Batasan Masalah Rumusan Masalah

13 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kegagalan Rumah Tangga 1. Konsep Rumah Tangga

Istilah rumah tangga tidak dapat dilepaskan dari keluarga. Menurut Horton dan Hunt dalam Norma dan Sudarso, 2004: 227, istilah keluarga pada umumnya digunakan untuk menunjuk beberapa pengertian sebagai berikut: a. Suatu kelompok yang memiliki nenek moyang sama b. Kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah dan perkawinan c. Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak d. Pasangan nikah yang mempunyai anak e. Satu orang, baik duda ataupun janda, dengan beberapa anak. Pada pengertian tersebut, maka dengan jelas dapat dikatakan bahwa istilah keluarga dapat digunakan untuk menyebut pasangan perkawinan di mana pasangan perkawinan sering disebut sebagai rumah tangga. Menurut Friedman 1998: 56, keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Sementara menurut Suprajitno 2004: 36, pengertian keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Penggunaan istilah keluarga untuk rumah tangga tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan adanya konsep perkawinan. Perkawinan 14 merupakan penerimaan status baru dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, serta pengakuan atas status baru oleh orang lain Norma dan Sudarso, 2004: 229.

2. Kegagalan Rumah Tangga

Farid Ma’ruf Noor menyatakan bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga merupakan satu dasar pembangunan kehidupan masyarakat dan negara yang sejahtera dan bahagia sebagai inti kehidupan masyarakat yang terkecil Rahman Getteng, 1997: 56. Apabila keluarga tidak dapat menjaga keutuhannya, maka suatu rumah tangga dapat dinilai telah gagal mewujudkan tujuannya serta dalam hal ini tidak jarang jalan perceraian menjadi solusi yang diambil. Kegagalan rumah tangga yang dimaksud dalam hal ini merujuk pada suatu kondisi putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian, bukan putusnya perkawinan akibat meninggalnya salah satu pihak dalam ikatan perkawinan tersebut. Perceraian bukanlah suatu kejadian tunggal melainkan serangkaian proses yang dimulai sebelum perpisahan fisik dan berpotensial menjadi pengalaman stress serta menimbulkan efek psikologis yang buruk bagi suami, istri, dan anak Papalia, Olds Fieldman, 2009: 86. Selain itu perceraian dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyakitkan serta dapat membuat seseorang yang mengalaminya mengalami stres, depresi, kesepian, merasa rendah diri, merasa sangat bersalah dan tidak berguna, kurang produktif dalam bekerja, dan merasa cemas dalam menghadapi situasi sosial yang disebabkan karena adanya