Fungsi Produksi Aspek Sosial

telah berkembang pesat upaya pengendalian sangat diperlukan dan upaya ini bahkan lebih berharga dari perhitungan potensi itu sendiri. Kalau hal ini dilaksanakan, maka berarti telah mencapai pembangunan perikanan yang berkelanjutan, sehingga kelestarian sumberdaya dan kegiatan perikanan dapat dijamin keberadaannya Ihsan, 2000.

2.5 Fungsi Produksi

Menurut Teken dan Asnawi 1981, yang diacu dalam Rakam 1997, bahwa hubungan teknis antara faktor produksi yang dihasilkan persatuan waktu dengan jumlah faktor-faktor produksi yang digunakan, tanpa memperhatikan harga-harga baik harga faktor-faktor produksi maupun produksi itu sendiri disebut fungsi. Secara matematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut : Y= fX 1 ,X 2 ,X 3 ,…..,X n sedangkan X 1 ,X 2 ,X 3 , ……X n merupakan faktor produksi yang dipakai untuk menghasilkan produksi Y. Fungsi di atas menerangkan produksi yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi, tapi belum memberikan hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi. Hubungan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk yang khas seperti fungsi Coob- Douglass, fungsi linier atau fungsi kuadratik. Menurut Supranto 1983, diantara fungsi-fungsi produksi yang umum dipakai adalah fungsi linier dan analisis regresi, apabila dalam persamaan garis regresi tercakup dua jenis variabel yaitu variabel tak bebas dependent variable dan variabel bebas independent variable. Oleh karenanya, regresi ini dinamakan regresi linier berganda multi linier regression. Variabel tak bebas Y dalam regresi linier berganda tergantung pada dua atau lebih variabel bebas. Persamaan garis tersebut dapat ditulis sebagai berikut : Y = b + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + …..+ b n X n Y dalam hal ini adalah variabel tak bebas sedangkan X adalah variabel bebas yang nilainya diketahui, kemudian pengaruhnya terhadap Y dapat diperkirakan sehingga nilai dapat diramalkan. 2.6 Model Produksi Surplus dan Model Bio-ekonomi 2.6.1 Model Produksi Surplus Pendugaan biomassa ikan dipermudah menggunakan suatu model yang dikenal dengan model surplus produksi. Model ini diperkenalkan oleh Graham tahun 1935, tetapi lebih sering disebut sebagai model Schaefer Sparre and Venema 1999. Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum biasa disebut E MSY atau effort MSY, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari maximum sustainable yieldMSY. Model Schaefer lebih sederhana, karena hanya memerlukan data yang sedikit, sehingga sering digunakan dalam estimasi biomassa ikan di perairan tropis. Model Schaefer dapat diterapkan apabila tersedia data hasil tangkapan total berdasarkan spesies dan catch per unit effort CPUE per spesies serta CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun Sparre and Venema 1999. Pertambahan biomassa ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah perairan, merupakan parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi diharapkan dapat menggantikan biomassa yang hilang akibat kematian, penangkapan maupun faktor alami. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan yang diproduksi, maka perikanan tersebut berada dalam keadaan seimbang equilibrium Azis 1989. Menurut Schaefer 1957, diacu dalam Fauzi 2006, laju pertumbuhan populasi merupakan fungsi dari pertumbuhan biomassa yang dipengaruhi oleh ukuran kelimpahan stok x, daya dukung alam k dan laju pertumbuhan intrinsik r. Laju pertumbuhan alami biomassa ikan yang tidak dieksploitasi atau disebut sebagai fungsi pertumbuhan density dependent growth dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : x f dt dx = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = k x r x 1 . Keterangan : Keterangan : dxdt = Laju pertumbuhan biomassa dxdt = Laju pertumbuhan biomassa fx = Fungsi pertumbuhan populasi biomassa fx = Fungsi pertumbuhan populasi biomassa x = Ukuran kelimpahan biomassa x = Ukuran kelimpahan biomassa r = Laju pertumbuhan alami intrinsik r = Laju pertumbuhan alami intrinsik k = Daya dukung alam carrying capacity k = Daya dukung alam carrying capacity Persamaan di atas dalam literatur perikanan dikenal dengan pertumbuhan logistik logistic growth model yang pertama kali dikemukakan oleh Verhulst tahun 1989. Persamaan tersebut dapat digambarkan pada Gambar 5. Persamaan di atas dalam literatur perikanan dikenal dengan pertumbuhan logistik logistic growth model yang pertama kali dikemukakan oleh Verhulst tahun 1989. Persamaan tersebut dapat digambarkan pada Gambar 5. f x x k MSY ½ k Gambar 5 Kurva pertumbuhan logistik Schaefer 1954 diacu dalam Fauzi 2006. Gambar 5 Kurva pertumbuhan logistik Schaefer 1954 diacu dalam Fauzi 2006. Gulland 1985, menguraikan bahwa maximum sustainable yield MSY adalah hasil tangkap terbanyak berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomas sediaan ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomas pada permulaan periode tertentu tersebut. Maximum Sustainable Yield mencakup 3 hal penting : Gulland 1985, menguraikan bahwa maximum sustainable yield MSY adalah hasil tangkap terbanyak berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomas sediaan ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomas pada permulaan periode tertentu tersebut. Maximum Sustainable Yield mencakup 3 hal penting : 1 Memaksimalkan kuantitas beberapa komponen perikanan 1 Memaksimalkan kuantitas beberapa komponen perikanan 2 Memastikan bahwa kuantitas tersebut dapat dipertahankan dari waktu ke waktu 2 Memastikan bahwa kuantitas tersebut dapat dipertahankan dari waktu ke waktu 3 Besarnya hasil penangkapan adalah alat ukur yang layak untuk menunjukkan keadaan perikanan 3 Besarnya hasil penangkapan adalah alat ukur yang layak untuk menunjukkan keadaan perikanan Model surplus produksi yang digunakan untuk menentukan MSY dan upaya penangkapan optimum ini menyangkut hubungan antara kelimpahan dari sediaan ikan sebagai massa yang uniform dan tidak berhubungan dengan komposisi dari sediaan seperti proporsi ikan tua atau besar. Kelebihan model surplus produksi ini adalah tidak banyak memerlukan data, yaitu hanya data hasil tangkapan dan upaya penangkapan atau hasil tangkapan per satuan upaya. Persyaratan untuk analisis model surplus produksi adalah sebagai berikut Sparre Venema 1999: 1 Ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap relatif 2 Distribusi ikan menyebar merata 3 Masing-masing alat tangkap menurut jenisnya mempunyai kemampuan tangkap yang seragam Asumsi yang digunakan dalam model surplus produksi menurut Sparre dan Venema 1999 adalah : 1 Asumsi dalam keadaan ekuilibrium Pada keadaan ekuilibrium, produksi biomassa per satuan waktu adalah sama dengan jumlah ikan yang tertangkap hasil tangkapan per satuan waktu ditambah dengan ikan yang mati karena keadaan alam. 2 Asumsi biologi Alasan biologi yang mendukung model surplus produksi telah dirumuskan dengan lengkap oleh Ricker 1975 sebagai berikut: 1 Menjelang densitas stok maksimum, efisiensi reproduksi berkurang, dan sering terjadi jumlah rekrut lebih sedikit daripada densitas yang lebih kecil. Pada kesempatan berikutnya, pengurangan dari stok akan meningkatkan rekrutmen. 2 Bila pasokan makanan terbatas, makanan kurang efisien dikonversikan menjadi daging oleh stok yang besar daripada oleh stok yang lebih kecil. Setiap ikan pada suatu stok yang besar masing-masing memperoleh makanan lebih sedikit, dengan demikian dalam fraksi yang lebih besar makanan hanya digunakan untuk mempertahankan hidup sedangkan dalam fraksi yang lebih kecil digunakan untuk pertumbuhan. 3 Pada suatu stok yang tidak pernah dilakukan penangkapan, terdapat kecenderungan lebih banyak individu yang tua dibandingkan dengan stok yang telah dieksploitasi. 3 Asumsi terhadap koefisien kemampuan menangkap Pada model surplus produksi diasumsikan bahwa mortalitas penangkapan proporsional terhadap upaya. Namun demikian upaya ini tidak selamanya benar, sehingga kita harus memilih upaya penangkapan yang berhubungan langsung dengan mortalitas penangkapan. Suatu alat tangkap baik jenis maupun ukuran yang dipilih adalah yang mempunyai hubungan linear dengan laju tangkapan.

2.6.2 Model bio-ekonomi

Gordon 1954 diacu dalam Fauzi 2004, menyatakan bahwa sumberdaya ikan pada umumnya bersifat akses terbuka open acces. Pada perikanan yang tidak terkontrol akan terjadi economic over fishing, dimana faktor input dari perikanan telah digunakan melebihi kapasitasnya untuk memanen stok ikan. Menurut Schaefer 1975 diacu dalam Fauzi 2004, perubahan cadangan sumberdaya ikan secara alami dipengaruhi oleh pertumbuhan logistik ikan, yang secara matematis dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi sebagai berikut : dxdt = fx = x.r 1-xk ………………………………………………......... 1 Keterangan: x = Ukuran kelimpahan biomas ikan k = Daya dukung alam r = Laju pertumbuhan instrinsik fx = Fungsi pertumbuhan biomas ikan dxdt = Laju pertumbuhan biomas Apabila sumberdaya tersebut dimanfaatkan melalui kegiatan penangkapan, maka ukuran kelimpahan akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan selisih antar laju pertumbuhan biomas dengan jumlah biomas yang ditangkap, sehingga secara hubungan fungsional, dinyatakan sebagai berikut Schaefer, 1957 diacu dalam Fauzi, 2004: dxdt = fx – h …………………………………………………….… 2 Keterangan : h = Hasil tangkapan Hasil tangkapan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: h = q.E.x ……………………………………………………...….…. 3 Keterangan : q = Koefesien teknologi penangkapan E = Tingkat upaya penangkapan effort Pada kondisi keseimbangan, perubahan kelimpahan sama dengan nol dxdt = 0, dengan asumsi koefesien teknologi sama dengan satu q=1 maka diperoleh hubungan antara laju pertumbuhan biomas dengan hasil tangkapan. Hubungan tersebut secara matematis dinyatakan dengan menggabungkan persamaan 1 dengan persamaan 3, sehingga diperoleh persamaan baru sebagai berikut Schaefer, 1957 diacu dalam Fauzi, 2004: dxdt = fx – h = 0 h = fx q.E.x = r.x 1-xk ................................................................................ 4 sehingga hubungan antara ukuran kelimpahan stok dengan tingkat upaya dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: x = k-kr.E ........................................................................................... 5 Menurut Schaefer 1957 diacu dalam Fauzi 2004, dengan mensubsitusikan persamaan 4 ke dalam persamaan 5, maka diperoleh fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang menggambarkan hubungan antar tingkat upaya effort dengan hasil tangkapan produksi lestarinya, sehingga secara matematis persamaannya menjadi: h = k.E – kr E 2 ................................................................................. 6 Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan oleh Schaefer model Schaefer, hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara lestari berdasarkan aspek biologi, tetapi belum mampu menetapkan tingkat pemanfaatan maksimum yang lestari secara ekonomi. Untuk itu Gordon mengembangkan model Schaefer memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya penangkapan, maka persamaan keuntungan dari usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan menjadi : π = TR – TC ……………………………………………………………... 7 = p.h – c.E Keterangan : π = Keuntungan pemanfaatan sumberdaya TR = Penerimaan total c = Biaya penangkapan ikan per satuan upaya p = Harga rata-rata hasil tangkapan Dalam kondisi open access, tingkat keseimbangan akan tercapai pada saat penerimaaan total TR sama dengan biaya total TC, dengan tingkat upaya =E OA Gambar 6. Menurut Gordon kondisi tersebut disebut juga sebagai “bioeconomic equiblirium of open access fishery”. Pada tingkat upaya di bawah E OA , penerimaan total lebih besar dari biaya totalnya, sehingga pelaku perikanan akan lebih banyak tertarik untuk meningkatkan upaya penangkapan ikannya. Pada tingkat upaya di atas E OA , biaya total lebih besar dari penerimaan total, sehingga mendorong pelaku perikanan untuk mengurangi upaya, dengan demikian hanya pada tingkat upaya E OA keseimbangan akan tercapai. Revenue cost Revenue cost C B Effort E MEY E MSY E 0A E MEY E 0A c = MC = AC AR MR TR = p.Y E TC A MSY MEY Effort Sumber: Fauzi, 2004. Gambar 6 Keseimbangan bio-ekonomi Gordon-Schaefer. Gambar 6 menunjukkan bahwa keuntungan maksimum akan dicapai pada tingkat upaya E mey, dimana jarak vertikal antara penerimaan total dan biaya total mencapai tingkat yang paling tinggi. Tingkat E MEY disebut sebagai maximum economic sustainable yield MEY. Apabila tingkat upaya pada keseimbangan open acces E OA dibandingkan dengan tingkat upaya pada saat MEY E MEY , ternyata tingkat upaya yang dibutuhkan pada keseimbangan open access, jauh lebih banyak dari pada tingkat upaya pada saat MEY, ini berarti bahwa pada keseimbngan open access telah terjadi penggunaan sumberdaya yang berlebihan, yang menurut Gordon disebut sebagai economic over fishing.

2.7 Aspek Sosial

Ihsan 2000, menyatakan bahwa analisis aspek sosial perikanan tangkap meliputi penyerapan tenaga kerja per unit penangkapan atau jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, penerimaan per unit penangkapan atau penerimaan nelayan yang diperoleh dari hasil per unit yaitu hasil bagi antara sistem bagi hasil dengan jumlah nelayan personil penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit tangkap ikan untuk nelayan yang diperoleh dari penerimaan nelayan per tahun dibagi investasi dari setiap unit penangkapan. Monintja et al. 1986, mengemukakan bahwa aspek sosial yang penting diperhatikan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah penerimaan oleh nelayan pengoperasian alat tangkap tidak menimbulkan friksi atau keresahan nelayan yang telah ada, ketersedian tenaga kerja pendidikan dan pengalaman serta memberikan pendapatan yang sesuai. Permasalahan utama usaha perikanan adalah sifat common property sumberdaya ikan, sehingga upaya seorang nelayan menimbulkan suatu biaya yang tidak diperhitungkan terhadap seluruh nelayan. Hal ini berpotensi menimbulkan friksi sosial antara nelayan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan. Oleh karena itu evaluasi terhadap perikanan tangkap yang akan dikembangkan hendaknya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Tingkat partisipasi angkatan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi, sosial, dan ekonomi. Faktor ini antara lain adalah umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal desakota, dan jumlah pendapatan.

2.8 Analisis Investasi