Anumana dan Upamana Pramana dalam Pembelajaran Kimia

2.4 Anumana dan Upamana Pramana dalam Pembelajaran Kimia

Kesulitan siswa dalam mempelajari ilmu kimia terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri, yang sebagaian besar bahan kajiannya bersifat abstrak. Banyak siswa belum mampu memaknai konsep-konsep kimia yang abstrak, dan banyak pula mengalami miskonsepsi karena kekeliruan dalam proses internalisasi yang dilakukannya. Sehubungan dengan itu, dalam pembelajaran kimia semestinya guru lebih menekankan pada pendekatan struktur partikel yang bersifat mikroskopis, selanjutnya berdasarkan struktur molekulernya siswa diajak untuk memahami sifat-sifat fisika dan kimia suatu materi.

Anumana pramanaadalah cara untuk memperoleh pengetahuan melalui analisis terhadap gejala-gejala yang diamati (Pendit, 2007). Anumana pramana memegang peranan penting dalam pembelajaran kimia mengingat bahan kajiannya bersifat mikroskopis dan tidak kasat mata, namun tetap kasat logika. Sebagai contoh, reaksi kimia melibatkan terjadinya perubahan di tingkat partikel materi, sehingga tidak dapat diamati dengan alat indera secara langsung. Untuk itu, pengamatan dilakukan terhadap gejala atau fenomena yang menyertai terjadinya reaksi tersebut, seperti terjadinya perubahan warna, terbentuknya endapan, terbentuknya gelembung-gelembung gas, dan terjadinya perubahan suhu (Chang, 2002). Semua fenomena makroskopis tersebut mengindikasikan terjadinya transformasi di tingkat mikroskopis.

Selain digunakan untuk mengajarkan keterampilan dalam melakukan interpretasi data (interpreting), anumana pramana juga dapat diterapkan untuk menggali contoh-contoh dan mengklasifikasikan data (classifying). Misalnya, untuk mengajarkan sifat-sifat unsur metaloid kepada siswa terlebih dulu diperkenalkan sifat-sifat unsur logam dan non logam. Berdasarkan pemahamanyang benartentang sifat-sifat unsur logam dan non logam, siswa akan lebih mudah memahami sifat-sifat unsur metaloid. Strategi yang sama juga dapat diterapkan untuk menjelaskan sistem koloid, yang mesti dilakukan setelah siswa memahami konsep dan sifat suspensi dan larutan secara jelas.

Anumana pramanajuga efektif digunakan untuk mengajarkan keterampilan melakukan prediksi (predicting) dan menyusun hipotesis (hypothesing). Keterampilan memprediksi merupakan kelanjutan dari keterampilan melakukan interpretasi, berupa kemampuan untuk melakukan ekstrapolasi atas kecenderungan pola data yang didapatkan lewat kegiatan Anumana pramanajuga efektif digunakan untuk mengajarkan keterampilan melakukan prediksi (predicting) dan menyusun hipotesis (hypothesing). Keterampilan memprediksi merupakan kelanjutan dari keterampilan melakukan interpretasi, berupa kemampuan untuk melakukan ekstrapolasi atas kecenderungan pola data yang didapatkan lewat kegiatan

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami, pembelajaran kimia dengan cara anumana pramana menunjukkan keunggulan berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis, prediktif, dan hipotetik. Namun,sangat mungkin mengalami kendala berkaitan dengan hambatan personal siswa, danpengetahuan yang diperoleh bersifat kasuistis, sehingga simpulannya juga bersifat sementara. Selain itu, pembelajaran kimia yang kompleks menyebabkan tidak sepenuhnya dapat ditangkap oleh siswa. Walaupun telah dipaparkan dengan rangkaian penalaran yang logis dan sistematis, masih saja ada siswa tidak dapat menangkap informasi yang diberikan secara utuh. Akibatnya, rekonstruksi bangun pengetahuan yang terjadi pada benak siswa tersebut akan mengalami distorsi. Untuk itu, anumana pramana yang dilakukan dalam pembelajaran kimia mesti dilengkapi dengan upamanapramana, yang mencakup pengembangan analogi, penggunaan simbol, dan pemodelan.

Sebagaimana disebutkan oleh Gabel (1999) dan Suckling, et al. (1995), berbagai konsep abstrak mikroskopis dalam pembelajaran kimia tidak dapat dijelaskan secara efektif tanpa menggunakan analogi atau model. Analogi yang dipilih harus mampu mewakili penjelasan spesifik tentang content yang ditargetkan. Secara umum analogi cenderung memuat perbandingan antara struktur dengan domain. Sebagaimana disampaikan oleh Treagust, et al (1992), analogi adalah hubungan antara bagian-bagian struktur dari dua domain konseptual yang mengandung beberapa kemiripan satu dengan lainnya.

Kebenaran pengetahuan yang diperoleh dengan cara upamana pramana sangat tergantung pada jumlah variabel pada bahan kajian kimia yang dipelajari mampu diwakili oleh karakteristik simbol, model, atau analogi yang digunakan. Semakin banyak variabel yang terwakili, semakin besar kemungkinan untuk benar, atau tingkat kebenarannya lebih tinggi. Misalnya, untuk memperkenalkan harimau dapat diwakilkan dengan sosok kucing sebagai analogi. Dengan cara tersebut, guru tidak perlu membawa harimau ke ruang kelas, namun cukup memperkenalkan kemiripan ciri-ciri morfologinya dengan seekor kucing. Jika suatu saat siswa pergi ke kebun binatang dan menemukan hewan mirip kucing dengan ukuran jauh lebih besar, maka dapat dipastikan binatang tersebut adalah harimau.

Dalam contoh di atas, penggunaan analogi dapat menjembatani konsep-konsep ilmiah yang asing bagi siswa dengan pengetahuan umum yang telah dikenal dan akrab dengan mereka. Ketika siswa mampu menghubungkan konsep-konsep abstrak dengan pengalaman kesehariannya, akan timbul dorongan intrinsik dalam mempelajari sains. Analogi juga dapat membantu siswa untuk memvisualisasikan konsep-konsep abstrak dan membangun konsep- konsep sains. Konsep-konsep yang abstrak dapat diformulasikan di dalam benak siswa jika contoh-contoh, analogi, atau model dapat ditunjukkan kepadanya. Sejalan dengan itu, Treagust, et al (1992) menegaskan, bahwa analogi menyebabkan konsep-konsep yang abstrak Dalam contoh di atas, penggunaan analogi dapat menjembatani konsep-konsep ilmiah yang asing bagi siswa dengan pengetahuan umum yang telah dikenal dan akrab dengan mereka. Ketika siswa mampu menghubungkan konsep-konsep abstrak dengan pengalaman kesehariannya, akan timbul dorongan intrinsik dalam mempelajari sains. Analogi juga dapat membantu siswa untuk memvisualisasikan konsep-konsep abstrak dan membangun konsep- konsep sains. Konsep-konsep yang abstrak dapat diformulasikan di dalam benak siswa jika contoh-contoh, analogi, atau model dapat ditunjukkan kepadanya. Sejalan dengan itu, Treagust, et al (1992) menegaskan, bahwa analogi menyebabkan konsep-konsep yang abstrak

Penggunaan analogi juga dapat digunakan untuk menjelaskan struktur molekul zat nyata yang tidak dapat digambarkan secara pasti dengan menggunakan karakteristik makhluk khayal yang sudah akrab dikenal siswa. Misalnya, penjelasan struktur resonansi benzena menggunakan analogi bintang film Sukma Ayu (almarhumah). Benzena sebagai zat nyata yang tidak dapat digambarkan strukturnya diwakili dengan sosok Sukma Ayu. Jika ada yang menanyakan bagaimana penampilan artis “pemain bola” tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa Sukma Ayu memiliki wajah cantik seperti bidadari, namun kepalanya diplontos seperti tuyul. Bidadari dan tuyul keduanya merupakan makhluk tak nyata (khayal, niskala), namun dapatdigunakan untuk menggambarkan Sukma Ayu(mahkluk nyata, sekala). Sukma Ayu bukanlah bentuk keseimbangan antara bidadari dan tuyul; demikian juga halnya rumus struktur benzena, bukanlah keseimbangan antara dua struktur sikloheksatriena.

Selain menggunakan analogi dan simbol, pembelajaran kimia juga banyakmenggunakan model. Perkembangan teori atom, misalnya, sejak awal dibarengi dengan model, seperti teori atom Dalton dengan model bola, teori atom Thomson dengan model roti kismis, dan teori atom Bohr dengan model tata surya. Model-model tersebut sangat membantu siswa untuk memahami teori-teori atom tersebut karena sudah dikenal siswa. Di sisi lain, teori atom Rutherford juga mudah dipahami siswa dengan model obat nyamuk, dan teori atom modern dengan analogi jejak penari di atas pasir. Misalkan, beberapa orang menari pada waktu malam gelap, sehingga tidak dapat dilihat keindahan tariannya. Namun, keesokan harinya kita dapat menelusuri jejak-jejak kakinya. Analogi tersebut menggambarkan bahwa gerak elektron mengelilingi inti atom tidak dapat kita gambarkan, namun kebolehjadiannya untuk ditemukanbisa ditentukan. Selain untuk mendukung perkembangan teori atom, model juga digunakan untuk menjelaskan bentuk orbital p atom (model balon terpilin), rotasi elektron (model gangsing), mekanisme reaksi enzimatis (model lockand key), dan lain-lainnya. Di sisi lain,analogi orang mendorong batu berat dari satu sisi ke sisi lainnya dalam sebuah bukit digunakan untuk menjelaskan energi aktivasi, dan analogi “mak comblang”digunakan untuk menjelaskan mekanisne reaksi dengan bantuan katalis.

Pengembangan model partikel materi merupakan cara untuk memahami hubungan antara aspek makroskopis dan mikroskopis. Menurut Subagia (2011), cara yang paling sederhana dan banyak digunakan untuk menggambarkan fenomena materi secara mikroskopis adalah dengan menggunakan model bulatan-bulatan yang menggambarkan partikel-partikel penyusun materi. Bulatan-bulatan yang digunakan untuk menggambarkan partikel-partikel materi dibedakan berdasarkan ukurannya atau penanda lain, misalnya perbedaan warna. Model tersebut telah lama digunakan untuk mempermudah memahami wujud dan perubahan wujud materi, proses pelarutan zat, serta pemutusan dan pembentukan ikatan dalam suatu reaksi kimia.

Penggunaan model molekul (molymod) sejak lama juga telah dilakukan dalam pembelajaran kimia organik, khususnya untuk menjelaskan konformasi dan konfigurasi molekul. Penggunaan molymod tersebut sangat membantu guru dalam menjelaskan serta mempermudah pebelajar dalam memahami kestabilan molekul dan menentukan konfigurasi absolutnya. Model yang sama juga digunakan untuk menunjukkan keberadaan unsur-unsur simetri dari sebuah molekul serta dampaknya terhadap polaritas dan aktivitas optik senyawa.

Pengembang upamana pramana juga mesti berhati-hati agar analogi atau model yang dibuat tidak sampai menimbulkan atau menyuburkan terjadinya miskonsepsi. Beberapa contoh analogi atau model yang menyesatkan dapat kita lihat pada buku-buku yang ada di pasaran, misalnya untuk materi pokok kesetimbangan kimia. Sampai sekarang masih ada buku menggambarkan kesetimbangan dengan contoh permainan jungkat-jungkit yang ada di Taman Kanak-kanak (TK). Permainan jungkat-jungkit tersebut cocok digunakan untuk menjelaskan keseimbangan (balance) yang bersifat statis, namun sangat keliru dipakai menjelaskan kesetimbangan kimia (equilibrium) yang bersifat dinamis. Kekeliruan yang sama juga terjadi pada penjelasan pergeseran kesetimbangan menggunakan model air dalam tabung U, yang tinggi kedua permukaannya akan berubah jika pada salah satu mulut tabung tersebut ditambahkan atau dikurangi airnya.

Kesetimbangan kimia tidak bisa dimodelkan dengan sesuatu yang statis karena secara mikroskopis reaksi tetap berlangsung ke kedua arah dengan kecepatan sama. Atas dasar itu, kondisi kesetimbangan mesti dimodelkan dengan sesuatu yang juga bersifat dinamis, misalnya model “school dance” oleh Harison & Treagust (2000), atau model-model lain yang bisa diambil dari lingkungan siswa, misalnya model Perang Ketupat di kalangan suku Sasak Lombok untuk menyambut hari Idulfitri. Setelah dua kelompok yang berhadap-hadapan sama-sama lelah, “peperangan” tetap berlangsung; namun jumlah ketupat yang dilemparkan dari satu kelompok sama jumlahnya dengan ketupat yang dilemparkan oleh pihak lawan ke kelompok tersebut. Akibatnya, jumlah ketupat yang ada pada masing-masing kelompok tidak berubah. Pada keadaan kesetimbangan seperti analogi itu, secara makroskopis tidak ada perubahan yang dapat dimati, namun secara mikroskopis reaksi tetap berlangsung ke kedua arah dengan laju yang sama.

Selain berpotensi menimbulkan terjadinya miskonsepsi, menurut Risdayanti dan Halim (2008), efektivitas penggunaan analogi tergantung pada beberapa faktor, termasuk kedekatan analogi dengan siswa dan kecerdasan kognitif siswa untuk memahami hubungan antara konsep yang ditargetkan dengan analogi. Atas dasar itu, guru harus memberikan penekanan pada karakteristik atau konsep yang ditargetkan dengan analogi. Dengan demikian, siswa tidak akan menjadikan analogi sebagai konsep pembelajaran (Treagust, et al 1992; Harrison& Treagust, 2000). Misalnya, penggunaan “tika” untuk analogi sistem periodik unsur. Tika merupakan papan wariga yang dipakai oleh masyarakat Bali tradisional sebelum adanya kalender, namun tidak dikenal lagi oleh generasi muda sekarang. Akibatnya, menjelaskan sistem periodik unsur dengan analogi papan tikabagi siswa yang berasal dari etnis Bali tidak akan membantu karena pengetahuan tersebut sudah asing bagi mereka. Dengan demikian, dalam memilih analogi dan model untuk menjelaskan suatu konsep kimia, khususnya yang bersifat abstrak, guru harus menggunakan sesuatu yang dekat dengan kehidupan siswa. Demikian juga penggunaan simbol atau lambang haruslah membuat konsep kimia yang rumit dan abstrak menjadi lebih sederhana.