STATUS IDENTITAS PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISA DATA,
68
lektor, dan kelompok koor, dan lain-lain adalah sarana dimana kebutuhan tersebut dapat terakomodasi.
a. Kebutuhan akan perkembangan diri
OMK melakukan aktivitas dengan selalu mencoba mengikuti kegiatan-kegiatan baru yang menarik baginya. Mereka
berusaha mengaktualisasikan dirinya secara penuh dalam setiap event
yang diselenggarakan. Menurut mereka hal-hal seperti; kemampuan berkomunikasi dalam sebuah koordinasi rapat
kepengurusan atau saat membaca kitab suci saat misa, latihan koor rutin, mengreasikan konsep acara, menggeluti bidang liturgis,
terlibat dalam dunia anak-anak di sanggar seni, dapat menambah kemampuan dan mengembangkan diri mereka.
Aktivitas di dalam komunitas Gereja selalu melibatkan banyak OMK. Pada awal terjun di kegiatan Gereja, OMK berharap
dirinya dapat mengenal banyak orang dan dapat saling bekerjasama satu sama lain. Membina hubungan lebih erat antar OMK agar
tercipta kekompakan adalah sebuah kebutuhan OMK untuk berafiliasi dan bersosialisasi diri dengan orang lain.
Situasi yang dialami para OMK dalam usaha mengembangkan diri ini merupakan suatu proses pembentukan
identitas. Ego, sebagai daya penggerak batin memiliki kapasitas untuk memilih dan mengintegrasikan bakat-bakat, kemampuan-
kemampuan dan ketrampilan-ketrampilan dalam melakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
identifikasi dengan orang-orang yang sependapat, dan dalam melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial serta menjaga
kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang paling cocok dan efektif Erikson, 1968.
Masuknya OMK ke lingkungan Gereja, bersosialisasi dengan OMK yang lain dan saling berafirmasi satu sama lain
adalah salah satu proses perkembangan identitas, dimana hal tersebut berpangkal pada kebutuhan inheren manusia untuk merasa
bahwa dirinya tergolong pada jenis orang-orang tertentu Erikson, 1964. OMK mengetahui bahwa dirinya termasuk anggota
masyarakat Gereja di mana ia dapat berpartisipasi dalam ritual- ritual keagamaan, ideologi-ideologi, kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk memperbaiki struktur sosial Gereja. Erikson 1964 mengatakan bahwa pada tahap dewasa dini
individu siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang- orang lain. Di sini ritualisasi yang terjadi adalah afiliatif, yakni
berbagi bersama dalam persahabatan dan membentuk kelompok- kelompok.
b. Kebutuhan akan peran dan tempat
Kegiatan yang ada tidak hanya merujuk pada agenda Gereja. Gereja juga menawarkan dan memberikan kesempatan
pada komunitas-komunitas OMK untuk menggagas, mengonsep, dan mengurusi secara teknis dalam penyelenggaraannya. Selama
70
bentuk acara, jenis acara, dan tema acara sesuai dengan apa yang sudah terangkum dalam visi misi Gereja, maka kegiatan tersebut
dibebaskan sepenuhnya. Di sini dewan paroki menjadi fungsi kontrol terhadap kinerja komunitas.
Selama ini OMK banyak sekali mengambil peran secara aktif. Posisi di kepengurusan komunitas OMK dan kepanitiaan-
kepanitiaan adalah ajang belajar peran. Menjadi ketua komunitas, pendamping PIA, pengurus koor, adalah kebutuhan OMK untuk
mendapatkan peran dan tempatnya di tengah masyarakat Gereja. Harapan OMK untuk mendapatkan peran dan tempatnya
terlihat ketika mereka selalu menanggapi tawaran dewan paroki untuk mengurusi acara-acara. Selain itu OMK juga mempunyai
keinginan untuk mendapatkan ruang berekspresi, baik itu dalam bentuk acara kegiatan maupun dalam bentuk infrastruktur. Harapan
mereka adalah mempunyai tempat untuk bisa berperan sepenuhnya.
Dinamika OMK dalam usahanya mendapatkan peran dan tempat ini memberikan kontribusi pada pembentukan identitas
dirinya. Menurut Erikson 1989, pembentukan identitas tidak bisa terlepas dari proses dimensi sosial budaya.
Menurut Santrock 2003, hal di atas disebut sebagai bentuk eksplorasi terhadap peran. OMK melakukan aktivitas secara
aktif untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI