Prasojo Setyo Gemi nastiti Beloko Legowo

dapat mengarahkan maupun mendorong orang berbuat kebaikan maka harus memiliki sikap yang bijaksana dalam menyikapi sesuatu.

e. Waspodo purbo waseso

Adanya kesanggupan menguasai keadaan dalam kondisi apapun dan bagaimanapun, terlebih dalam situasi banyak orang yang selalu memanfaatkan demi keuntungan pribadi, berani memberi koreksi atas kekurangan ataupun kesalahan baik terhadap diri sendiri maupun pada orang lain.

f. Ambeg paromo arto

Mampu menentukan keputusan maupun kebijakan dengan tepat sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan pemborosan dan mampu menentukan skala prioritas segala sesuatu yang memang perlu dilakukan terlebih dahulu. Aplikasi di dalam dunia olahraga adalah kemampuan memutuskan sesuatu secara tepat dan cepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

g. Prasojo

Ciri khas adanya kesederhanaan yaitu selalu memandang bahwa hidup dan kehidupannya penuh kesahajaan, tidak berlebihan dan selalu mensukuri atas nikmatnya. Aplikasi dalam dunia keolahragaan adalah untuk mencapai puncak prestasi harus dilandasi dengan pemanfaatan kondisi seadanya.

h. Setyo

Ngugemi ing janji, janji merupakan hutang yang harus dibayarkan, selalu mempunyai ketaatan, kesetiaan terhadap norma, aturan yang berlaku, kesetiaan akan tertanam kuat apabila setiap saat selalu diucapkan atas janji atau ikrar.

i. Gemi nastiti

Bersifat tidak boros, memperhitungkan kapan saat memberi dan berapa banyak yang diberikan, perhitungan semacam ini bukan berarti bakhil akan tetapi justru sangat menguntungkan sehingga tidak banyak menghabiskan energi dan kalori.

j. Beloko

Jujur dalam menyampaikan sesuatu sesuai dengan apa adanya, terbuka dan bersedia mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, tidak ada istilah menepuk sembunyi sebelah tangan.

k. Legowo

Berarti iklas dalam menyerahkan segala sesuatu untuk kepentingan yang lebih besar dan tidak selalu mengutamakan kepentingan diri sendiri. Nilai-nilai budaya yang sudah mengakar pada diri seseorang akibat proses dialogis antar pribadi yang terus menerus memungkinkan munculnya rasa nasionalisme. Timbulnya rasa kepemilikan akan warisan budaya leluhur yang salah satunya adalah olahraga tradisional sehingga akan mengembangkan nilai nasionalisme kaum muda. Olahraga tradisional menjadi salah satu cara pelestarian aset tradisional yang dipandang sebagai sarana efektif untuk memelihara dan mempertahankan eksistensinya. Tugas pendewasaan anak bertujuan agar anak mengerti tanggung jawab dan kewajibannya sebagai warga Negara. Salah satu tugas dan kewajiban suatu bangsa adalah melestarikan budaya yang memiliki nilai-nilai luhur baik sebagai jati diri bangsa maupun nilai-nilai yang berlaku secara universal. Sebagai aset bangsa yang memiliki nilai strategis untuk membangun bangsa sudah sewajarnya diwariskan dan dilestarikan pada generasi penerus. Banyak nilai-nilai dalam olahraga sampai sekarang masih diwariskan pada generasi yang lebih muda melalui permainan olahraga yang terus terpelihara hingga kini. Hal ini membuktikan bahwa nilai-nilai dalam olahraga mengandung nilai moral. Melalui bermain maka sangat membantu anak dalam mengembangkan: kepekaan sosial, tangung jawab pada diri maupun pada kelompok, kreatifitas dan penyaluran energi yang tersimpan, belajar berkomunikasi dan memahami hal –hal yang dikomunikasikan orang lain, sportifitas serta kemampuan bekerja sama dalam kelompok. Banyak cabang olahraga yang memiliki nilai edukasi yang tinggi, yang sesuai dengan sistem nilai budaya bangsa, mudah dan murah. Namun banyak cabang permainan olahraga yang terlupakan dan tergerus oleh permainan-permainan modern yang kadang-kadang justru kurang mendidik. Salah satu contoh olahraga tradisional adalah olahraga beladiri pencak silat. Olahraga pencak silat mengandung ajaran falsafah budi pekerti luhur karena bersumber pada kerohanian guna menjaga keselamatan diri dan perlawanan diri. Pelestarian permainan olahraga tradisional membutuhkan peran guru. Guru sangat berperan dalam pengembangan ranah afektif. Peranan ini akibat dari adanya interaksi antara guru, didaktik metodik pengajaran dan materi kurikulum serta sikap terhadap siswa. Secara umum dikatakan berhasil dalam pendidikan afektif apabila tercipta perasaan, sikap, nilai yang diperlukan untuk memelihara hubungan antar pribadi dan kelompok secara manusiawi. Salah satu contoh hasil pendidikan afeksi adalah orang tersebut dalam tutur kata dan bertingkah laku dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat dan orang tersebut mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan kondisi lingkungan. Manifestasi dan implementasi hasil pembinaan budi pekerti luhur dalam kehidupan bermasyarakat yaitu dalam berperilaku selalu dikaitkan dengan nilai nilai keagamaan, nilai kemasyarakatan dan nilai kepribadian, hal ini selaras dengan pendidikan jiwa dan batin ketimuran. Pendidikan jasmani dan olahraga yang diberikan di sekolah memiliki nilai edukasi sesuai dengan sistem nilai budaya bangsa. Guru pendidikan jasmani di sekolah selalu dituntut untuk memunculkan ide-ide atau kreatifitas dalam mengajar, sehingga pola pembelajaran tidak monoton dan akan membuat suasana menyenangkan. Materi ajar dapat dipilih dan disesuaikan dengan sarana, prasarana termasuk di dalamnya adalah bentuk-bentuk permaian. Bentuk permainan sebenarnya dapat dibagi menjadi 2 dua yaitu permainan yang diciptakan oleh anak dan permainan yang diciptakan oleh orang tua. Permainan yang diciptakan oleh anak semata –mata penekanannya pada unsur fisik sedangkan permainan yang diciptakan oleh orang tua bersifat sangat komplek yaitu dapat membantu dari perkembangan fisik, perkembangan jiwa, perkembangan kepribadian, perkembangan kesadaran sosial dan perkembangan kepribadian. Tugas guru pendidikan jasmani ada empat aspek yaitu menyangkut aspek fisik, psikologis, kesehatan dan aspek teknik – teknik berolahraga. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain hal ini disebabkan karena dalam rangka membentuk manusia seutuhnya, tujuan lain pendidikan jasmani adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan membentuk sikap sehingga dapat berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat.

6. Pendidikan Anak Usia Dini