Unit Penangkapan Bagan Perahu Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN

6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu

Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang × lebar × tinggi adalah 21 × 2,10 × 1,8 m, jika dibandingkan ukuran kapal di daerah lain yaitu bagan perahu di perairan Barru, selat Makassar berukuran 29 × 2,53 × 2,43 m Sudirman, 2003, bagan perahu di perairan Sumatera Barat berukuran 20 × 3,5 × 2,2 m Zebri, 2003. Ukuran alat tangkap yang digunakan pada umumnya sama di setiap daerah, demikian juga dengan ukuran mesh size 0,5 cm. Hal ini disebabkan karena hasil tangkapan sebagai target tangkap adalah sama yaitu jenis ikan pelagis kecil yang fototaksis positif. Sehingga spesies yang menjadi target tangkap operasi penangkapan ikan yang dilakukan antara nelayan di sekitar Polewali dengan nelayan di wilayah perairan Indonesia lainnya relatif sama. Pengoperasian bagan perahu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar pada umumnya sama dengan bagan di daerah lain yaitu secara garis besar adalah persiapan menuju fishing ground, setting, hauling dan penanganan hasil tangkapan. Namun lamanya waktu operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan bagan di Polewali berbeda dengan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pengoperasian bagan di daerah lain. Waktu operasi penangkapan yang dibutuhkan oleh nelayan bagan di Polewali sekitar ± 4-5 jam, namun hal ini tidak dapat dijadikan sebagai patokan dasar karena lamanya jaring di bawah air, tergantung dari banyaknya ikan yang terlihat di bawah air atau di sekitar bagan.

6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

Aspek teknis merupakan aspek yang bertujuan untuk mengetahui input faktor teknis produksi penangkapan ikan dengan menggunakan bagan perahu yang berpengaruh terhadap output hasil tangkapan bagan dalam satuan tontahun. Faktor teknis produksi yang digunakan meliputi : jumlah tenaga kerja X1 dengan satuan orang, jumlah bahan bakar X2 dengan satuan liter tahun, panjang jaring X3 dengan satuan meter, tinggi jaring X4 dengan satuan meter, jumlah hari penangkapan jumlah trip penangkapan X5 dengan satuan haritahun, ukuran kapal X6 dengan satuan GT dan jumlah lampu X7, serta jumlah hasil tangkapan ikan Y yang dinyatakan dalam tontahun. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda dan hasil program SPSS 12, faktor yang memberikan pengaruh secara langsung terhadap jumlah hasil tangkapan Y secara berturut-turut yaitu jumlah lampu X7, bahan bakar X2, dan ukuran kapal X6 pada tingkat kepercayaan 95, sedangkan jumlah anak buah kapal X1, panjang jaring X3, tinggi jaring X4, jumlah hari penangkapan jumlah trip penangkapan X5 tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Hasil perhitungan dengan uji t, faktor teknis jumlah lampu berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Koefesien regresi faktor teknis jumlah lampu X7 sebesar 8,466 yang berarti searah dengan peningkatan jumlah hasil tangkapan. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya penggunaan lampu dalam pengoperasian bagan perahu, maka hasil tangkapan akan semakin meningkat. Lampu yang dipakai untuk bagan perahu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berkisar antara 48-54 buah. Lampu tersebut dipergunakan sebagai alat bantu untuk menarik dan mengumpulkan gerombolan ikan sehingga memudahkan operasi penangkapan. Penggunaan lampu ini memanfaatkan sifat ikan pelagis kecil yang fototaksis positif terhadap cahaya, artinya jika terdapat sumber cahaya, maka ikan akan mendekati sumber cahaya tersebut. Sehingga dengan jumlah lampu yang semakin banyak, maka daerah yang dipengaruhi oleh cahaya akan semakin luas, sehingga ikan yang datang mendekati catchable area juga semakin besar. Dengan demikian, maka ikan tersebut lebih mudah untuk tertangkap. Ayodhyoa 1981 menyatakan bahwa mekanisme tertariknya ikan terhadap cahaya belum diketahui dengan jelas, namun diduga berkumpulnya ikan-ikan tersebut disebabkan oleh keinginan mencari intensitas cahaya yang sesuai. Sehingga faktor utama yang berperan penting dalam penangkapan bagan perahu untuk mendapatkan banyaknya hasil tangkapan adalah banyaknya lampu yang digunakan dalam penangkapan. Koefesien regresi faktor teknis bahan bakar sebesar 0,12 yang berarti searah dengan peningkatan jumlah hasil tangkapan, bahwa setiap penambahan satu satuan bahan bakar akan meningkatkan hasil tangkapan sebesar 0,12 dalam keadaan cateris peribus. Berdasarkan perhitungan dengan uji t, faktor teknis bahan bakar berbeda nyata terhadap hasil tangkapan. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya bahan bakar yang digunakan maka operasi penangkapan semakin jauh dan semakin luas sehingga kemungkinan banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh pun semakin meningkat. Penggunaan bahan bakar pada operasi penangkapan bagan yaitu untuk kebutuhan penyalaan lampu dan untuk kebutuhan tenaga penggerak kapal. Jumlah kebutuhan BBM yang digunakan hampir sama sehingga dalam perhitungan statistik, penggunaan BBM digabung menjadi satu. Faktor teknis ukuran kapal X6 sebesar 80,14 yang berarti berbanding lurus dengan peningkatan jumlah hasil tangkapan, bahwa setiap penambahan satu satuan ukuran kapal penangkapan akan meningkatkan hasil tangkapan sebesar satu satuan 80,144 dalam keadaan cateris peribus. Berdasarkan perhitungan dengan uji t, faktor teknis ukuran kapal GT berbeda nyata terhadap hasil tangkapan. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya ukuran kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan maka semakin besar peluang penampungan untuk ikan hasil tangkapan sehingga menyebabkan jumlah hasil tangkapan semakin meningkat. Persamaan produksi yang diperoleh menunjukkan pengaruh antar faktor teknis produksi terhadap hasil tangkapan. Semua koefesien regresi dalam persamaan tersebut tidak semuanya bernilai positif. Sehingga peningkatan setiap faktor produksi tidak selalu berdampak pada peningkatan produksi. Hal ini mengingat ada batas untuk setiap faktor teknis produksi. Misalnya panjang jaring X3, tinggi jaring X4 dan hari penangkapan X5. Panjang jaring dan tinggi jaring dibatasi oleh kapasitas atau ruang tersedia kapal. Kapasitas atau ruang akan berhubungan dengan ukuran kapal yang digunakan. Daerah penangkapan ikan juga menjadi pembatas. Jauh dekat daerah penangkapan ikan juga ditentukan dari ukuran jaring yang digunakan pada saat operasi penangkapan, baik untuk panjang maupun tinggi jaring. 6.3 Aspek Biologi Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil 6.3.1 Status produksi ikan di Kabupaten Polewali Mandar Informasi tentang status potensi sumberdaya yang tersedia sangat perlu diketahui untuk pengelolaan sumberdaya secara optimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya yang ada. Nikijuluw 2002 menyatakan, bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan perlu kehati-hatian agar tidak sampai pada kondisi kelebihan penangkapan over fishing. Hasil analisis produksi ikan dengan menggunakan model surplus produksi menunjukkan bahwa nilai Maximum Sustainable Yield MSY sebesar 6.546.110,45 kg per tahun dengan upaya penangkapan optimum sebesar 99.590,91 trip per tahun. Hasil tangkapan pada tahun 2003 sebesar 6.650.100 kg per tahun dan upaya penangkapan sebesar 82.517 trip per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2003 mencapai 101,59 . Pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Polewali Mandar dalam kurung waktu sepuluh tahun terakhir 1994-2003 belum mencapai titik Maximum Sustainable Yield MSY Gambar 25, namun tahun 2003 sedikit melewati batas maksimum MSY. Kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut memberikan dugaan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan masih memungkinkan untuk dieksploitasi mengingat belum mencapai batas potensi lestari, sehingga memberikan peluang untuk meningkatkan produksi. Pauly 1979 dan Panayotou 1982 diacu dalam Atmaja dan Haluan 2003, menggunakan MSY sebagai titik sasaran acuan pengelolaan perikanan, terutama ketidakpastian sehubungan dengan kekurangan data pada laju penangkapan ikan. Maximum Sustainable Yield MSY menurut Cunningham 1981 diacu dalam Atmaja dan Haluan 2003 hanya digunakan sebagai titik sasaran acuan pengelolaan sumberdaya ikan dalam jangka waktu pendek. Upaya penangkapan optimum E opt dari unit penangkapan ikan setelah dianalisis diperoleh nilai sebesar 99.590,91 trip per tahun, sementara upaya penangkapan pada tahun 2003 sebesar 82.517 trip per tahun, hal ini berarti belum melampaui upaya optimum atau tingkat pengupayaan pada tahun 2003 sebesar 82,86. Kondisi hasil tangkapan dan upaya penangkapan di Kabupaten Polewali Mandar yang belum melewati batas Maximum Sustainable Yield MSY yang memberikan dugaan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan masih memungkinkan untuk dieksploitasi mengingat batas potensi lestari belum tercapai, sehingga memberikan peluang untuk meningkatkan produksi. Cara yang dapat ditempuh dengan kondisi peluang peningkatan eksploitasi yang masih cukup tinggi dan tingkat pengupayaan ikan yang produktif. Maka untuk mencapai produksi yang direkomendasikan maka perlu dilakukan penambahan alat tangkap. Penambahan unit penangkapan juga perlu dilakukan kehati-hatian agar produksi tidak melewati titik kritis MSY dan upaya penangkapan tidak melampaui upaya penangkapan optimum. Untuk mencapai kondisi produksi dan upaya penangkapan tersebut ada dua hal yang dapat dilakukan, yaitu penambahan unit penangkapan dan perbaikan teknologi. Perubahan teknologi lebih diarahkan untuk mewujudkan unit penangkapan ikan yang lebih unggul dan produktif. Adapun kekurangan penelitian ini, kaitannya dengan pengkajian pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil yaitu penelitian dilakukan pada kondisi perikanan yang multispesies padahal salah satu kelemahan pendekatan MSY yaitu sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis multispesies Fauzi, 2004. Selain itu kondisi aktual yang dipakai yaitu kondisi aktual tahun 2003 yang seharusnya kondisi aktual tahun 2006, hal ini disebabkan adanya pemekaran Kabupaten yaitu Kabupaten Polewali Mandar.

6.4 Aspek Sosial