Bokoharjo
No. Agama
Jumlah Orang 1.
Islam 9.777
2. Kristen
218 3.
Katolik 279
4. Hindu
7 5.
Budha Sumber: BAPPEDA, 2007
Tabel 12 Agama yang Dianut Masyarakat Desa Sambirejo No.
Agama Jumlah Orang
1. Islam
4.828 2.
Kristen 14
3. Katolik
136 4.
Hindu 28
5. Budha
Sumber: BAPPEDA, 2007 Desa Bokoharjo dan Desa Sambirejo yang terletak di perbukitan memiliki
lahan pertanian dan perkebunan yang produktif. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Timoho dan Jabung tahun 1999 dan pengamatan di tapak, Desa Bokoharjo dan
Desa Sambirejo didominasi dengan ladangtegalan dan sebagian sawah irigasi. Dengan kualitas lahan yang cukup baik, masyarakat setempat memanfaatkannya
sebagai sumber penghasilan. Hasil pertanian yang banyak dihasilkan oleh masyarakat yaitu, padi, jagung, kacang tanah, dan berbagai jenis buah-buahan
mangga, rambutan, pepaya, pisang, nangka, sawo, dan lainnya.
Mata pencaharian penduduk Desa Bokoharjo yaitu, petani, PNS, TNI,dan lain-lain. Namun sebagian besar masyarakat Desa Bokoharjo bermata pencaharian
sebagai petani dan yang paling sedikit adalah sebagai TNIPOLRI, yaitu hanya sebanyak 61 orang. Jenis pekerjaan utama kepala keluarga di Desa Bokoharjo
dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga Desa Bokoharjo
No. Mata Pencaharian
Jumlah Orang 1.
PNS 547
2. TNIPOLRI
61 3.
Swasta 148
4. Petani
1274 5.
Tukang 628
6. Lain-lain
3175 7.
Tidak Bekerja 558
Sumber: BAPPEDA, 2007 Jenis pekerjaan utama di Desa Sambirejo petani dan tukang, hal ini dilihat
dari jumlah kepala keluarga yang bermata pencaharian sebagai petani dan tukang yaitu sebanyak 330 kepala keluarga. Sedangkan profesi yang paling sedikit
dijadikan mata pencaharian oleh masyarakat Desa Sambirejo adalah TNIPOLRI, yaitu hanya sebanyak 8 orang. Jenis pekerjaan kepala keluarga di Desa Sambirejo
dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga Desa Sambirejo
No. Mata Pencaharian
Jumlah Orang 1.
PNS 14
2. TNIPOLRI
8 3.
Swasta 165
4. Petani
330 5.
Tukang 330
6. Lain-lain
397 7.
Tidak Bekerja 68
Sumber: BAPPEDA, 2007 Fasilitas bidang pemerintahan yang terdapat di Desa Bokoharjo antara lain
Kantor Camat, Kantor Desa, Balai Desa, Koramil, dan KUA. Pada Desa Sambirejo, fasilitas yang tersedia hanya kantor desa dan balai desa. Banyaknya
sarana pemerintah yang tersedia di Desa Bokoharjo dan Desa Sambirejo dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Jenis Sarana Pemerintahan di Desa Bokoharjo No. Jenis Fasilitas
Jumlah Buah 1.
Kantor Camat 1
2. Kantor Desa
1 3.
Balai Desa 1
4. Koramil
1 5.
KUA 1
Sumber: BAPPEDA, 2007
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Tatanan Lanskap Situs Ratu Boko
5.1.1 Karakteristik Lanskap Alami Situs Ratu Boko diduga telah dihuni sejak tahun 700 Masehi sampai dengan
1400 Masehi. Secara administratif, kawasan Situs Ratu Boko terletak di antara perbukitan yang merupakan rangkaian pegunungan zona Gunung Kidul dengan
ketinggian 110-229 meter di atas permukaan air laut. Di sebelah utara kawasan dibatasi oleh lereng perbukitan, di sebelah barat, timur, dan selatan dibatasi oleh
lembah dan bukit-bukit yang merupakan bagian dari zona Gunung Kidul Gambar 10. Situs Ratu Boko yang dibangun pada abad VIII M mempunyai dua latar
belakang keagamaan yang berbeda, yaitu agama Hindu dan agama Budha. Sifat buddhisme yang terkandung dalam situs dapat dilihat dengan temuan arca-arca
budha, reruntuhan stupa, dan stupika stupa dengan ukuran yang lebih kecil dan
terbuat dari tanah liat. Digunakan sebagai benda pelengkap upacara, sedangkan sifat Hinduisme dilihat dari penemuan prasasti yang mengandung keterangan
tentang pendirian lingga yaitu Lingga Krrtvaso, Lingga Tryambaka, dan Lingga Hara. Lingga merupakan perwujudan Dewa Siwa, yaitu dewa dengan tingkatan
tertinggi dalam kepercayaan Trimurti kepercayaan Hindu dengan arti tiga manifestasi dari Sang Hyang Widhi, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa
Siwa di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa Situs Ratu Boko merupakan bangunan yang berfungsi sebagai keraton kuno.
Beliau membandingkan unsur-unsur serta bagian-bagian bangunan yang ada di Situs Ratu Boko dengan keraton awal di India Subroto, 1990. Sebagian besar
terdapat kesamaan antara keduanya sehingga dapat disimpulkan bahwa Situs Ratu Boko berfungsi sebagai tempat tinggal.
Letak situs yang berada pada perbukitan diduga karena didasari pada konsep kosmologis. Konsep kosmologis merupakan konsep spiritual yang mendasari
kebudayaan di Asia Tenggara. Konsep ini adalah konsep yang mengedepankan kesejajaran atau keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos, yaitu
antara alam semesta dan dunia manusia. Diduga alasan dibangunnya situs ini di atas perbukitan selain karena kesakralan dalam melakukan ibadah juga erat
kaitannya dengan faktor kekuasaan Di sisi lain situs permukiman yang berupa
keraton ini memilih dibangun di perbukitan karena mengutamakan faktor keamanan dan faktor pencaharian. Bahan yang digunakan dalam pembangunan
adalah kayu dan batu karena disesuaikan dengan iklim dan lingkungan. Selain itu bentuk konstruksi bagian atapnya selalu mempunyai sudut kemiringan cukup
tajam. Bahan atap yang digunakan pada zaman dahulu diduga adalah ijuk, daun- daunan, dan sirap, sedangkan bagian lantainya ditinggikan dengan batur atau
disangga oleh beberapa tiang
1
. Apabila diduga sebagai tempat permukiman, seharusnya kondisi lingkungan
dapat mendukung kehidupan manusia di dalamnya. Hal yang paling menonjol dari ciri permukiman adalah sumber air yang cukup dan kesuburan tanah. Namun
dilihat dari data yang diperoleh serta pengamatan lapang, situs ini berada pada keadaan lingkungan yang tandus dan gersang. Hal tersebut dipengaruhi oleh
ketinggian rangkaian perbukitan Boko yang ada pada ketinggian yang cukup rendah, yaitu 229 m di atas permukaan laut. Jika dilihat dari segi jenis tanah yang
terkandung, karena susunan tanah terdiri dari lempung abu-abu, lempung abu-abu kerikil putih, lumpur lempung cokelat berlapiskan cadas, lumpur lempung kerikil,
dan cadas muda, maka jenis tanah seperti ini cenderung keras dan kurang baik dalam pertanian dan perkebunan.
Situs yang diduga sebagai permukiman ini terletak di perbukitan yang bentukan lahannya sangat rentan terhadap erosi dan tanah longsor, terutama pada
kawasan yang minim vegetasi. Hal yang menyebabkan kawasan ini rentan dengan erosi dan tanah longsor adalah lapisan tanahnya yaitu grumosol dan latosol yang
memiliki ketebalan yang sangat tipis. Keadaan tanah dengan sifat yang minim akan ketersediaan air tanahnya berakibat kurang baik untuk budidaya tanaman
terutama pada musim kemarau. Dengan kondisi lahan seperti yang dijelaskan sebelumnya menunjukkan
secara geografis dan secara geologis kurang memenuhi syarat untuk dijadikan tempat permukiman, terutama dalam kendala kurangnya sumber air sebagai
kebutuhan utama manusia. Tanah juga kurang menyerap air hujan dengan baik disebabkan jenis tanah grumosol yang mengandung pasir sehingga air tidak
mudah terikat oleh partikel tanah. Selain itu adanya sedimentasi batuan di bawah
1
Sumber: Wawancara dengan Ketua Pengelola Situs Ratu Boko BP3 DIY Februari, 2011