Tekiya atau Pedagang Keliling

2.2.1 Tekiya atau Pedagang Keliling

Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul tekiya. Goro Fujita, mantan anggota Tosi-kai, yaitu kelompok etnis Korea terbesar yang dibentuk pada tahun 1948, yang mengontrol klub-klub malam di Ginza, percaya bahwa tekiya pada awalnya adalah bangsa nomaden yang berkeliling untuk menjual dagangannya di kota-kota dan pusat-pusat perdagangan. Bagaimanapun asal-usulnya, pada pertengahan 1700-an para pedagang keliling atau tekiya bergabung untuk menggalang kerja sama dan saling melindungi daerah kekuasaan Tokugawa Ieyasu. Mereka mampu mengontrol tempat-tempat berjualan di pasar atau bazaar yang diadakan di kuil-kuil. Pada saat diadakan bazaar, sepanjang jalan menuju kuil dipenuhi oleh tempat-tempat berjualan macam-macam barang, mulai dari barang keperluan rumah tangga sampai dengan mainan anak-anak. Para pedagangnya adalah tekiya, dan masyarakat Jepang pada umumnya mengetahui bahwa mereka adalan yakuza, tetapi tidak semua pedagang yang berjualan adalah tekiya. Pedagang yang bukan tekiya diharuskan untuk membayar iuran kepada tekiya jika ingin berjualan ditempat tersebut. Tekiya-lah yang menentukan lokasi didirikannya tempat-tempat berjualan tersebut, dan polisi tidak dapat melakukan tindakan apapun. Apabila seorang pedagang ingin membuka usaha di daerah yang berada di bawah kekuasaan tekiya, maka ia harus bersedia membayar sejenis uang iuran kepada tekiya, dan jika menolak maka dipastikan ada barang-barang yang hilang, atau pelayannya berkurang, bahkan tekiya tidak segan-segan menggunakan kekerasan dalam mempertahankan monopoli di daerah tersebut. Universitas Sumatera Utara Tidak seperti penjudi, kegiatan tekiya pada umumnya adalah legal, bahkan pemerintah feodal membantu memperkuat kedudukan para pemimpin tekiya dengan menjamin pengakuan status mereka secara resmi pada kurun waktu 1735- 1740. untuk mengurangi berkembangnya praktek penipuan pada pedagang- pedagang tekiya, pemerintah menunjuk beberapa oyabun sebagai pengawas dan memberikan penghargaan kepada mereka berupa nama keluarga dan dua buah pedang, yang merupakan simbol dari samurai.

2.2.2 Bakuto atau Penjudi