BAB IV TINJAUAN YURIDIS POS BANTUAN HUKUM
DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA
A.
SEMA Sebagai Landasan Yuridis Pedoman Pos Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama
Jika kita lihat dari segi yuridiksinya, landasan yuridis Pedoman Pelaksanaan Pos Bantuan Hukum bagi Lingkungan Pengadilan Agama adalah SEMA Surat
Edaran Mahkamah Agung No. 10 tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Ketua Mahkamah Agung.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Mahkamah Agung sebagai Institusi Peradilan tertinggi di Indonesia, berwenang membuat suatu peraturan yang bersifat
kebijakan yang isinya mengatur mengenai petunjuk, pedoman, ataupun peringatan dan ia mengikat kepada seluruh isntitusi peradilan yang berada dibawah Mahkamah
Agung, dan peraturan ini disebut dengan Surat Edaran Mahkamah Agung. Dari segi historisnya, sejak tahun 1951-2010 Mahkamah Agung telah
mengeluarkan atau menerbitkan SEMA sebanyak 340 dengan rata-rata pertahunnya menerbitkan 5-6 SEMA.
35
SEMA pertama kali yang diterbitkan adalah SEMA No. 1 tahun 1951 tanggal 20 Januari 1951 Perihal: Tunggakan Perkara Pada Pengadilan
Negeri yang berisi Teguran dan Perintah:
35
Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung dan Pemeriksaan kasasi dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika h. 174
Menegur Pengadilan Negeri dan para Hakim diseluruh Indonesia tentang achterstand, yakni tunggakan perkara karena sedikit yang diselesaikan :
Sehubungan dengan itu, MA memerintahkan dan menuntut supaya setiap Hakim pada Pengadilan Negeri menyelesaikan dan memutus perkara
sekurang-kurangnya 60 perkara pidana kejahatan misdrijven dalam tiap-tiap bulan.
Kewenangan MA dalam menerbitkan SEMA itu tercantum dalam pasal 131 Undang-Undang N0. 30 tahun 1950 Tentang Mahkamah Agung Indonesia
“ Jika dalam jalan Pengadilan ada soal yang tidak diatur dalam Undang-undang, maka
Mahkamah Agung dapat menentukan secara langsung bagaimana soal itu harus dibicarakan”
Bertitik tolak dari ketentuan pasal diatas, eksistensi SEMA sejak tahun 1950 memiliki landasan legality secara konstitusional sehingga isi maupun petunjuk yang
digariskan didalamnnya mengikat untuk ditaati dan diterapkan oleh Hakim dan Pengadilan.
Pada saat sekarang, landasan hukum kekuasaan dan kewenangan MA menerbitkan SEMA diatur dalam pasal 32 ayat 4 UU MA yang berbunyi
“ Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran , atau peringatan yang
dipandang perlu kepada Pengadilan disemua Lingkungan Peradilan”.
Ketentuan ini secara substansial pada prinsipnya sama dengan yang terkadung pada pasal 131 UU No. 3 tahun 1950:
36
1. Memberi kekuasaan dan kewenangan kepada MA untuk mengeluarkan dan
menerbitkan SEMA 2.
Isi yang dituangkan didalamnya dapat berisi petunjuk, teguran atau peringatan maupun perintah
3. Bisa berlaku umum untuk semua Lingkungan Peradilan, tetapi boleh juga
diterbitkan SEMA yang hanya berlaku kepada satu Lingkungan Peradilan tertentu.
Dengan demikian secara berkesinambungan sejak tahun 1950 sampai sekarang keberadaan SEMA ditopang oleh ketentuan undang-undang yang semula
oleh pasal 131 UU No. 30 tahun 1950 sekarang oleh pasal 32 ayat 4 UU MA.
B. Kekuatan Hukum SEMA di Negara Republik Indonesia
Berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dalam pasal 7 ayat 4 UU No 102004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
bahwasanya: “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
pada ayat 1, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.” Dalam penejelasannya diterangkan bahwa
“Jenis Peraturan Perundang- undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh
36
Ibid. h. 175
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentak oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenKota, BupatiWalikota, Kepala Desa atau yang setingkat”
Jika kita melihat dari penjelasan di atas menyatakan bahwa jenis peraturan selain dari hirarki peraturan perundang-undangan seperti UUD 1945, UUPerpu, PP,
Perpers, dan Perda yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung mempunyai kekuatan yang sama atau dengan kata lain mengikat secara keseluruhan khusus bagi kalangan
sendiri yakni Peradilan-Peradilan dibawah wewenang MA PA, PN, PTU dan PM. Dari penjelasan diatas jelaslah yang dimaksud dengan Pasal 7 ayat 4,
peraturan yang dikeluarkan oleh MA adalah berbentuk PERMA bukan SEMA, dengan demikian PERMA mempunyai kekuatan yang sama dengan Hirarki
Perundang-undangan, dimana PERMA mengikat secara penuh kepada setiap Pengadilan.
PERMA dibuat oleh MA bertujuan untuk mengisi kekurangan dan kekosongan hukum serta diperlukan bagi jalannya peradilan. Sebagaimana dijelaskan
dalam Penjelasan Umum UU MA angka 2 huruf c “membuat peraturan pelengkap
untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran jalannya peradilan”