Dengan pembelajaran yang demikian konsep mengenai bilangan pecahan akan lebih mudah diingat oleh siswa. Pembelajaran akan lebih
bermakna dengan media pembelajaran yang sesuai sehinggan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1 Penjumlahan Pecahan
Jika penyebutnya sama dapat langsung dijumlah pembilang-pembilangnya sedemikian sehingga + =
. Namun jika penyebutnya berbeda maka terlebih dahulu penyebutnya disamakan. Di bawah ini contoh penyelesaian
penjumlahan pecahan. Contoh:
Jadi dapat kita simpulkan bahwa + = Berikut ini merupakan contoh penjumlahan dengan penyebut yang berbeda,
terlebih dahulu penyebutnya disamakan jika dalam perhitungan pecahan. Dapat diilustrasika sebagai berikut.
+ = + =
Jadi dapat disimpulkan bahwa + =
Dalam mengenal berbagai jenis bentuk pecahan, siswa juga dapat dikenalkan melalui bangun datar lainnya, misalnya persegi panjang. Di
bawah ini merupakan contoh bentuk pecahan yang diambil dari persegi panjang dengan nilai yang sama tetapi menggunakan bentuk yang berbeda.
Misal, nilai dapat dikenalkan dengan berbagai bentuk pecahan dalam gambar persegi panjang sebagai berikut.
=
=
=
=
2 Pengurangan Pecahan
Jika penyebutnya sama dapat langsung dikurang pembilang-pembilangnya sedemikian sehingga - =
. Namun jika penyebutnya berbeda maka terlebih dahulu penyebutnya disamakan. Di bawah ini contoh penyelesaian
pengurangan pecahan. Contoh:
3 Membandingkan Pecahan
Membandingkan bilangan pecahan dapat dilakukan menggunakan gambar yang telah ditentukan untuk membandingkan besarnya suatu pecahan.
Contoh: Pada gambar di bawah ini terdapat dua buah pizza yang dipotong. Siswa
diminta untuk menentukan bagian pizza mana yang lebih besar atau lebih kecil dari bagian yang telah dipotong tiap satu bagiannya.
Pizza pertama dipotong menjadi bagian dan pizza yang kedua dipotong menjadi bagian.
Lebih besar - =
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dilakukan oleh Siti Aisyah 2010 yang berjudul
“Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”. Penelitian tersebut dilakukan pada siswa kelas VIII-7 dan VIII-
8 SMPN 16 Jakarta terkait materi pembelajaran matematika pada bahasan Relasi dan Fungsi. Pada kelas eksperimen hasil penelitian ini sebagian besar siswa sudah
mampu mengekspresikan peristiwa sehari-hari ke dalam bentuk diagram, grafik dan pasangan berurutan. Siswa juga mampu mempresentasikan masalah sehari-hari
ke dalam bentuk notasisimbol matematika. Sedangkan pada kelas kontrol sebagian besar siswa lebih mampu menerjemahkan bahasa matematika ke dalam bentuk
angka-angka. Secara umum kemamapuan komunikasi matematik siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Pada kelas eksperimen rata-rata kelas
sebesar 61,24 sedangkan pada kelas control rata-rata kelas sebesar 54,08. Selain itu juga terdapat penelitian Didin Junaedin 2012 yang berjudul
“Peningkatah Hasil Belajar Matematika Siswa MI Melalui Pembelajaran Model CTL pada Pokok Bahasan Pecahan”. Penelitian tersebut dilakukan pada siswa
kelas V MIS Miftahul Huda terkait pembelajaran kontekstual pada matematika pokok bahasan bilangan pecahan. Kemampuan siswa menyelesaikan soal bilangan
pecahan pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan
soal bilangan pecahan pada kelompok control yang dalam pembelajaran menggunakan pembelajaran konvensional. Pada penelitian ini menyebutkan bahwa
hasil belajar pada kelas eksperimen rata-rata kelas sebesar 12,952 dan pada kelas kontrol rata-rata kelas sebesar 10,095.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran merupakan suatu proses atau interaksi antara berbagai komponen yang terlibat di dalamnya baik antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa, maupun siswa dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Oleh karena itu dalam prakteknya dapat dilakukan dengan mengaitkan materi yang dipelajari
dengan lingkungan atau situasi nyata sehingga pembelajaran menjadi lebih
bermakna. Kemampuan siswa dalam mengaitkan materi pelajaran dengan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari di luar konteks sekolah
merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran. Hal ini merupakan salah satu bentuk pola pembelajaran yang dapat mengeksplorasi kemampuan siswa dalam
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep yang membantu guru dalam
mengaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuannya dengan penerapan dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran seperti itu dapat mendorong siswa untuk dapat menginterpretasikan dan mengekspresikan berbagai
fenomena yang terjadi di dunia luar ke dalam bentukmodel matematika sehingga dapat menghubungkan konsep pembelajaran matematika yang bersifat abstrak
kepada yang konkret. Selain itu di dalam pembelajaran kontekstual siswa didorong untuk aktif bekerja sama dan melakukan diskusi serta menemukan dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan. Di dalam matematika sering kali hasil belajar siswa menjadi perhatian. Hal
ini merupakan akibat dari sifat matematika yang abstrak sehingga siswa sulit untuk memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan dunia nyata, sehingga hasil
belajar matematika siswa mendapat perhatian khusus dari guru. Jika matematika diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata, akan membantu siswa dalam memahami
materi dan konsep matematika. Begitu pula dalam pembelajaran matematika pada bahasan bilangan pecahan, karena pada hakikatnya bilangan pecahan merupakan
materi yang banyak berkaitan dengan dunia nyata. Bilangan pecahan merupakan salah satu materi dalam matematika yang banyak aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Banyak siswa yang merasa kesulitan dalam memahami konsep bilangan pecahan ini. Oleh karena itu, pembelajaran kontekstual ini memberikan banyak
kesempatan kepada guru untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Penelitian Tindakan
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah dengan menerapkan pembelajaran kontekstual
dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan bilangan pecahan.
Konstruk- tivisme
Inkuiri Authentic
assessment Masyarakat
belajar Pemodelan
Bertanya Refleksi
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SD Al-Zahra Indonesia beralamat di Komplek Vila Dago, Pamulang, Tangerang Selatan. Adapun waktu pelaksanaan penelitian
adalah pada semester ganjil tahun ajaran 20142015 pada bulan September 2014.
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian
Metode penelitian yang penulis lakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dan menyelesaikan masalah pembelajaran, serta memberikan kesempatan bagi guru dalam mengambil tindakan yang tepat
dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil
belajar pada pokok bahasan bilangan pecahan dengan menerapkan pembelajaran kontekstual.
Penelitian ini lebih menekankan kepada proses tindakan penelitian, oleh sebab itu berhasil atau tidaknya suatu penelitian dapat dilihat dari proses
tindakannya. Agar proses berjalan dengan lancar, peneliti harus mempersiapkan dengan matang segala sesuatu yang menjadi pendukung sebuah proses agar dapat
dikatakan berhasil. Adapun tahapan dalam penelitian tindakan kelas adalah perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Sedangkan rancangan dari setiap aspek pokok yang akan menjadi gambaran dari proses penelitian adalah sebagai berikut.
1. Perencanaan Planning
Pada tahap perencanaan melakukan identifikasi masalah tentang proses dan hasil belajar matematika, melakukan wawancara terhadap guru kelas yang
mengajar matematika, penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP dengan kolaborasi antara peneliti dengan observer. Penyusunan rencana