Analisis Pemanfaatan Wisata dan Pengelolaan

e. Paket Desa Wisata dan Sunset, yaitu paket kegiatan menikmati keindahan desa-desa di sekitar Situs Ratu Boko dengan menggunakan andong yang diakhiri dengan menimati keindahan matahari terbenam. Fasilitas-fasilitas yang disediakan pengelola untuk mendukung aktivitas wisata, antara lain : a. Gardu Pandang Gardu pandang yang disediakan pengelola berjumlah empat buah. Letak gardu pandang ini yaitu tiga buah berada di Bukit Boko Barat dan sebuah gardu terletak di sebelah utara Candi Pembakaran. Fungsi gardu pandang adalah untuk melihat pemandangan bukit-bukit, Gunung Merapi, pemandangan ke candi-candi lain yang ada di sekitar Kawasan Situs Ratu Boko, dan menikmati sunrise matahari terbit dan sunset matahari tenggelam. Tiga buah gardu yang terletak di Bukit Boko Barat digunakan untuk melihat pemandangan kawasan sekitar Ratu Boko. Gardu yang terletak di utara Candi Pembakaran atau di bagian timur-utara bukit digunakan untuk melihat pemandangan ke arah Gunung Merapi dan Candi Prambanan Gambar 37. Keadaan gardu pandang ini sangat memprihatinkan karena kurangnya perawatan. Kondisi yang kurang layak menyebabkan gardu jarang digunakan oleh pengunjung. Bagian dalam gardu pandang dapat dilihat pada Gambar 38. Di dalam gardu terdapat sebuah arca Hindu Gambar 39. Gambar 37 Gardu Pandang Gambar 38 Bagian dalam Gardu Pandang Gambar 39 Arca Hindu yang Tterletak di dalam Salah Satu Gardu Pandang b. Plaza Andrawina Plaza Andrawina terdiri dari sebuah restoran dan fasilitas karaoke yang terletak di dekat pintu masuk utama, tepatnya di lereng bukit. Dari plaza ini, pengunjung dapat melihat dengan jelas pemandangan alam yang indah dari Candi Prambanan dan Candi Sewu dengan latar belakang Gunung Merapi. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat indahnya pemandangan matahari terbenam dan pegunungan yang mengelilingi kawasan Situs Ratu Boko. c. Toko Cinderamata Toko ini menyediakan beberapa hasil kerajinan dari desa-desa wisata di sekitar kompleks Situs Ratu Boko dan souvenir. Toko cinderamata ini terletak di parkiran bus. d. Fasilitas Informasi Fasilitas informasi yang disediakan pengelola masih minim, khusunya yang terletak di dalam kawasan Ratu Boko. Fasilitas informasi yang disediakan untuk mendukung kegiatan wisata terdiri dari beberapa jenis, antara lain papan peta kompleks Situs Ratu Boko yang terletak di tangga setelah loket karcis Gambar 40, papan informasi elemen sejarah yang diletakkan di spot-spot tertentu Gambar 41, signage Gambar 42, dan kantor informasi. Gambar 40 Papan Peta Wisata Kompleks Situs Ratu Boko Gambar 41 Papan Informasi Gambar 42 Signage e. Fasilitas Pengelolaan, Pelayanan, dan Pengembangan Dalam aspek wisata, pihak yang mengelola adalah PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. PT. Taman Wisata menyediakan sebuah kantor pengelola di Kompleks Situs Ratu Boko dan kantor pusat pengelola terletak di Jl. Raya Jogja-Solo. Sedangkan untuk kantor pengelola BP3 berada di luar kawasan situs yaitu di sebelah barat pintu gerbang utama. Pengelola juga menyediakan fasilitas pelayanan dan pengembangan seperti gardu penjagaan, loket karcis, toilet, musholla, tempat sampah, tempat parkir, dan warung-warung makanan kecil. Warung-warung kecil ini terletak di dalam kompleks sehingga memudahkan pengunjung untuk membeli makanan dan minuman Gambar 43. Warung yang dikelola oleh PT. Taman Wisata dan masyarakat sekitar ini memiliki bangunan non permanen dan ada beberapa warung yang merupakan tempat tinggal masyarakat. Fasilitas lain yang cukup baik keadaannya yaitu tempat sampah Gambar 44. Namun di dalam kompleks situs penyediaan tempat sampah masih kurang. Gambar 43 Warung Makanan dan Minuman di dalam Kawasan Situs Gambar 44 Fasilitas Tempat Sampah f. Fasilitas Akomodasi Pengelola PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko menyediakan fasilitas mini bus untuk pengunjung. Fasilitas ini dapat digunakan oleh pengunjung yang mengambil paket wisata Candi Prambanan dan Situs Ratu Boko dengan biaya Rp. 25.000,-. Kapasitas minibus ini untuk delapan sampai sepuluh orang. Setelah dilakukan pengamatan dan analisis dari data yang diperoleh, aktivitas wisata yang dilakukan di kawasan ini bukan hanya kegiatan rekreasi situs sejarah saja, tetapi juga pemandangan sekitar kawasan. Kawasan Situs Ratu Boko yang berada pada lanskap yang berbukit menyuguhkan atraksi lain yang dapat dinikmati oleh pengunjung. Dengan banyaknya potensi yang dimiliki, Kompleks Situs Ratu Boko cukup banyak dikunjungi. Dari data pengunjung pada Situs Ratu Boko dari tahun 2005 sampai tahun 2009 terus meningkat. Yang paling signifikan peningkatannya adalah dari tahun 2008 dengan 2009 yaitu mencapai 100. Kejadian letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 kemarin tidak berpengaruh pada jumlah pengunjung yang datang ke kawasan. PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko bekerja sama dengan DISBUDPAR untuk meningkatkan sosialisasi kawasan wisata Situs Ratu Boko. Jumlah pengunjung Situs Ratu Boko dari tahun 2005-2010 dapat dilihat pada Gambar 45, sedangkan tabel jumlah pengunjung ada pada Lampiran 3. Gambar 45 Diagram Jumlah Pengunjung Tahun 2005-2010 Dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan di dalam kawasan Situs Ratu Boko menghasilkan beberapa dampak terhadap situs, antara lain vandalisme atau perusakan situs, pelestarian situs, dan pemeliharaan lingkungan. Perusakan situs terlihat jelas pada elemen gua yaitu ada beberapa coretan di beberapa bagian dinding. Dibalik itu ada dampak positif yang didapatkan. Kegiatan alam seperti perkemahan dan tracking memberikan dampak baik dalam pemeliharaan lingkungan. Secara tidak langsung pengunjung diajarkan untuk menjaga sumber daya alam dan keindahan yang dimiliki alam Situs Ratu Boko. Dengan dimanfaatkannya tinggalan sejarah ini sebagai kawasan wisata maka meningkatnya pemasukan sehingga dapat meningkatkan kualitas pengelolaan fasilitas. Beberapa fasilitas tampak kurang pemeliharaannya. Restoran yang dijadikan sebagai salah satu spot untuk menikmati keindahan pemandangan sekitar terlihat kumuh. Seharusnya pengelola senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan wisata dan pelestarian situs selaras dengan kenaikan pengunjung dan peningkatan pendapatan. 5.2.2 Persepsi Pengunjung Untuk mengetahui persepsi pengunjung terhadap Situs Ratu Boko serta pengaruh kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengunjung, maka dilakukan penyebaran kuisioner dengan jumlah responden sebanyak 30 responden. Pada 2005 2006 2007 2008 2009 2010 umumnya pengunjung datang ke Situs Ratu Boko untuk melakukan rekreasi, sedikit pengunjung yang datang untuk melakukan kegiatan lain seperti penelitian. Hasil dari sebaran kuisioner pengunjung dapat dilihat pada Gambar 46. Gambar 46 Diagram Hasil Penyebaran Kuisioner Pengunjung Dilihat dari hasil penyebaran kuisioner secara acak, pengunjung paling banyak mengetahui informasi tentang kompleks Situs Ratu Boko dari teman dan kerabat. Jumlah pengunjung yang mengetahui informasi kompleks Situs Ratu Boko dari teman sebanyak 19 orang atau sekitar 63,3. Pengelola sendiri telah menyebarkan informasi mengenai wisata Situs Ratu Boko ini melalui media cetak dan juga media elektronik 2 . Selain itu dari segi pengetahuan sejarah dan karakter Situs Ratu Boko, pengunjung yang mengetahui karakter dan identitas situs sebanyak 60, sedangkan yang tidak mengetahui berkisar 40. Dari pengunjung yang mengetahui karakter situs, perbandingannya hampir sama antara pengunjung yang mengenal situs ini sebagai candi dan sebagai keraton. Perbandingannya yaitu antara 50 yang menganggap Situs Ratu Boko sebagai candi dan 44,4 yang mengidentifikasikannya sebagai keraton, sedangkan sisanya yang menilai bahwa identitas situs ini tidak termasuk keduanya, baik candi maupun keraton. Kurangnya pengembangan penelitian tentang kawasan ini serta media interpetasi yang minim dari pengelola menyebabkan sampai saat ini belum diketahui secara pasti identitasnya. Banyaknya pengunjung yang mengetahui bahwa identitas kompleks Situs Ratu Boko sebagai candi karena pada umumnya masyarakat menyebut Situs Ratu Boko dengan nama Candi Ratu Boko. Hal lain yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah persepsi pengunjung tentang tatanan lanskap yang mempengaruhi situs. Meskipun sebanyak 70 pengunjung kurang mengetahui tentang tatanan lanskap, namun semua responden, yaitu 100, mengatakan bahwa lanskap sekitar merupakan satu kesatuan dengan situs di dalamnya. Letak Situs boko yang berada di tanah yang berbukit 2 Sumber: Wawancara dengan pengelola swasta dan pemerintah dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Bpk Wasita, SS, MAP Februari 2011 menjadikan kawasan ini memiliki pemandangan yang indah. Dari sebelah utara kompleks, pengunjung dapat melihat pemandangan Gunung Merapi dan Candi Prambanan. Di pagi hari, pemandangan sunrise matahari terbit dan sunset matahari terbenam sangat jelas terlihat. Oleh karena itu, sebanyak 50 pengunjung menilai bahwa citra dari kawasan ini adalah pemandangannya yang indah. Dengan banyaknya potensi serta persepsi pengunjung yang mengarah agar Kompleks Situs Ratu Boko ini dikelola, baik dari bidang sejarah maupun wisatanya. Dari hasil survai yang dilakukan, disimpulkan bahwa masih ada kekurangan dalam beberapa bagian. Yang pertama yaitu kurangnya sosialisasi mengenai kompleks Situs Ratu Boko. Penyebaran informasi kawasan Situs Ratu Boko sebenarnya sudah dilakukan pengelola melalui media cetak dan media elektronik. Informasi yang disajikan cukup baik, namun sikap masyarakat yang pasif menyebabkan masyarakat masih kurang begitu mengenal kompleks Situs Ratu Boko. Hal lain yang perlu diperhatikan terkait persepsi pengunjung adalah pengetahuan yang masih minim mengenai sejarah dan identitas kawasan. Pengelola sudah menyediakan beberapa fasilitas yang cukup menunjang dalam memberikan informasi sejarah serta identitas kompleks Situs Ratu Boko. Namun, dikarenakan media interpretasi yang kurang baik menyebabkan penyampaian informasi yang tidak utuh kepada pengunjung. Dalam penyampaian informasi, pengelola sudah menyediakan fasilitas baik secara visual papan informasi dan secara audio rekaman penjelasan sejarah dan masing-masing elemen. Papan informasi yang terdiri dari papan peta wisata Situs Ratu Boko dan papan yang berisi informasi sejarah serta penjelasan untuk setiap elemen sejarah Gapura Utama, Candi Batu Putih, Candi Pembakaran, Paseban, Pendapa, Keputren, dan Kolam. Fasilitas secara audio juga disediakan pengelola, yaitu rekaman penjelasan sejarah dan bangunan yang ada. Rekaman ini dinyalakan sepanjang hari selama kompleks Situs Ratu Boko ini dibuka. Namun, fasilitas rekaman sejarah ini dinilai kurang efektif karena jarak yang terlalu jauh antara speaker dengan area inti sejarah kelompok situs. Seharusnya fasilitas speaker diletakkan dibeberapa tempat yang terjangkau sehingga pengunjung masih dapat mendengar informasi sejarah tersebut dengan jelas. Potensi kawasan ini selain terdapat situs sejarah juga dikenal dengan pemandangannya yang indah. Namun potensi ini tidak ditunjang dengan fasilitas yang baik. Untuk dapat menikmati pemandangan yang indah, pengelola telah menyediakan gardu pandang sebanyak empat buah dan diletakkan di tempat- tempat yang tepat. Keempat buah gardu pandang ini kurang dikelola dengan baik. Hampir keempat gardu pandang sangat tidak layak digunakan karena kondisinya yang rusak dan kotor. 5.2.3 Sistem Pengelolaan Kawasan ini dikelola oleh tiga bagian, yaitu BP3 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, pemerintah tepatnya DISPARBUD Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sleman, dan pihak swasta, yaitu PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Ketiga pengelola ini memiliki bagian masing-masing untuk dikelola. PT. Taman Wisata mengelola aspek wisata, BP3 mengelola kawasan yang terdiri dari tinggalan-tinggalan arkeologis, dan pemerintah Disparbud Kabupaten Sleman mengelola kawasan sekitar Situs Ratu Boko. Pengelola dan pembagian tugas dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pembagian Tugas Berdasarkan Pengelola Pihak Pengelola Objek yang dikelola Cara PT. Taman Wisata Kawasan pelayanan wisata Pengelolaan wisata BP3 Kawasan situs Eskavasi Pemugaran Pemerintah Disparbud Kab. Sleman Kawasan di luar Situs Ratu Boko RDTR Untuk segi kepariwisataan, pihak yang bertanggung jawab adalah PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Pengelola menyediakan fasilitas-fasilitas guna menunjang aktivitas wisata yang dilakukan. Setelah dilakukan wawancara dengan Kepala Kantor Unit Kawasan Ratu Boko, Bapak Nugroho dan Ibu Diana dari bagian Lanskap kantor Pusat TWCBPRB, diketahui bahwa pengelolaan dibagi dua, yaitu pengelolaan aktivitas wisata dan fasilitas wisata. Pengelolaan lebih ditekankan pada pengelolaan operasional. Pengelolaan dilakukan secara menyeluruh baik itu mengenai aktivitas wisata juga dengan fasilitas-fasilitasnya. Untuk aktivitas wisata, pengelola mengatur biaya tiket masuk dan jam dibukanya kawasan untuk kegiatan wisata. Biaya tiket masuk untuk satu orang sebesar Rp. 10.000,-. Untuk biaya aktivitas lain diluar rekreasi situs akan ditambahkan biaya lagi. PT. Taman Wisata juga membuat zonasi wisata. Pembagian zonasi ruang ini didasarkan dari fungsi ruang dan kegiatan yang dilakukan. Ruang-ruang wisata pada kawasan Situs Ratu Boko terbagi menjadi ruang fasilitas wisata dan ruang penemuan situs. Area fasilitas wisata terdapat di sebelah barat kawasan Situs Ratu Boko. Area ini tidak mengganggu area inti situs area benda-benda penemuan sejarah karena letaknya yang cukup jauh dari kawasan inti situs. Pada area fasilitas wisata terdiri dari area penerimaan formal dan area penerimaan alternatif. Area penerimaan formal merupakan area penerimaan utama dari sebelah selatan, sedangkan area penerimaan alternatif adalah area penerimaan yang sifatnya alternatif dan dikhusukan kepada pengunjung yang menggunakan kendaraan bus. Pada area penemuan situs terdapat area interpretasi lanskap sejarah. Fungsi area interpretasi sejarah ini adalah untuk mengenalkan dan menginterpretasikan sejarah Situs Ratu Boko kepada pengunjung dengan tinggalan-tinggalan arkeologis serta media interpretasi di dalamnya. Pada area interpretasi lanskap sejarah saat ini masih terdapat rumah-rumah penduduk yang belum dipindahkan. Hal ini secara tidak langsung dapat mengganggu aktivitas wisata sejarah di area tersebut dan juga dapat merusak keindahan lanskap kawasan Situs Ratu Boko. Sebaiknya pengelola dapat melakukan penataan lanskap agar dapat menunjang aktivitas wisata sejarah Situs Ratu Boko. Fasilitas wisata yang tersedia pada area interpretasi ini juga sedikit dan masih belum menunjang. Salah satu fasilitas wisata yang belum maksimal pemanfaatannya saat ini yaitu jalur sirkulasi dan papan informasi sejarah. Jalur sirkulasi dan papan informasi sejarah merupakan fasilitas yang cukup penting dalam aktivitas wisata sejarah karena berfungsi sebagai media interpretasi untuk lebih mengenalkan fungsi dan makna sejarah kawasan Situs Ratu Boko. Peta ruang wisata kawasan Situs Ratu Boko dapat dilihat pada Gambar 47. Gambar 47 Peta Ruang Wisata Situs Ratu Boko Pengelola lainnya yaitu BP3 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. BP3 merupakan salah satu pengelola yang konsetrasi pengelolaannya terhadap situs sejarah. BP3 melakukan pengelolaan dalam bentuk konservasi dan preservasi yaitu dengan pemintakatan pelestarian dan pemugaran bangunan-bangunan sejarah. Pelestarian yang dilakukan oleh BP3 salah satunya adalah pemintakatan untuk pelestarian. Mintakat adalah zona atau ruang. Zonasi pelestarian yang dibuat oleh BP3 dibagi menjadi tiga mintakat BP3, 1995, antara lain: a. Mintakat I Mintakat Inti Luas mintakat inti ± 24 Ha. Mintakat inti meliputi seluruh situs sebagai benda cagar budaya yang akan dilindungi dan dipelihara. Di dalam mintakat inti berlaku ketentuan-ketentuan undang-undang No. 5 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993. b. Mintakat II Mintakat Penyangga Mintakat penyangga secara langsung berbatasan dengan mintakat inti dan diperuntukkan bagi pengembangan kegiatan serta fasilitas wisata dengan peraturan dan pembatasan tertentu yang mendukung pelestarian situs. Luas mintakat penyangga ± 100 Ha. Pada mintakat penyangga dibagi dua menjadi mintakat penyangga intensif dan mintakat penyangga ekstensif. b.1 Mintakat Penyangga Intensif Area penyangga wisata intensif merupakan mintakat dengan fasilitas dan penataan yang mendukung langsung kegiatan wisata di mintakat inti. Mintakat ini berada di bawah wewenang pengelolaan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko termasuk penguasaan hak atas tanah. b.2 Mintakat Penyangga Ekstensif Area penyangga wisata ekstensif mempunyai area yang lebih luas dan tidak dilengkapi dengan fasilitas khusus. Penataan yang dilakukan juga terbatas. Wewenang pengelolaan dan penguasaan tanah pada mintakat ini juga berada di bawah kewewnangan PT. Taman Wisata. c. Mintakat III Mintakat Pengembangan Luas mintakat pengembangan kurang lebih 500 Ha. Di dalam mintakat ini ditetapkan sejumlah ketentuan yang bersifat umum, berlaku bagi struktur fisik maupun kegiatan di dalamnya dengan tetap diarahkan pada dukungan bagi pengembangan mintakat-mintakat yang lebih dalam. Batas mintakat III dimulai setelah mintakat II ke arah luar dengan batasan radius tidak tertentu. Batasan ini hanya ditetapkan dengan memperkirakan area pengaruh dari pengembangan kawasan Situs Ratu Boko. Batas-batas mintakat pengembangan yaitu di sebelah utara jalan raya Jogja-Solo, selatan jalan menuju Candi Ijo, dan barat Sungai Opak. Peta pengembangan pelestarian yang ditetukan oleh BP3 dapat dilihat pada Gambar 48. Berdasarkan pembagian zonasi pelestarian yang telah ditentukan oleh BP3, zona inti yang telah ditentukan mencakup seluruh kawasan Situs Ratu Boko, baik itu area inti situs benda-benda peninggalan sejarah dan area fasilitas wisata. Namun saat ini di dalam zona intimintakat inti ini masih ada beberapa rumah warga yang belum direlokasi. Hal tersebut tentu dapat menurunkan nilai sejarah yang terkandung bahkan dapat mengancam keberlanjutan situs. Sebaiknya pengelola dan pemerintah membuat peraturan untuk melindungi situs dari ancaman luar serta segera merelokasi rumah-rumah tersebut ke kawasan yang telah ditentukan pemerintah. Untuk zona penyangga atau mintakat II memiliki luas ± 100 Ha. Batasan zona penyangga yang ditentukan oleh BP3 saat ini masih hanya dalam batasan Desa Bokoharjo di sebelah barat, hutan-hutan di sekitar kawasan situs dan sebagian jalur sirkulasi menuju kawasan. Setelah dilakukan pengamatan, persawahan milik masyarakat sekitar dan aksesibilitas dari sebelah selatan kawasan belum termasuk ke dalam zona penyangga yang ditentukan oleh BP3 saat ini. Area persawahan ini merupakan milik masyarakat Desa Bokoharjo dan tidak mengancam keberlanjutan situs. Selain itu, dengan adanya area persawahan ini membuat lingkungan di sekitar kawasan situs lebih alami. Aksesibilitas atau jalur sirkulasi di sebelah barat ini merupakan jalur utama dari jalan Raya Piyungan untuk sampai ke kawasan Situs Ratu Boko. Akses ini sangat mendukung keberadaan situs. Dari hasil pengamatan dan analisis, perlu dilakukan revisi zona penyangga. Zona penyangga diusulkan untuk diperluas ke arah selatan mencakup area persawahan milik masyarakat Bokoharjo dan aksesibilitas menuju kawasan situs. Hal ini dikarenakan area persawahan tersebut sampai saat ini tidak mengganggu dan mengancam keberlanjutan situs. Begitu pula dengan aksesibilitas utama yang berada di sebelah selatan. Aksesibilitas merupakan salah satu kriteria utama dalam penentuan zona penyangga selama akses tidak mengancam dan berkaitan erat dengan situs tersebut. Tindakan pelestarian lain yang dilakukan oleh BP3 yaitu pemugaran. Pemugaran adalah kegiatan rekonstruksi ulang bangunan sejarah dengan material yang sesuai sehingga menjadikan bangunan tersebut mirip dengan keadaan aslinya. Namun BP3 sendiri tidak memiliki jadwal khusus dalam melaksanakan pemugaran. Gambar 48 Peta Zonasi Pelestarian Situs Ratu Boko oleh BP3 DIY Dalam Soenarto, Subroto, dan Santoso 1993 disebutkan bahwa sebelum melakukan pemugaran, pengelola terlebih dahulu melakukan penelitian dengan cermat, melakukan pra pemugaran, dan dilanjutkan dengan studi kelayakan. Studi kelayakan ini memperhatikan beberapa aspek yaitu aspek historis atau sejarah, aspek arkeologis, dan aspek teknis. Dari hasil studi tersebut maka akan diketahui bahwa bangunan tersebut layak dipugar atau tidak. Pemugaran dilakukan pertama kali pada tahun 1938 oleh F. D. K. Bosch, N. J. Krom dan W. F. Stutterheim. Seharusnya kegiatan pemugaran dilakukan dengan melaksanakan penelitian total, eskavasi atau penggalian benda purbakala yang tertimbun di dalam tanah. Sistem tersebut dinilai sulit dan perlu waktu yang sangat lama untuk dilaksanakan maka pemugaran hanya dilakukan pada elemen atau bangunan yang sudah ada di atas tanah Soenarto, Subroto, dan Santoso, 1993. Masalah lain yaitu sebagian tanah yang terdapat tinggalan arkeologi di dalamnya merupakan tanah yang dimiliki masyarakat sekitar. Kegiatan pemugaran dapat dilihar pada Gambar 49. Rencana pemugaran harus dibuat dengan baik dan rinci. Dengan begitu akan mempermudah pihak yang melakukan pemugaran di lapang. Contoh rencana pemugaran yang dibuat oleh BP3 pada tahun 2002 sampai 2010 dilihat pada Lampiran 4. Gambar 49 Kegiatan Pemugaran: a Kegiatan Pengukuran Sebelum Dilakukan Pemugaran b Kegiatan Pemugaran Candi Pembakaran Pemugaran yang dilakukan oleh pihak BP3 hanya direncanakan apabila dilihat perlu. Kegiatan pemugaran ini melibatkan masyarakat sekitar. Material yang banyak digunakan untuk pemugaran adalah batu andesit karena batu andesit dinilai memiliki ketahanan air dan angin yang baik sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu panjang. Selain itu, batu andesit ini juga mudah dalam a b pemeliharaannya. Kegiatan lain yang dilakukan BP3 dalam melestarikan dan mengelola Situs Ratu Boko adalah dengan pembersihan lingkungan. Kegiatan pembersihan lingkungan ini juga tidak ada jadwal khusus, tetapi apabila diperlukan maka pengelola melakukan pembersihan dan penataan ulang. Akibat dari tidak adanya penjadwalan yang signifikan dalam kegiatan pembersihan, lingkungan kawasan Situs Ratu Boko terlihat kurang terawat. Pohon-pohon yang rimbun serta ilalang yang tinggi dibiarkan oleh pihak pengelola. Dikarenakan peraturan perlindungan kawasan yang kurang kuat maka masyarakat sekitar kawasan dengan bebas masuk ke dalam untuk menggembalakan ternaknya Gambar 50. Sebenarnya pihak BP3 sudah memasang pagar kawat yang mengelilingi kompleks Situs Ratu Boko, namun masyarakat sekitar tetap dapat masuk ke dalam kawasan. Hal ini memiliki keuntungan juga kerugian bagi pihak pengelola. Di satu sisi, masyarakat dengan menggembalakan ternaknya di dalam kompleks dapat membantu membersihkan rumput dan ilalang yang tidak teratur. Namun di sisi lain, dengan bebasnya masyarakat sekitar yang keluar masuk kawasan ada kemungkinan dapat mengancam keberlanjutan situs. Pengelola tidak dapat tegas membuat peraturan yang melarang masyarakat secara bebas masuk dan keluar untuk melakukan berbagai aktivitas dikarenakan sebagian tanah di ujung timur masih dimiliki oleh masyarakat desa, yaitu Desa Sambirejo. Gambar 50 Masyarakat yang Menggembalakan Kambing di dalam Kawasan Situs Ratu Boko Pihak lain yang turut andil dalam kegiatan pengelolaan kawasan Situs Ratu Boko ini, yaitu pemerintah dalam bidang DISPARBUD Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sleman. Kawasan yang dikelola DISPARBUD adalah kawasan di sekitar Kompleks Situs Ratu Boko yang terdiri dari permukiman- permukiman warga, lahan pertanian, dan lain-lain yang letaknya di luar kompleks. Salah satu langkah pemerintah dalam mengelola dan melestarikan situs ini yaitu dengan melakukan sosialisasi dan pembuatan perencanaan daerah. Tapi disayangkan, pemerintah Kabupaten Sleman tidak turut andil dalam pembuatan Perda Peraturan Daerah mengenai pelestarian benda cagar budaya. Pembuat Perda adalah pemerintah provinsi, sedangkan perangkat DISPARBUD kabupaten hanya melaksanakan pengembangannya saja dengan acuan Perda yang telah ada. Langkah lain yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Sleman adalah dengan sosialisasi kawasan wisata Situs Ratu Boko kepada masyarakat sekitar dan masyarakat luar. Tujuan dari sosialisasi ini adalah agar masyarakat dan wisatawan mengenal kawasan Situs Ratu Boko serta dapat ikut melestarikan baik dalam pastisipasi aktif maupun pasif. Fasilitas yang digunakan dalam sosialisasi ini adalah melalui media cetak selebaran, pamflet, koran dan media elektronik web internet. Ternyata sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam mengenalkan Situs Ratu Boko masih belum efektif. Pengunjung lebih banyak mengetahui informasi situs ini dari teman atau keluarganya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk lebih aktif dan variatif dalam tindakan sosialisasi. Selain dua langkah di atas, langkah lain yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Sleman adalah dengan perencanaan daerah atau yang sering disebut dengan Rencana Detail Tata Ruang RDTR. RDTR ini adalah rencana pengembangan wilayah tingkat kecamatan, khususnya Kecamatan Prambanan. Dengan RDTR ini, pemerintah dapat merencanakan wilayah-wilayah sekitar kawasan Situs Ratu Boko untuk tetap mendukung keberadaan situs tersebut. Saat ini kawasan di sekitar situs masih mendukung dan tidak mengancam keberlanjutan situs. Pembangunan rumah dan infrastruktur sesuai dengan RDTR yang telah ditentukan dan sebagian mendukung keberadaan Situs Ratu Boko sebagai objek wisata. Beberapa hal yang masih menjadi kendala dan belum ada perbaikan oleh pemerintah adalah aksesibilitas yang sulit untuk mencapai kawasan, tidak adanya kendaraan umum, serta keadaan jalan yang sebagian masih rusak sehingga dapat membahayakan pengguna jalan.

5.3. Pengaruh Kawasan Sekitar dan Aktivitas Masyarakat Terhadap Situs

5.3.1 Analisis Penggunaan Lahan dan Pengaruh Perkembangan Kawasan Sekitar Situs Ratu Boko adalah salah satu situs bersejarah yang telah dijadikan sebagai tempat wisata. Banyaknya wisatawan baik lokal maupun mancanegara membuat kawasan wisata Situs Ratu Boko semakin dikenal oleh masyarakat. Hal ini juga berpengaruh pada keadaan sekitar situs, khusunya Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan. Pada umumnya masyarakat di Desa Bokoharjo dan Desa Sambirejo bekerja sebagai petani. Namun karena keadaan tanah yang kurang mendukung pertanian, sebagian besar tanah mereka dimanfaatkan untuk perkebunan dan tegalanladang. Tanah yang dimanfaatkan sebagai tegalanladang di Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo, yaitu sebesar 25 Ha 2010 3 . Pemanfaatan lahan di Desa Bokoharjo dan Desa Sambirejo dapat dilihat pada Peta Tata Guna Lahan tahun 1999 Gambar 51. Gambar 51 Peta Tata Guna Lahan Situs Ratu Boko dan Sekitarnya 3 Sumber: Data Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo, Kec. Prambanan, Kab. Sleman, 2010 Dari laporan Rencana Detail Tata Ruang RDTR Kecamatan Prambanan periode 2009-2018, pemerintah daerah baru merencanakan pengembangan sebanyak tiga desa di Kecamatan Prambanan dari enam desa yang ada. Desa yang telah dibuat Rencana Detail Tata Ruangnya, salah satunya Desa Bokoharjo. Sedangkan, Desa Sambirejo sendiri termasuk ke dalam desa yang belum direncanakan pengembangannya oleh pemerintah. Dalam segi rencana pemanfaatan ruangnya, Desa Bokoharjo direncanakan untuk dikembangkan dalam bidang perdagangan dan jasa, permukiman yang lebih tertata, kawasan lindung cagar budaya, lahan sawah, perkebunan, dan ladang. Di kawasan sekitar Situs Ratu Boko, pemerintah mengembangkan kawasan menjadi permukiman yang memperhatikan rawan gempa dan keberadaan situs yang harus dilestarikan. Selain dikembangkan untuk kawasan permukiman, kawasan di sekitar Situs Ratu Boko ini juga dikembangkan menjadi kawasan lindung cagar budaya. Kawasan lindung cagar budaya ini mencakup kawasan Situs Ratu Boko dan kawasan di sekitarnya yang mendukung keberadaan situs. Pengembangan permukiman mengacu pada kawasan cagar budaya dan juga memperhatikan aspek pengembangan wisata. Peta RDTR Pemanfaatan Ruang dapat dilihat di Gambar 52. Pengembangan kawasan permukiman di kawasan lindung cagar budaya diperhatikan dengan baik, yaitu dengan memperhatikan laju pertumbuhan permukiman. Laju permukiman harus dikontrol, dibatasi, dan sesuai dengan fungsi kawasan yaitu sebagai kawasan cagar budaya. Ketinggian maksimal bangunan permukiman di kawasan ini yaitu 2 lantai 12 meter dan dapat dimanfaatkan sebagi homestay. Tujuannya adalah untuk mendukung kegiatan parawisata di kawasan ini. Dari data yang diperoleh dari Bappeda tahun 2007 dengan sumber dari Desa Bokoharjo, diketahui bahwa di Desa Bokoharjo terdapat 54 buah penginapan. Jika dibandingkan dengan desa-desa lain yang hanya memiliki satu buah penginapan, Desa Bokoharjo memiliki jumlah penginapan yang paling banyak. Dengan adanya beberapa tempat wisata di Desa Bokoharjo, dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan desa. Setelah melakukan pengamatan, kebanyakan penginapan yang tersedia di Desa Bokoharjo adalah homestay atau semacam rumah tinggal penduduk yang digunakan untuk menginapnya para wisatawan. Hal ini sesuai dengan RDTR yang telah ditentukan oleh pemerintah. Gambar 52 Peta Rencana Blok Pemanfaatan Ruang Desa Bokoharjo Penginapan-penginapan ini terletak tidak jauh dari kawasan wisata Situs Ratu Boko dan tempat-tempat wisata lainnya sehingga mudah dicapai oleh pengunjung. Hal ini menguntungkan wisatawan untuk lebih efesien dan efektif dalam hal waktu dan juga biaya. Tabel jumlah penginapan di Kecamatan Prambanan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Banyaknya Penginapan Menurut Jenisnya per Desa di Kecamatan Prambanan Tahun 2007 Desa Hotel Lainnya Berbintang Melati Sumberharjo 1 Wukirharjo Gayamharjo Sambirejo 1 Madurejo Bokoharjo 54 Kecamatan 1 1 54 data belum tersedia Sumber: Desa Kecamatan Prambanan Dalam Angka 2007 Pemerintah juga membuat RDTR dalam pengembangan sarana kebudayaan dan rekreasi tempat wisata. Dalam RDTR, pemerintah merencanakan kawasan Situs Ratu Boko sebagai rekreasi alam dan wisata Candi Ratu Boko sesuai dengan batas yang telah ditentukan pada Gambar 53. Sedangkan berdasarkan zonasi pelestarian yang telah ditetapkan oleh BP3 Gambar 48, batasan zona inti adalah kawasan Situs Ratu Boko itu sendiri dan tidak mencakup kawasan di luar situs dan kawasan di sekitar situs termasuk ke dalam zona penyangga. Zona inti yang ditetapkan BP3 adalah area yang seharusnya dilindungi dan aktivitas yang dilakukan di dalamnya juga terbatas. Sedangkan pemerintah merencanakan di dalam kawasan tersebut terdapat kegiatan rekreasi alam yang tidak bisa dikaitkan dengan wisata sejarah. Rekreasi merupakan hal yang berbeda dengan wisata dari segi aktivitas maupun hasil yang didapatkan. Aktivitas dari rekreasi biasanya bertujuan hanya untuk mendapatkan kesenangan, sedangkan aktivitas wisata biasanya ada hasil yang didapatkan selain kesenangan. Dalam hal ini dikhususkan sebagai aktivitas wisata sejarah yang tujuannya adalah untuk dapat memahami makna sejarah dari kawasan. Adanya perbedaan antara peta pelestarian eksisting