Sejarah Singkat Bantuan Hukum di Indonesia
Keadaan yang sama kira-kira juga terjadi pada seputar tahun-tahun awal setelah bangsa Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945,
karena seluruh bangsa sedang mengkosentrasikan dirinya untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa, demikian pula pengakuan kedaulatan Rakyat
Indonesia pada tahun 1950 keadaan yang demikian relatif tidak berubah. Dalam periode berikutnya sekitar pada tahun 1950-1959an terjadi perubahan
sistem peradilan di Indonesia dengan dihapuskannya secara perlahan-lahan pluralisme dibidang peradilan, hingga ada satu sistem peradilan yang berlaku bagi
seluruh penduduk Indonesia, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung, demikian pula telah diberlakukan satu hukum acara yaitu HIR.
Pada periode sesudahnya yaitu pada masa kekuasaan Orde Lama Soekarno hingga pada tahun 1965, dapat dikatakan bahwa dalam periode ini merupakan saat-
saat yang rawan bagi proses penegakan hukum dinegara kita. Tampilnya babagan Demokrasi Terpimpin dalam pentas politik nasional
antara lain tidak terlepas dari munculnya dominasi peran yang dimainan Presiden Soekarno, bantuan hukum dan juga profesi kepengacaraan mengalami kemorosotan
yang luar biasa bersamaan dengan melumpuhnya sendi-sendi Negara hukum. Pada masa itu, hukum tak lebih merupakan „alat revolusi‟ sementara peradilan
tidak lagi bebas karena terlalu banyak dicampuri dan dipengaruhi secara sadar oleh tangan eksekutif, yang mencapai puncaknya dengan diundangkannya UU No. 19
tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Kekuasaan Kehakiman, dimana menurut pasal 19 tersebut telah memberi wewenang kepada Presiden untuk dalam bebrapa hal
dapat turun atau campur tangan dalam masalah pengadilan, dengan jatuhnya wibawa pengadilan maka tidak aneh kalau harapan dan kepercayaan orang kepada bantuan
hukumpun hilang. Angin segar dalam sejarah bantuan hukum dimulai pada saat munculnya masa
Orde Baru masa pemerintahan Soeharto dimana puncaknya ditandai dengan digantinya UU No. 19 tahun1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman dengan UU No. 14 tahun 1970 yang kembali menjamin kebebasan peradilan dari segala campur tangan dan pengaruh-pengaruh kekuatan dari luar
lainnya dalam segala urusan peradilan. Pada tahun 1953 didirikan biro hukum „Tjandra Naya‟ yang dipimpin oleh
Prof. Ting Swan Tiong, biro hukum ini lebih mengutamakan konsultasi hukum khusus bagi orang Cina, kemudian pada tahun 1963 bertempatan pada tanggal 2 Mei
didirikan Biro Konsultasi Hukum di Universitas Indonesia dengan Prof. Ting Swan Tiong sebagai ketuanya dan pada tahun 1968 berganti nama menjadi Lembaga
Konsultasi Hukum, dan pada tahun 1974 menjadi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum LKBH
Di luar kelembagaan bantuan hukum difakultas-fakultas hukum, lembaga bantuan hukum yang melakukan aktifitasnya dengan lingkup yang lebih luas dimulai
sejak didirikannya lembaga Bantuan Hukum di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1970 dibawah pimpinan Adnan Buyung Nasution.
Pada masa Orde Baru ini masalah bantuan hukum tumbuh dan berkembang dengan pesat, satu contoh yang dapat dikemukakan pada tahun 1979 saja tidak kurang
dari 57 lembaga bantuan hukum yang terlibat dalam program pelayanan hukum kepada masyarakat miskin dan buta hukum.
Dimasa reformasi Sampai sekarang bantuan hukum mengalami peningkatan yang signifikan bahkan Negara pun secara langsung mendukung dan memfasilitasi
kepada para pencari keadilan khususnya mereka yang tidak mampu demi mewujudkan keadilan yang merata melalui institusi pengadilan tertinggi Negara yaitu
Mahkamah Agung sesuai dengan pasal 28 D 1 UUD 1945 “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum. Jaminan Negara ini kemudian dijabarkan dalam berbagai Undang-Undang dan peraturan yang berkaitan dengan akses masyarakat
terhadap hukum dan keadilan, seperti ketentuan yang terkandung dalam Undang- Undang No. 48 Tahun 2009 pasal 56 dan 57, Undang-Undang 49 tahun 2009 pasal 68
B dan 69 C, Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 pasal 60 B dan 60 C, Undang- Undang 51 pasal Tahun 2009 pasal 144 C dan 144 D, PP No. 83 Tahun 2008 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma dan SEMA No. 10 tahun 2010 tentang Pedoman Bantuan Hukum yang mana keseluruhan
peraturan-peraturan tersebut mengatur tentang hak setiap orang yang tersangkut perkara untuk memperoleh bantuan hukum dan Negara menanggung biaya perkara
bagi pencari keadilan yang tidak mampu serta pembentukan pos bantuan hukum pada setiap Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha
Negara.