PEMBAHASAN PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISA DATA,

70 bentuk acara, jenis acara, dan tema acara sesuai dengan apa yang sudah terangkum dalam visi misi Gereja, maka kegiatan tersebut dibebaskan sepenuhnya. Di sini dewan paroki menjadi fungsi kontrol terhadap kinerja komunitas. Selama ini OMK banyak sekali mengambil peran secara aktif. Posisi di kepengurusan komunitas OMK dan kepanitiaan- kepanitiaan adalah ajang belajar peran. Menjadi ketua komunitas, pendamping PIA, pengurus koor, adalah kebutuhan OMK untuk mendapatkan peran dan tempatnya di tengah masyarakat Gereja. Harapan OMK untuk mendapatkan peran dan tempatnya terlihat ketika mereka selalu menanggapi tawaran dewan paroki untuk mengurusi acara-acara. Selain itu OMK juga mempunyai keinginan untuk mendapatkan ruang berekspresi, baik itu dalam bentuk acara kegiatan maupun dalam bentuk infrastruktur. Harapan mereka adalah mempunyai tempat untuk bisa berperan sepenuhnya. Dinamika OMK dalam usahanya mendapatkan peran dan tempat ini memberikan kontribusi pada pembentukan identitas dirinya. Menurut Erikson 1989, pembentukan identitas tidak bisa terlepas dari proses dimensi sosial budaya. Menurut Santrock 2003, hal di atas disebut sebagai bentuk eksplorasi terhadap peran. OMK melakukan aktivitas secara aktif untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71 mengevaluasi, dan menginterpretasi dengan seluruh kemampuan, akal, pikiran, dan potensi yang dimiliki untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang berbagai alternatif peran. Saat proses kegiatan berlangsung, kadangkala OMK menemui cukup banyak hambatan dalam menjalankan perannya. Beragamnya ide dan orientasi kegiatan yang berbeda membuat beberapa OMK tidak diterima. Masalah kurangnya penerimaan terkait dengan ide dan konsep kegiatan yang ditawarkan membuat OMK merasa tidak dapat menyatukan diri serta tidak mendapatkan tempat dalam kelompok-kelompok komunitas. Selain tidak mendapatkan penerimaan dari rekan-rekan OMK yang lain, kadangkala OMK yang bersangkutan juga pernah merasa mengalami kegagalan-kegagalan ketika berperan di suatu kegiatan. OMK menganggap perannya gagal adalah saat dimana peran yang dijalankan tidak berjalan semestinya, yang berakibat buruk pada kualitas kegiatan dan keberhasilan acaranya. Pengalaman OMK atas kegagalan peran di atas merupakan ketidakmampuan mereka melakukan eksplorasi potensi atau kemampuan yang dimiliki untuk berperan. Kondisi ini menurut Marcia dalam Santrock, 2003 masuk dalam status Identity Foreclosure . Dalam membuat suatu komitmen, individu kurang menggunakan pemikiran dan pertimbangan yang matang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72 Tidak mendapatkan tempat di antara rekan-rekannya dan masyarakat Gereja oleh OMK dikatakan Marcia dalam Santrock, 2003 masuk dalam model status Identity Diffusion; Apatis. Di sini dijelaskan bahwa individu merasa tidak memiliki tempat dan mengalami isolasi. c. Kebutuhan akan pengakuan Dinamika kehidupan masyarakat Gereja bersama umat dengan berbagai macam rentang umur begitu sangat menarik dan kompleks. Perbedaan tahap perkembangan dan peran masing- masing anggota Gereja memunculkan pengalaman dan cara perilaku yang unik antara satu dengan yang lain. Beranekaragamnya tugas, hak, dan kewajiban antara orang tua dengan orang muda membuat bentuk kontribusi sulit dilihat jika hanya dari satu sisi. Kondisi di atas membuat OMK berusaha agar dirinya dapat dipandang sebagai seorang pribadi yang mampu memberikan kontribusi bagi umat, Gereja, maupun masyarakat umum. OMK merasa dirinya membutuhkan pengakuan dari apa yang telah diperbuat selama ini. Peran peranan sungguhlah hal ingin dibuktikan untuk kedepannya, tidak hanya pengakuan akan eksisitensinya tetapi juga pengharapan atas penghargaan dari semua kalangan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73 Setiap keberhasilan acara memunculkan kebanggaan dalam diri OMK. Kebanggaan tidak hanya muncul dari dalam diri mereka ketika acara berhasil, tetapi juga ditambah dari apresiasi yang baik dari semua pihak. Penghargaan dari orang lain inilah yang membuat para OMK lebih terpacu dan bersemangat ketika melaksanakan aktivitas-aktivitas ke depan. Pada kenyataannya subyek tidak hanya membutuhkan aktualisasi diri dan mendapatkan tempat di masyarakat Gereja. Pengakuan atas peran dan usaha-usahanya dalam setiap kegiatan yang berlangsung juga mereka inginkan. Jika aktualisasi diri sudah diakui, maka menurut OMK hal itu membuat mereka mendapat lebih banyak kesempatan untuk berkegiatan. Bukti yang tampak adalah ketika mereka sangat diandalkan oleh dewan Gereja dan sering mendapat tawaran mengurusi penyelenggaraan- penyelenggaraan kegiatan. Hal di atas memperlihatkan bahwa OMK berusaha dan mencapai identitas diri secara lebih baik. Kondisi ini menurut Marcia dalam Santrock, 2003 masuk dalam model status Identity Moratorium . OMK memiliki kemampuan berfikir secara jernih dengan mempertimbangkan situasi lingkungan tanpa mempengaruhi harga dirinya ke arah negatif. Individu model status ini masih berusaha membentuk komitmen dengan cara kompromi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74 menyatukan pendapat lingkungan orang tua, rekan OMK, lingkungan masyarakat Gereja, dan lain-lain. 2. Kesadaran Sebagai seorang manusia yang mempunyai kebutuhan- kebutuhan, OMK juga dengan sangat jelas memperlihatkan perilakunya dalam setiap tingkah lakunya ketika berproses di tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut teraktualisasi ketika mereka berinteraksi di lingkungan dimana mereka hidup. Lingkungan yang dimaksud disini adalah keluarga dan Gereja. Dengan adanya kebutuhan munculah usaha-usaha untuk mencapainya. Bersamaan dengan hal tersebut tercipta suatu kesadaran untuk semakin lebih baik dalam pencapaian dan pemenuhan kebutuhan tersebut. Kesadaran ini berawal dari proses internal individu dalam melihat diri dan hasil respon individu terhadap fenomena lingkungan eksternal. a. Kesadaran akan diri potensi dan minat Kesadaran terhadap diri yang muncul dari OMK ini terkait dengan potensi dan minatnya. OMK ini mempunyai potensi- potensi dasar, seperti; percaya diri, berani, menarik, serta minat seperti; dunia seni, dunia anak-anak, dan pengolahan barang bekas. OMK sadar bahwa mereka mempunyai potensi yang dapat mereka kembangkan dan terapkan dalam kehidupan Gereja maupun di kehidupan sehari-hari. Potensi yang dimiliki mereka arahkan ke 75 minat-minat yang diinginkan. Keterpaduan antara potensi dan minat ini menjadikan OMK lebih berupaya menerapkannya ketika berinteraksi dengan Gereja. Kesadaran yang telah muncul dari dalam diri OMK dalam perjalanannya terus berkembang seiring pengalamannya berkegiatan. Semakin lama kesadaran tersebut membuat OMK mengarahkan potensi dirinya ke hal-hal yang berkaitan dengan minat dan akhirnya tertuju ke bidang-bidang khusus dimana minat ini cukup erat dengan latar belakang sosio-historisnya. Kesadaran akan potensi dan minat OMK telah ditegaskan oleh Erikson 1989 dengan empat aspek pokok kepribadian. Kesadaran OMK ini adalah satu kesadaran akan identitas pribadi. Identitas pribadi ini menyangkut kualitas “eksistensial” dari individu, yang berarti bahwa individu itu mandiri dengan suatu gaya pribadi yang khas. Dengan kata lain, individu telah sadar dan tahu akan kualitas diri terkait dengan potensinya. b. Kesadaran akan lingkungan peka terhadap masalah Saat berdinamika dengan masyarakat Gereja, sedikit banyak fenomena-fenomena sosial teramati oleh OMK. Lambat laun kepekaan terhadap suatu gejala sosial muncul, baik itu kesenjangan, konflik, permasalahan kelompok maupun pribadi. Hal tersebut disadari OMK sebagai akibat perbedaan kepentingan tujuan, dan persepsi masing-masing pihak. 76 Kesadaran bahwa terdapat adanya masalah antar masing- masing OMK ataupun dengan dewan Gereja merupakan hasil dari sebuah kepekaan terhadap situasi di lingkungan di mana mereka berkegiatan. OMK merasa ditanggapi oleh dewan secara negatif dan tidak diberikannya ruang yang luas untuk berkegiatan. Dari OMK sendiri semakin sedikit yang terlibat. Kesadaran akan adanya masalah ini pada akhirnya menjadi sebuah keprihatinan yang mana itu nantinya akan berhubungan sangat erat dengan kebutuhan- kebutuhan mereka. Individu yang telah mempunyai kesadaran akan situasi lingkungan berarti ia telah mencapai atau berada dalam model status Identity Achievement Marcia dalam Santrock, 2003. Individu dalam model status ini telah mampu memahami, beradaptasi, peka terhadap masalah dan tahu harapan lingkungan. 3. Keinginancita-cita Sebagai orang muda yang berada dalam tahap perkembangan dewasa dini, OMK telah memiliki kesadaran akan kebutuhan- kebutuhannya. Kebutuhan yang sedang dan akan terus dicapai ini menimbulkan kesadaran-kesadaran untuk lebih mengembangkan diri dan mencapai keberhasilan di banyak bidang. Hal ini telah menyesuaikan dengan potensi dan minat yang dimiliki dipadu dengan hasil interaksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77 OMK lahir, hidup, dan tumbuh ditengah keluarga Kristiani dan masyarakat Gereja. Secara sosio-historis, proses internalisasi cara berfikir, pengajaran, dan arah hidup sedikit banyak mempengaruhi pembentukan pribadinya. Keluarga dan Gereja cukup memberikan andil disini. Ketika mereka menjalani aktivitasnya, OMK mendapat banyak pemahaman tertentu tentang aktivitas keimanan dan Gereja secara umum. a. Keinginan akan aktivitas beriman Aktivitas liturgis Gereja terdiri dari bermacam-macam bentuk, misal; Misa perayaan Ekaristi, doa, dan persembahan. Begitu juga aktivitas non-liturgis juga terdiri dari berbagai bentuk, seperti; pengembangan komunitas, pemberdayaan masyarakat Gereja dan lain-lain. Walaupun bukan kegiatan liturgis, menurut beberapa OMK kegiatan yang diselenggarakan selama masih sesuai dengan visi misi Gereja, hal tersebut sudah merupakan bentuk peningkatan keimanan kepada Tuhan. Berkegiatan menurut mereka adalah salah satu cara memuji Tuhan. Banyak OMK yang tidak intens melakukan ritual doa atau mengikuti perayaan Ekarisiti, tetapi kontribusi terhadap kegiatan-kegiatan yang ada sangat besar. b. Keinginan akan aktivitas melayani Banyak dari OMK menghabiskan waktu dan hari-harinya di gereja. Baik itu mengurus acara, rapat kegiatan, maupun hanya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78 sekedar diskusi dan berbincang-bincang. Tema pembahasan biasanya seputar rencana kegiatan, keprihatinan, sikap kritis, dan permasalahan-permasalahan yang dialami. Tetapi yang jelas mereka sedang berusaha untuk bisa berbuat lebih untuk Gereja. Pelayanan yang ditawarkan Gereja sebagai bentuk ajaran dari Tuhan telah ditanggapi secara baik oleh OMK selama ini. OMK berusaha berkegiatan dengan dasar keinginan untuk menghidupi, membangun, dan berkarya untuk Gereja. Mengajak, mengumpulkan, dan mengkoordinasi teman-teman lain untuk terlibat dalam kegiatan adalah salah satu cita-cita OMK melayani Gereja. Keinginan OMK untuk melakukan aktivitas beriman dan melayani Gereja terkait erat dengan latar belakang sosio- historisnya. Sosio-historis yang dimaksud disini adalah tempat, kehidupan sosial, dan kultur budaya dimana OMK lahir, dibesarkan dan menghabiskan sebagian waktu hidupnya. Konsep Erikson dalam Hall Lindzey, 1993 dalam proses pembentukan identitas diri individu sangat erat dan dipengaruhi situasi dan kondisi sosio-historis dimana individu tersebut berada. Dalam setiap perjalanannya, pola didikan orang tua, penilaian dari lingkungan, cita-cita kelompok, dukungan masyarakat sekitar, ajaran-ajaran beserta ideologisnya sangat mempengaruhi harapan atau keinginan individu ke depannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79 4. Model status, jenis atau tahap identitas diri Paparan dari beberapa tema pengalaman OMK sesuai dengan indikator-indikator model status identitas menurut Marcia dalam Santrock, 2003. Tema pengalaman OMK tersebar dalam tiga model status identitas. Paparan tema di tabel. 7 menunjukkan bahwa OMK mengalami dinamika yang cukup sulit ketika menjalani aktivitasnya dalam berbagai area kehidupan. Beberapa tema menunjukkan bahwa OMK masuk dalam model status Identity Diffusion; Apatis. Indikator yang sesuai dengan apa yang dialami OMK ini adalah isolasi sosial dan memiliki jarak dengan orang tuanya baik fisik maupun psikis. Mereka mengalami dimana lingkungan tidak ingin menerimanya. Hal inilah yang membuat OMK merasa tidak mempunyai tempat dan tidak tidak diterima rekan-rekan OMK yang lain. Terkait hubungan dengan orang tua, OMK mengalami masalah pada tahap perkembangan psikososial yang pertama, yaitu; basic trust. Dinamika pengalaman yang lain memperlihatkan bahwa OMK telah menunjukkan ciri-ciri individu pada modeltahap status Identity Moratorium . Tema-tema ini menunjukkan bahwa OMK sedang berusaha membentuk komitmen dengan cara kompromi dan menyatukan pendapat lingkungan orang tua, rekan OMK, Gereja, dan lain-lain dengan potensi yang dimilikinya. Tema paling banyak ditunjukkan adalah hal yang mengindikaskan bahwa OMK telah menyelesaikan periode eksplorasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80 Hal tersebut sangat sesuai dengan indikator model status Identity Achievement , yaitu bahwa mereka cukup mantap, mampu memberikan alasan untuk pilihan mereka dan mampu menggambarkan bagaimana komitmen tersebut dipilih. Selain itu indikasi yang lain menunjukkan bahwa OMK juga telah mampu tahan terhadap pengaruh lingkungan terkait dengan harga dirinya, telah menginternalisasi proses pengaturan diri sendiri, serta peka terhadap harapan atau masalah lingkungan. Seiring berjalannya waktu, pengalaman kegiatan OMK semakin membentuk identitas dirinya. Indikasi-indikasi yang tampak menunjukkan bahwa sangat beragamnya dinamika yang dialami OMK selama ini. Model status identitas pada OMK akan selalu bergerak dan bukanlah identitas yang terakhir. Besar kemungkinan terjadinya perubahan seiring OMK memodifikasi perilaku dan pola pikirnya untuk mencapai identitas diri yang diinginkan. Melihat pengalaman berkegiatan para OMK, secara umum mereka berada pada situasi serba kompleks akibat proses membentuk identitas diri dan menjalani tugas perkembangan yang terjadi dalam dunia kaum muda secara umum, lebih khusus lagi sebagai OMK di tengah sosio-historis keluarga Kristiani dan Gereja. Situasi ini menghadapkan OMK pada dinamika kehidupan yang menantang sekaligus penentu perkembangan pribadi kedepan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pengalaman kegiatan Gereja dimaknakan sebagai proses pembentukan identitas diri ternyata menjadi tema yang kuat dalam aktivitas orang muda katolik OMK. Pengalaman kegiatan Gereja yang dialami OMK berlangsung dengan berbagai macam bentuk dinamika yang muncul bersamaan. Pengalaman kegiatan terjadi secara personal maupun kolektif, dengan wujud yang beragam. Sementara pengalaman pembentukan identitas diri OMK yang terjadi bersifat sebagai resultan atas segala kebutuhan, kesadaran, dan keinginan internal diri sebagai seorang individu yang terkombinasi dengan pengaruh lingkungan sosio-historis keluarga Kristiani dan Gereja. Indikasi-indikasi yang tersebar dalam berbagai macam bentuk model identitas dipahami sebagai pengalaman naik turunnya kemajuan kehidupan OMK untuk mencapai identitas diri yang lebih baik. Pengalaman OMK dimana mereka pernah tidak diterima dan tidak mendapatkan tempat adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Hal ini mengingat bahwa identitas yang telah dicapaiditemukan bukanlah identitas yang terakhir. Mereka akan berusaha memodifikasinya terus- menerus sesuai dengan pengalaman mereka dimana disitu besar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82 kemungkinan proses kompromi dengan lingkungan atau situasi sosial yang baru akan selalu ditemui kedepannya. Melalui studi fenomenologi telah didapatkan sebuah eksplorasi reflektif tentang pemaknaan akan pengalaman berkegiatan para OMK di tengah kesibukan menjalani tugas perkembangan. Refleksi pengalaman OMK yang dipaparkan dalam penelitian ini mungkin membawa pemahaman yang berbeda dengan pemahaman tentang OMK pada umumnya bahkan orang muda secara luas seperti yang telah sering diulas oleh banyak media, literatur, dan deskripsi tentang OMK.

B. Kelemahan Penelitian

Beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini yang berjudul “Pemaknaan orang muda katolik OMK yang aktif pada kegiatan Gereja” yaitu: 1. Pada akhir penelitian yang menggunakan metode pengambilan sampel yang berfokus pada intensitas memperlihatkan kelemahan dimana salah satu subyek kurang memberikan penghayatan terhadap fenomena yang diteliti. 2. Sampel akan lebih representatif jika pengambilan sampel subyek penelitian sesuai dengan jumlah dan prosedur yang distandardkan. Metode yang disarankan adalah dengan menggunakan theoretical sampling , yaitu mencari individu yang dapat memberikan 83 kontribusi dalam penelitian hingga individu ke-n, dimana informasi yang bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan secara jelas sudah tidak diketemukan lagi saturated Creswell, 1998. 3. Tema-tema hasil penelitian akan terstrukurterkonsep lebih tepat sasaran jika peneliti menguasai teori metode yang dipakai. Kedua hal tersebut harus layak dan adanya keterpaduan. 4. Kecermatan dalam keseluruhan proses penelitian terkait dengan pengambilan data akan lebih baik apabila waktu penelitian cukup panjang dan lebih fleksibel.

C. Saran

1. Saran Bagi OMK

Loyalitas dan totalitas terhadap setiap kegiatan Gereja oleh OMK memang baik untuk dipertahankan. Apa yang telah dalami OMK selama ini cukup membantu mereka dalam mengembangkan diri, menumbuhkan kesadaran akan potensi dan kepekaan pada lingkungan serta dapat mengakomodasi keinginan-keinginan mereka. Tetapi yang perlu dicatat adalah bahwa OMK juga harus memahami situasi dan kondisi kehidupannya terkait dengan tugas-tugas pribadinya yang begitu beragam dan sangat padat. OMK diharapkan mampu membagi waktu agar proses eksplorasi dirinya dapat berjalan lancar dan pada akhirnya dapat mencapai identitas diri yang diharapkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84

2. Saran Bagi Orang Tua dan Dewan Paroki

Sebagai orang tua OMK dan dewan sebagai wakil Gereja diharapkan memberikan ruang yang cukup dan kesempatan bagi OMK untuk dapat lebih mengembangkan diri. Pemahaman dari pihak orang tua dan dewan paroki akan tugas perkembangan terkait dengan masa usaha mencapai identitas diri, kewajiban dan hak kaum muda juga diharapkan agar OMK terbantu dalam menemukan diri, potensi, dan minatnya.

3. Saran Bagi Peneliti

Terkait dengan penelitian kualitatif khususnya fenomenologi, peneliti diharapkan lebih peka dan kritis terhadap gejala-gejala sosial disekitar mereka terutama fenomena sosial yang akan diamati. Tema-tema yang muncul dari pengalaman subjek penelitian ini sangatlah banyak dan dapat dilihat dari banyak sekali aspek. Ketajaman dan kedalaman saat memahami fenomena harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Penelitian ini menuntut peneliti memiliki kelimpahan teoritis, sehingga konsep-konseptema-tema yang didapat tidak terbuang percuma yang seolah-olah tanpa memiliki arti penting. 85 DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Baron, Robert A., Byrne, Donn. 1997. Social Psychology. Massachusetts: Allyn Bacon Cremers, A. Terj. 1989. Identitas dan Siklus Hidup Manusia. Jakarta: Gramedia Creswell, J. W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. Thousand Oaks, California: SAGE Publications, Inc. Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Dusek, J. B. 1991. Adolescent Development and Behavior. Prentice-Hall: Englewood Cliffs, N. J. Erikson, E. H. 1950. Childhood and Society. New York: WW. Norton and Company Inc. Erikson, E. H. 1974. Identity, Youth and Crisis 2 nd ed. New York: WW. Norton and Company Inc. Erikson, E. H. 1989. Identitas dan Siklus Hidup Manusia. Jakarta: PT Gramedia Ginanjar, A. Soekandar S. Bernadetta, Y. 2001. Perkembangan Status Identitas Pada Penderita HIVAIDS . Jurnal Psikologi Sosial, No: IXTH VII hal 28-44. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 86 Gunarsa, Y. S. D. Singgih D. Gunarsa. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia Hadiwijoyo, H. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius Hall, C. S. Lindzey, G. 1993. Teori-Teori Holistik Organisme- Fenomenologis. Yogyakarta: Kanisius. Kartono, Kartini Dali Gulo. 1987. Kamus Psikologi. Bandung: Pionir Jaya Koeswara, E. 1998. Agresi Manusia. Bandung: PT Eresco. Komisi Kepemudaan KWI. 1991. Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda. Jakarta: Komisi Kepemudaan KWI Komisi Kepemudaan KWI. 1994. Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda. Jakarta: Komisi Kepemudaan KWI Komisi Kepemudaan KWI. 2008. Pendidikan Politik Orang Muda Katolik: Bahan dan Modul Untuk Fasilitator. Jakarta: Komisi Kepemudaan KWI Komisi Kerasulan Awam KWI. 1994. Bahan Pengembangan Kerasulan Awam. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Marcia, J. E. 1993. Ego Identity, A Handbook for Psychosocial Research. New York: Springer-Verlag. Marcia, J.E. 1980. Ego Identity Development. Dalam Santrock, J.W. 1995. Life- Span Development. Perkembangan Masa Hidup. Edisi kelima. Jilid 2. Jakarta. Erlangga. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI