Subjek 5 Deskripsi Subjek Penelitian
70 “Boleh sih sebenernya, tapi sayang mbak uangnya untuk ongkos
pulang pergi kan mahal. Biasanya saya tabung saja uangnya. Saya pulang pas sudah kontrak 2 tahun mbak. Menghemat
biaya.” Wawancara dengan YT, 19 Juni 2013 Lampiran 1, baris 36-39
Penuturan subjek YT tersebut menunjukan bahwa intensitas pertemuan YT dengan pasangan adalah selam dua tahun sekali meskipun
YT memiliki kesempatan untuk mengambil cuti. Dalam hal ini YT memilih mengorbankan intensitas pertemuan dengan pasangan guna
menabung secara maksimal gaji yang diperolehnya. Hal yang sama diungkapkan oleh BR sebagaimana ditunjukan dalam kutipan wawancara
sebagai berikut: “Kalau setiap tahun pasti di kasih cuti dan uang untuk pulang.
Cuma saya berfikiran bahwa daripada uang buat beli tiket, mending saya kirimkan untuk anak-anak saya dan istri saya di
rumah. Jadi saya pulang di tahun kedua mbak, lalu berangkat lagi untuk sisa kontrak 1 tahun.” Wawancara dengan BR, 19
Juni 2013 Lampiran 2, baris 26-30
Penuturan BR tersebut sejalan dengan penuturan YT yang lebih memilih untuk menyimpan gajinya daripada menambah intensitas
kepulangan ke Indonesia untuk bertemu pasangan. Begitu pula dengan subjek SR yang menyatakan pendapat serupa sebagaimana dapat dilihat
dalam kutipan wawancara berikut: “Kalau udah 18 bulan kan saya udah bisa nabung. Nah pas dua
tahun saya pulang, nanti berangkat lagi nyelesaiin kontrak yang 1 tahun.” Wawancara dengan SR, 20 Juni 2013 Lampiran 3,
baris 26-29
Penuturan SR tersebut serupa dengan penuturan kedua subjek sebelumnya. Dalam hal ini intensitas pertemuan juga dilakukan setelah
71 kontrak berjalan dua tahun karena setelah kontrak berjalan 18 bulan
barulah uang gaji dapat disishkan untuk menabung. Sementara itu, sama halnya dengan subjek GM yang menuturkan hal tersebut:
“Nggak mesti ya mbak, dulu majikan saya yang di Arab baik sih mbak, saya bisa pulang 2x dalam 3 tahun kontrak. Pas kemaren
di Hongkong saya pulang 1x dalam 3 tahun kontrak.” Wawancara dengan GM, 20 Juni 2013 Lampiran 4, baris 25-
27
Kutipan wawancara tersebut menunjukan bahwa meskipun GM memiliki kesempatan untuk pulang ke Indonesia namun GM memilih
untuk tidak menggunakan kesempatan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa keempat subjek penelitian memiliki satu
persamaan terkait intensitas pertemuan dengan pasangan. Hal yang berbeda dialami oleh subjek JR. Dalam hal ini pasangan JR juga bekerja
sebagai pekerja migran di negara yang berbeda dengan subjek. Oleh sebab itu, intensitas pertemuan subjek dengan pasangan hampir tidak
pernah terjadi. Berdasarkan uraian tersebut, intensitas pertemuan subjek dengan pasangan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 Intensitas Pertemuan Subjek dengan Pasangan
Nama Subjek Intensitas Pertemuan Subjek dengan Pasangan
YT 2 tahun sekali
BR 2 tahun sekali
SR 2 tahun sekali
GM 2x atau 1x dalam 3 tahun kontrak
JR Tidak pernah karena pasangan juga bekerja
sebagai pekerja migran dan tidak pernah pulang ke Indonesia
Sumber: Data primer penulis
72 Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa subjek
penelitian memiliki intensitas pertemuan dengan pasangan yang sangat terbatas. Intensitas pertemuan yang terbatas tersebut semakin diperparah
dnegan keterbatasan intensitas komunikasi antara subjek dengan pasangannya.
Aspek komunikasi dalam hal ini dapat dikaitkan dengan komitmen di antara suami maupun istri untuk menjaga jalinan
komunikasi selama pasangan bekerja sebagai pekerja migran di luar negeri. Aspek komunikasi pada rumah tangga subjek dapat dilihat dalam
kutipan wawancara dengan subjek berikut: “Pas awal saya memang jarang menghubungi keluarga di
kampung mbak, karena bos saya belum mengizinkan, katanya saya masih harus banyak belajar beradaptasi dulu, tapi setelah 3
bulan saya sudah di bebaskan berkomunikasi dengan orang rumah. Sejak itu saya seminggu sekali telpon suami dan anak
saya.” Wawancara dengan YT, 19 Januari 2013 Lampiran 1, baris 14-19
Kutipan wawancara tersebut menunjukan bahwa YT tidak dapat berkomunikasi setiap saat dengan pasangannya di Indonesia karena
adanya keterbatasan dalam hal biaya. Sebagaimana dapat dilihat dari hal yang diungkapkan YT tersebut bahwa intensitas komunikasi paling tinggi
adalah dua kali seminggu yang hanya dilakukan ketika YT memiliki pulsa
lebih saja.
Kondisi demikian
berkaitan dengan
masalah keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki YT. Selain itu, masalah biaya
komunikasi yang tidak murah juga menjadi salah satu penyebab sebagaimana diuraikan YT dalam kutipan wawancara berikut: