8 Menurut Wadchararat et al. 2006, tepung beras pragelatinisasi memiliki
waktu pasting dan suhu pasting yang lebih rendah, viskositas puncak serta setback yang rendah. Amilosa yang bebas akan menurunkan viskositas puncak dan
viskositas breakdown namun meningkatkan viskositas akhir dan viskositas setback Park et al. 2007. Majzoobi et al. 2011 menyatakan pati gandum pragelatinisasi
memiliki viskositas yang meningkat pada suhu di bawah suhu gelatinisasi pati native dan jika dipanaskan kemudian didinginkan viskositas akhirnya akan lebih
rendah dibandingkan pati native. Nakorn et al. 2009 menjelaskan bahwa kadar amilosa pati pragelatinisasi yang lebih rendah memiliki kerusakan makromolekul
pati yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari penurunan viskositas puncak selama pendinginan dari pati beras ketan pragelatinisasi daripada pati beras dengan amilosa
yang lebih tinggi pregelatinized jasmine starch.
2.5 Deep Fat Frying
Penggorengan minyak terendamdeep fat frying merupakan proses pemanasan dan pengeringan bahan pangan dengan mencelupkan bahan ke dalam
minyak pada suhu yang tinggi 170 - 210 C. Proses penggorengan ini meliputi
proses perubahan komponen-komponen yang berbeda secara fisik maupun kimia yaitu denaturasi protein, gelatinisasi pati, penguapan air dan pembentukkan crust
Porta et al. 2012. Selama proses penggorengan, proses pindah panas dan massa terjadi di dalam produk secara simultan. Perpindahan panas terjadi secara konveksi
dari medium penggorengan menuju ke permukaan bahan dan perpindahan panas secara konduksi terjadi di dalam bahan pangan. Perpindahan massa terjadi dengan
hilangnya air dari bahan pangan dalam bentuk uap air dan perpindahan minyak ke dalam bahan pangan Brennan 2006. Rajkumat et al. 2003 menyatakan bahwa
air awalnya menguap pada laju yang cepat kemudian penurunan kadar air berjalan secara simultan dengan kenaikan suhu. Pati yang tergelatinisasi selama proses
penggorengan ini menyebabkan tekanan pori kapilaritas sehingga minyak dapat berpenetrasi ke permukaan dan masuk ke dalam bahan pangan.
Proses penggorengan meliputi empat tahap Brannan et al. 2014. Tahap pertama merupakan tahap pemanasan awal dimana suhu dari permukaan bahan
pangan akan meningkat hingga suhu titik didih air. Tahap ini sangat cepat dan biasanya hilangnya air dapat diabaikan dan terjadi proses pindah panas konveksi
alami. Tahap kedua merupakan pemanasan permukaan dimana pindah panas yang terjadi berubah dari konveksi alami menjadi konveksi paksa karena terjadi
evaporasi air pada permukaan bahan pangan. Tahap ini merupakan permulaan pembentukan crust. Tahap berikutnya merupakan tahap falling rate dimana paling
banyak terjadi air yang hilang karena suhu inti bahan telah mencapai titik didih air. Perpindahan massa uap terjadi secara steady menurun karena penurunan air bebas
dan pembentukkan crust tebal yang menjadi penghalang hilangnya uap. Tahap terakhir merupakan titik akhir gelombang dimana terjadi perhentian hilangnya air.
Menurut Dana et al. 2006, mekanisme penyerapan minyak selama deep fat frying yaitu perpindahan air, efek fase pendinginan, dan surface active agents. Pada
umumnya, penyerapan minyak terjadi karena pori-pori yang besar dalam bahan pangan yang telah digoreng akibat hilangnya air. Kemudian mekanisme yang kedua
adalah jumlah minyak yang terserap secara signifikan ketika bahan pangan dipindahkan dari penggorengan yaitu terjadi pada fase pendinginan. Efek fase
pendinginan terjadi ketika produk yang dipindahkan dari penggorengan yaitu uap air dalam produk terkondensasi sehingga tekanan dalam produk turun. Minyak yang
melekat pada permukaan produk akhirnya akan tersedot karena adanya kondisi vakum. Minyak berpenetrasi paling banyak terjadi pada fase pendinginan ini
Gamble et al. 1987; Moreira et al. 1997. Sebanyak 20 dari total kadar lemak diserap selama penggorengan sedangkan sisanya tetap pada permukaan bahan
pangan Moreira et al. 1997.
Moreira 2003 menyatakan penyerapan minyak juga terjadi karena mekanisme kondensasi dan kapilaritas. Penguapan air yang terjadi selama
penggorengan menyebabkan pembentukan rongga-rongga kapiler pada struktur bahan pangan yang mengakibatkan minyak dapat terserap. Mekanisme surface
wettingpembasahan permukaan yaitu bahan pangan yang kontak dan terendam dalam minyak goreng menyebabkan permukaan bahan pangan akan terbasahi oleh
minyak sehingga minyak akan menempel pada bahan pangan dan terbawa ke dalam produk pangan. Selain itu pengembangan dan perubahan tekstur bahan pangan
mengakibatkan kondisi vakum pada bagian dalam produk gorengan sehingga secara alami minyak akan terserap dan mengisi ruang vakum tersebut Muchtadi et al.
2010.
Kerenyahan merupakan salah satu mutu yang diinginkan pada bahan pangan yang digoreng. Penambahan tepung beras pragelatinisasi pada adonan tidak
meningkatkan kerenyahan pada adonan tepung beras beramilopektin tinggi yang digoreng namun dapat meningkatkan kerenyahan pada adonan tepung beras
beramilopektin rendah Mohamed et al. 1994. Hal ini terjadi karena interaksi polisakarida-polisakarida pada tepung beras beramilopektin lebih tinggi daripada
tepung beramilosa. Sementara menurut Mohamed et al. 1998, semakin tinggi kadar amilosa akan meningkatkan interaksi polisakarida-polisakarida yang
memberikan kerenyahan pada fried batter. Selain itu, interaksi polisakarida dengan air, polisakarida dengan minyak serta polisakarida dengan protein juga
mempengaruhi kekerasan fried batter. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Akdeniz et al. 2005 bahwa penambahan tapioka pragelatinisasi pada fried batter dapat
meningkatkan kerenyahan karena amilosa dapat meningkatkan interaksi polisakarida-polisakarida dan memberikan kerenyahan pada bagian crust.
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Minyak
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak yaitu suhu minyak, waktu penggorengan, kadar air awal ingredien pangan, luas permukaan produk,
rasio berat produk dengan volume minyak, perlakuan bahan pangan sebelum penggorengan pengeringan, blanching, coating, kondisi awal minyak, komposisi
kimia minyak, volume dan tekanan permukaan produk Pinthus et al. 1993; Moreira et al. 1999; Vongsawasdi et al. 2008.
Menurut Mohamed et al. 1998, penyerapan minyak akan meningkat secara linier dengan kenaikan kadar amilopektin pada pati karena peningkatan kadar
amilosa dapat
meningkatkan interaksi
polisakarida-polisakarida yang
menyebabkan penyerapan minyak menurun. Long grain rice flour RL 100 yang memiliki rasio amilopektinamilosa rendah dapat menyerap minyak yang lebih
sedikit dibandingkan dengan waxy rice flour Shih dan Daigle 1999. Pati amilosa yang tinggi dapat digunakan untuk menghindari penyerapan minyak pada kudapan