Kerangka Konsep TINJAUAN PUSTAKA
MDGs adalah menurunkan angka kematian anak usia di bawah lima tahun pada rentang waktu antara 1990-2015. Kemudian ditegaskan kembali bahwa tujuan dari
MDGs yang belum tercapai secara merata khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia adalah menurunkan sepertiga kematian oleh Infeksi Saluran
Pernapasan Akut ISPA Rahajoe, 2008. Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan sebesar 41,
dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2011, WHO
memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang sebesar 0,29 151 juta jiwa dan negara maju 0,05 5 juta jiwa WHO, 2012.
Kasus ISPA di Indonesia selalu menempati urutan pertama penyebab kematian bayi sebanyak 32,1 kematian bayi pada tahun 2009, serta penyebab
kematian pada balita 38,8 tahun 2011. ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Berdasarkan data dari pemberantasan penyakit
P2 program ISPA tahun 2009 cakupan penderita ISPA melampaui target, target yang ditetapkan hanya 16.534 kasus tetapi hasil yang di dapat sebanyak 18.749
13,4. Survei mortalitas yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPAPneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di
Indonesia dengan persentase 22,30 dari seluruh kematian balita Depkes RI, 2012.
Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun 25,8. Di Sumatera Utara, prevalensi ISPA adalah sebesar
10,9 Kemenkes, 2013. Prevalensi penyakit ISPA berdasarkan umur balita
adalah untuk usia 6 bulan 4,5, 6-11 bulan 11,5, 12-23 bulan 11,8, 24- 35 bulan 9,9, 36-47 bulan 9,2, 48-59 bulan 8,0 Pudjiadi, 2001.
Sebaran prevalensi ISPA umur 12-23 bulan masih sangat tinggi, hal ini kemungkinan berkaitan dengan pola pemberian makanan sehingga daya tahan
tubuh lebih mudah terkena infeksi. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 menunjukkan
jumlah kasus ISPA tiga kabupatenkota tertinggi secara berturut-turut adalah Kabupaten Simalungun yaitu 32,44, disusul dengan Kota Medan sebesar
25,50 dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 21,53 Dinkes Provsu, 2013. Berdasarkan Hasil Analisis Antroprometri Balita pada Survei Sosial
Ekonomi Nasional Susenas 2003, diperkirakan 27,5 balita di Indonesia mengalami gangguan gizi kurang. Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan
prevalensi gizi kurang di Sumatera Utara adalah 18,2 Depkes RI, 2006. Hasil laporan Riskesdas bahwa prevalensi status gizi anak balita di Provinsi Sumatera
Utara dari tahun 2007 sampai dengan 2013 yaitu jumlah gizi buruk dan gizi kurang mencapai 18,4 kemudian mengalami kenaikan menjadi 19,6
Riskedas, 2013. Kabupaten Batubara tidak terlepas dari masalah ISPA. Menurut Profil
Dinas Kesehatan Kabupaten Batubara tahun 2011 menunjukkan jumlah kasus ISPA 23,8 10.417, 2012 jumlah kasus ISPA 19,2 8.361, 2013 jumlah
kasus ISPA 23,4 10.112. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 kejadian ISPA masih sangat tinggi Dinkes Batubara, 2013.