48
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pola Pemberian Makan Pada Anak Balita
5.1.1. Pola Pemberian Makan Berdasarkan Susunan Makanan dan Frekuensi Makanan pada Anak Balita Penderita ISPA
Pola pemberian makan pada balita penderita ISPA masih banyak yang yang tidak tepat, dimana anak balita jarang mengkonsumsi sayur dan buah.
Tingkat pendapatan yang kurang mempengaruhi ketersediaan makanan dalam keluarga. Hal inilah yang menyebabkan daya beli bahan makanan yang kurang
akan berpengaruh terhadap pola pemberian makan balita penderita ISPA. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa susunan makanan anak balita
penderita ISPA tidak lengkap yaitu nasi + lauk pauk 85,7. Keadaan ini dipengaruhi oleh persepsi ibu bahwa mengonsumsi makanan cukup dengan nasi
dan lauk pauk sudah memenuhi kebutuhan gizi, konsumsi buah tergantung ketersediaan atau tidaknya sebab bagi ibu pendapatan mereka tidak dapat
mencukupi untuk membeli buah-buahan, sedangkan sayur sayuran ibu selalu mengolah sesuai dengan selera keluarga, bukan selera anak balita tersebut. Oleh
karena itu mereka lebih cenderung mengonsumsi makanan pokok dan lauk pauk saja. Ini dapat dilihat dari frekuensi mereka makan sayuran dan buah-buahan
sangat jarang yaitu hanya 1-3 kaliminggu. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lauk pauk yang selalu
dikonsumsi balita penderita ISPA dengan frekuensi 1-3 kalihari dengan jenis ikan yaitu sebesar 100. Hal ini dikarenakan ibu dengan sangat mudah mendapatkan
ikan, tanpa harus membelinya. Selain itu, anak balita juga selalu mengonsumi
tahu 12,7 sebagai pelengkap dalam menu makanan. Lauk pauk yang dikonsumsi tidak bervariasi, terlihat dari jenis lauk pauk yang dikonsumsi tidak
beragam. Mereka jarang mengonsumsi lauk pauk lain seperti daging sapi maupun ayam. Selain itu, ikan yang dikonsumsi biasanya diolah dengan digoreng dan
digulai. Begitu pula dengan tahu dan tempe yang biasa dikonsumsi diolah dengan digoreng.
Rata-rata frekuensi konsumsi sayuran pada balita penderita ISPA tergolong jarang. Jenis sayuran yang jarang dikonsumsi adalah sayuran brokoli
68,3, begitu pula dengan sayuran lain seperti sayuran daun ubi 60,3 dengan frekuensi tidak pernah dalam sebulan. Hal ini dikarenakan, sebagian ibu
balita menganggap sayuran bukan kebutuhan makanan yang wajib dipenuhi, selain itu sebagian balita yang mengonsumsi sayuran, jika hanya tersedia saja.
Padahal seharusnya, mengonsumsi sayuran sangat dianjurkan dalam setiap kali makan. Ini dikarenakan sayuran mengandung serat yang tinggi, sehingga sangat
baik untuk balita yang masih mengalami masa pertumbuhan. Frekuensi konsumsi buah-buahan anak balita penderita ISPA tergolong
jarang. Jenis buah-buahan yang sangat jarang dikonsumsi adalah mangga dan semangka dengan frekuensi 1xbulan. Hal ini dikarenakan, sebagian ibu balita
menganggap buah-buahan tidak harus dikonsumsi setiap kali makan dan kurangnya daya beli keluarga. Selain itu mereka hanya mengonsumsi buah jika
tersedia saja. Kebiasaan mengonsumsi buah-buahan dianjurkan bagi anak balita penderita ISPA agar lebih sering mengonsumsinya. Ini dikarenakan buah-buahan
mempunyai efek yang mengenyangkan dan tinggi akan vitamin, mineral dan serat
sehingga frekuensi ISPA tidak akan lama. Selain mengonsumsi makanan pokok balita juga mengkonsumsi jajanan yang sering dikonsumsi sehari-hari diluar
makanan pokok tersebut seperti jajanan seperti permen dan bikuit serta snack berbagai merek dan menggunakan penyedap rasa.
5.1.2 Pola Pemberian Makanan Berdasarkan Jumlah Asupan Karbohidrat, Protein, Vitamin A, Zink dan Zat Besi pada Anak Balita Penderita
ISPA
Asupan zat gizi karbohidrat, protein, vitamin A, Zink dan zat besi sangat penting bagi anak balita, dimana masa balita merupakan periode penting dalam
proses tumbuh kembang. Kurangnya asupan zat gizi pada balita akan menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh balita, yang menyebabkan balita
sangat mudah terserang penyakit ISPA. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan formulir food recall 24 jam, dapat diketahui
bahwa jumlah asupan karbohidrat pada anak balita penderita ISPA dengan kategori kurang berada pada kelompok umur 12-36 bulan 30,4. Ini
dikarenakan anak balita dengan kelompok umur 12-36 bulan mengalami masa pergantian makanan, dimana balita mulai mengikuti makanan sesuai dengan
selera keluarga. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa jumlah asupan protein
pada anak balita penderita ISPA dengan kelompok umur 12-36 bulan dan 37-59 bulan berada pada kategori sedang. Ini dikarenakan anak sering mengonsumsi
lauk pauk berjenis ikan dengan 1-3xhari, selain itu mereka juga sering mengonsumsi gorengan tahu dan tempe untuk makanan selingan maupun