Pengaruh GA 3 terhadap jumlah daun krisan kultivar Yoko ono setelah 6 minggu inokulasi

Tabel 3 Pengaruh GA 3 terhadap jumlah daun krisan kultivar Yoko ono setelah 6 minggu inokulasi

Rerata Jumlah Daun Setelah 6 Minggu MS (ppm)

Konsentrasi GA 3 dalam Media

Inokulasi (helai)

Jumlah daun selanjutnya dianalisis menggunakan uji parametrik anava satu arah dan dillanjutkan dengan uji duncan dengan taraf signifikasi 0,05 untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil uji paramterik Anava satu arah menggunakan perhitungan SPSS didapatkan bahwa F hitung (5,278) > F tabel (2,87). Hal ini berarti terdapat beda nyata diantara perlakuan terhadap jumlah daun plantlet krisan.

Berdasarkan uji jarak ganda Duncan diketahui bahwa jumlah daun pada konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, dan 2 ppm tidak terdapat beda nyata, sedangkan konsentrasi 0,5 ppm berbeda nyata dengan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, dan 2 ppm pada taraf signifikasi α = 0,05.

Perbandingan pertumbuhan plantlet krisan pada tiap perlakuan yang dilihat dari tinggi plantlet, jumlah nodus, dan jumlah daun dapat digambarkan dalam grafik berikut.

10 tinggi plantlet

an ur

6 jumlah nodus

uk ng

Pe

jumlah daun 2

Konsentrasi GA 3 (ppm)

Gambar 4. Grafik perbandingan rerata pertumbuhan tingi, nodus, dan jumlah daun plantlet krisan kultivar Yoko ono dengan berbagai konsentrasi GA 3 setelah 6 minggu inokkulasi.

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa pertumbuhan plantlet krisan kultivar Yoko ono yang paling optimal adalah pada konsentrasi 0,5 ppm GA 3. Konsentrasi 0,5 ppm diketahui memiliki respon tinggi tanaman paling baik dibanding dengan konsentrasi GA 3 yang lain. Pada konsentrasi 0,5 ppm GA 3, juga didapatkan respon yang tinggi meskipun bukan yang paling optimal, karena berdasarkan uji statistik konsentrasi 0,5 ppm GA 3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang memberi respon optimal (konsentrasi 0 ppm GA 3 ). Jumlah daun pada konsentrasi 0,5 ppm GA 3 juga memberi respon yang paling baik dibanding dengan perlakuan yang lain. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pertumbuhan tinggi plantlet paling besar adalah pada konsentrasi 0,5 ppm, dimana pada konsentrasi 0,5 ppm juga berbeda nyata dengan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm dan 2 ppm. Hal ini sejalan dengan penelitian lain

yang menyebutkan bahwa pemanjangan yang disebabkan oleh GA 3 lebih besar dibandingkan dengan potongan yang tidak mendapat peerlakuan (Salisbury dan Ross, 1995). Pertumbuhan plantlet krisan dengan penambahan air kelapa saja sudah dapat menunjukkan pertumbuhan yang baik, yaitu pada konsentrasi 0 ppm, tetapi didapatkan pertumbuhan tinggi plantlet yang lebih optimal pada konsentrasi GA 3 0,5 ppm, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi plantlet krisan memerlukan GA 3 dalam konsentrasi yang sangat rendah untuk mengoptimalkan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang lebih besar diketahui tinggi plantlet semakin menurun, hal ini disebabkan adanya batas toleransi GA 3 yang dibutuhkan, sehingga pertumbuhan tidak lagi ke arah perpanjangan tetapi ke arah pembentukan kalus.

Ketika indeks mitosis pada meristem subapikal meningkat, banyak sel yang mulai mengikutinya, sehingga GA menyebabkan perubahan pembelahan. Pada keadaan semula pembelahan terjadi di beberapa arah pembelahan, dengan penambahan GA spindel saat mitosis bergerak pada arah longitudinal saja, sehingga rencana pembelahan menjadi teratur. Hasilnya sel tumbuh secara vertikal, sel-sel baru tersebut mengakibatkan pertumbuhan pada tanaman, sehingga penambahan GA akan menyebabka penambahan panjang pada batang (Krishnamoorthy, 1981). Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa pertumbuhan tinggi Ketika indeks mitosis pada meristem subapikal meningkat, banyak sel yang mulai mengikutinya, sehingga GA menyebabkan perubahan pembelahan. Pada keadaan semula pembelahan terjadi di beberapa arah pembelahan, dengan penambahan GA spindel saat mitosis bergerak pada arah longitudinal saja, sehingga rencana pembelahan menjadi teratur. Hasilnya sel tumbuh secara vertikal, sel-sel baru tersebut mengakibatkan pertumbuhan pada tanaman, sehingga penambahan GA akan menyebabka penambahan panjang pada batang (Krishnamoorthy, 1981). Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa pertumbuhan tinggi

Giberelin memacu perpanjangan internodus dengan cara mempengaruhi pertumbuhan ekstensin pada pucuk yang disertai dengan kerja auksin alami (Audus, 1963). GA juga diketahui menghambat pembelahan sel, dan kadang-kadang menyebabkan mitosis yang tidak normal (Krishnamoorthy, 1981). Krishnamoorthy (1981) juga menyatakan ketika giberelin dan auksin yang diaplikasikan pada suatu tanaman, akan menimbulkan efek sinergis sehingga didapatkan pemanjangan sel yang maksimal. Pertumbuhan internodus pada tanaman dapat dipercepat dengan giberelin, sehingga auksin dapat lebih cepat merespon induksi yang diberikan pada meristem apikal. Dengan adanya kombinasi hormon tersebut, sel akan tumbuh dengan cepat terutama dalam hal penambahan ukuran sel yang tidak diikuti dengan pembelahan sel sehingga terjadi penambahan tinggi tanaman, tetapi jumlah nodus tidak meningkat secara signifikan seperti penambahan tinggi tanaman.

Aktivatas pertumbuhan yang berbeda pada tunas, nodus dan daun pada masing-masing perlakuan merupakan bukti adanya pengaruh, bahwa sel dapat merespon media MS dengan zat pengatur tumbuh yang diberikan. Pemanjangan pada batang krisan disebabkan karena

adanya penambahan GA 3 pada media dimana menurut Lui dan Loy dalam Salisbury dan Ross (1995), diketahui bahwa GA 3 memacu sel pada fase G1 untuk memasuki fase S dan memperpendek fase S juga, sehingga terjadi peningkatan jumlah sel. Selain itu GA 3 memacu pertumbuhan dengan meningkatkan hidrolisis pati dan juga meningkatkan plastisitas dinding sel (Salisbury dan Ross, 1995).

Mekanisme kerja giberelin dalam mempengaruhi pertumbuhan menurut Krishnamoorty (1981), adalah dengan cara meningkatkan jumlah auksin. GA tidak secara langsung menyebabkan perluasan sel. Efek yang di timbulkan GA tidak secara langsung, tetapi membantu pembentukan auksin, ketika auksin terbentuk maka akan terjadi perluasan sel. Giberelin juga meningkatkan tekanan osmotik sel, dengan cara menyebabkan sintesis L- amylase, enzim tersebut mereduksi pati menjadi gula, sehingga mengingkatkan potensial osmotik dalam sel, dengan meningkatnya tekanan osmotik, maka giberelin mendorong masuknya air kedalam sel sehingga menyebabkan pertumbuhan sel. Selain itu giberelin juga dapat meningkatkan sintesis asam nukleat. Giberelin menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada pola sintesis asam nukleat yang menyebabkan peningkatan jumlah asam nukleat yang menyebabkan pertumbuhan dan pembelahan sel.

Dengan semakin tinggi plantlet krisan maka akan berpengaruh terhadap produksi bibit krisan secara kultur jaringan, karena syarat alklimatisasi plantlet krisan dalam rumah kaca adalah memiliki minimal 5 daun yang telah mekar sempurna dengan tinggi lebih dari 5 cm (Muhit, 2007). Pertumbuhan plantlet yang tinggi akan mengurangi waktu produksi yang ada sehingga bibit krisan akan tersedia dalam waktu yang lebih singkat.