Formulasi Rencana Pengelolaan dan Pelestarian

Candi Bhadraloka. Pada kurun waktu itu, kawasan Situs Ratu Boko disebut Walaing, diketahui dari prasasti Mantyasih yang menyebutkan bahwa penulis prasasti, yaitu Pu Tarka, berasal dari Walaing. Selain itu, karakter agama Hindu juga dapat dilihat dari temuan-temuan berbentuk yoni, tiga buah miniatur candi yang bersifat Hiduistik, arca Balarama, arca Durga, dan arca Ganesha. Para ahli memperkirakan bahwa Situs Ratu Boko telah dihuni pada sekitar 600 M700 M sampai 1400 M. Namun hingga saat ini, masih belum diketahui fungsi dari Situs Ratu Boko. Selain menggunakan data-data non tekstual bangunan, arca, keramik, gerabah, dan artefak-artefak lain, digunakan juga data tekstual seperti prasasti untuk mengetahui latar belakang sejarah Situs Ratu Boko. Adapun prasasti- prasasti yang pernah ditemukan di situs ini, antara lain Soenarto, Subroto, dan Santoso, 1993: a. Lima fragmen prasasti berhuruf Prenagiri dan berbahasa Sansekerta. Fragmen prasasti ini ditemukan di dekat batur A. Meskipun sudah tidak utuh lagi tetapi masih dapat diketahui bahwa prasati ini berhubungan dengan pendirian bangunan suci untuk Awalokiteswa, yaitu salah satu Bodhisatwa dalam agama Budha khususnya aliran Mahayana. b. Tiga prasasti berhuruf Jawa Kuno, dalam bentuk syair Sansekerta. Penemuan prasasti ini sudah tidak diketahui lagi secara pasti, namun diperkirakan masih di sekitar Situs Ratu Boko. Dua diantaranya memuat angka tahun 778 M dan 856 M, berisi tentang pendirian Lingga Kerrtivaso dan Lingga Tryambaka. Sebuah prasasti lainnya berisi tentang sebuah Lingga Hara. c. Sebuah prasasti berbahasa dwilingual Sansekerta-Jawa Kuno. Prasasti ini ditemukan di desa Pereng tidak jauh dari Ratu Boko. Prasasti yang ditulis pada tahun 785 Saka atau 863 M berisi tentang pendirian sebuah bangunan suci untuk Dewa Siwa yang bernama Badraloka. Pendirian bangunan ini diperintahakan oleh Rakai Walaing pu Kumbhayani. d. Sebuah tulisan singkat inskripsi pada lempengan emas. Inskripsi ini ditemukan di dalam peripih periuk perunggu di bawah bak penampung air. Prasasti ini diterjemahkan oleh Rita Margaretha, bunyinya: Om Rudra yana puh Swaha yang berarti: Demikianlah perjalanan Dewa rudra menghancurkan surgalangit. Dari isi beberapa prasati atau artefak lain yang ditemukan di situs, beberapa gambaran yang berkaitan dengan dengan Situs Ratu Boko, sebagai berikut: a. Prasasti yang ditemukan berasal dari abad VIII sampai abad IX. Dapat diperkirakan bahwa Situs Ratu Boko berdiri paling tidak dimulai pada abad VIII sampai abad IX. b. Prasasti-prasasti yang ditemukan pada abad VIII hanya menggunakan huruf Prenagari dan bahasa Sansekerta berisi tentang pendirian bangunan suci yang bersifat Budha. Sedangkan prasasti yang berasal dari IX, ada yang menggunakan bahasa Sansekerta, ada pula yang menggunakan bahasa Jawa Kuna. Isi dari prasasti tersebut tentang pendirian bangunan suci yang bersifat Hindu. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, Situs Ratu Boko dibangun sekitar abad ke VIII M dan mempunyai dua latar belakang keagamaan yang berbeda yaitu Budha dan Hindu. Diketahui pula bahwa pada masa klasik di Situs Ratu Boko sudah ada kerukunan beragama yang saling berdampingan.

4.3 Kondisi Biofisik dan Fisik

4.3.1 Iklim Iklim kawasan Situs Ratu Boko dan sekitarnya dibagi menjadi beberapa komponen iklim mikronya, yaitu curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara. a. Curah Hujan Berdasarkan Dinas Perhubungan D.I. Yogyakarta pada tahun 2008, curah hujan di Kabupaten Sleman tertinggi 22,8 mm dengan hari hujan terbanyak 27 hari dalam satu bulan. Data curah hujan dari Laboratorium Hidrometereologi 2004 dalam skripsi Yulianto 2004 pada Stasiun Adisujipto, nilai tertinggi mencapai 383,0 mm pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus dengan nilai 5,6 mm. Nilai curah hujan pada Stasiun Adisjipto tahun 2004 dari stasiun Adisutjipto dapat dilihat pada Tabel 10. b. Suhu Udara Temperatur di Kabupaten Sleman memiliki nilai tertinggi 27,5°C dan terendah 25,5°C Dinas Perhubungan D.I Yogyakarta 2008 dalam BAPPEDA 2008. Pengukuran suhu udara daerah kawasan Situs Ratu Boko didekati dengan kondisi udara dari Stasiun Meteorologi Adisucipto. Suhu rata-rata bulanan dari tahun ke tahun tidak banyak menunjukkan perbedaan, yaitu berkisar dari 27,1°C hingga 27,5°C. Kisaran suhu rata-rata bulanan dalam satu tahun sekitar 2°C yaitu antara 26,8°C hingga 28,5°C. Tabel 10 Nilai Curah Hujan Stasiun Adisutjipto 2004 No. Bulan Curah Hujan mm 1. Januari 383 2. Februari 357,8 3. Maret 335,8 4. April 225,2 5. Mei 54,6 6. Juni 64,6 7. Juli 26,8 8. Agustus 5,6 9. September 8,7 10. Oktober 99,4 11. November 250,5 12. Desember 268,6 4.3.2 Topografi, Ketinggian, dan Kemiringan Lereng Kabupaten Sleman keadaan tanahnya di bagian selatan relatif datar kecuali daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di Kecamatan Gamping. Hampir setengah dari luas wilayah merupakan tanah pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis. Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara 100 - 1000 m dari permukaan laut. Ketinggian lahannya dapat dibagi menjadi tiga kelas yaitu ketinggian 100 m, 100–499 m, 500–999 m, dan 1000 m dari permukaan laut. Ketinggian 100 m dari permukaan laut seluas 6.203 ha atau 10,79. Ketinggian 100–499 m dari permukaan laut seluas 43.246 ha atau 75,32 dari luas wilayah, terdapat di 17 Kecamatan. Ketinggian 500–999 m dari permukaan laut meliputi luas 6.538 ha atau 11,38 dari luas wilayah, meliputi Kecamatan Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Ketinggian 1000 m dari permukaan laut seluas 1.495 ha atau 2,60. Dataran di kawasan situs agak luas memanjang dari barat ke timur, sedangkan arah utara-selatan relatif lebih sempit. Kontur tanah tampak jelas