Latar Belakang Karakteristik Pati Beras Pragelatinisasi Terhadap Penurunan Penyerapan Minyak Dalam Proses Penggorengan

4 granula pati rusak Ratnayake et al. 2009; Rohaya et al. 2013. Schirmer et al. 2015 menyatakan definisi gelatinisasi pada pati merupakan perubahan struktur pada produk secara ireversibel yang diamati dalam skala mikro sampai makro. Menurut Ratnayake dan Jackson 2006, gelatinisasi pati merupakan proses yang sangat kompleks yaitu panas yang diserap pati tidak hanya untuk membuka lipatan heliks ganda amilopektin melainkan pembentukan ikatan baru di antara molekul pada suhu di bawah gelatinisasi. French 1944 menjelaskan bahwa proses gelatinisasi terdiri dari tiga tahap yaitu pengembangan granula pati dengan absorpsi air yang lambat, kehilangan birefringence yang cepat dengan jumlah absorpsi air yang besar dan difusi zat terlarut keluar dari granula pati. Perilaku gelatinisasi dan pasting dari pati beras bergantung pada aspek struktural yaitu amilosa bebas, amilosa yang terkompleks dengan lipid dan distribusi rantai amilopektin. Menurut Altay et al. 2006, gelatinisasi pati bergantung pada banyak faktor seperti kadar air, laju pemanasan, proses yang dilakukan sebelum gelatinisasi, dan kadar amilosaamilopektin pati. Amilosa pada pati cenderung sebagai penahan untuk gelatinisasi karena dapat berdifusi keluar selama pengembangan dan membentuk jaringan di luar granula sementara amilopektin memiliki kemampuan pengembangan yang lebih besar Odenigbo et al. 2013. Amilosa yang linier berdifusi keluar dari granula yang mengembang selama dan setelah gelatinisasi Hermansson et al. 1996. Kadar amilosa memiliki korelasi yang positif terhadap suhu gelatinisasi Varavinit et al. 2003. Suhu gelatinisasi pada pati beras beramilosa tinggi lebih tinggi karena daerah kristalin menghambat hidrasi daerah amorf Park et al. 2007. Suhu gelatinisasi juga dipengaruhi oleh panjang rantai amilopektin. Rantai cabang amilopektin yang pendek mengurangi kestabilan struktur lamela kristalin sedangkan rantai cabang panjang amilopektin dapat membentuk heliks ganda yang lebih panjang sehingga memerlukan suhu yang lebih tinggi untuk terdisosiasi Chung et al. 2011. Selama proses gelatinisasi, pemutusan ikatan cabang pada pati beramilosa tinggi lebih sulit dibandingkan pati beramilosa lebih rendah Wulan et al. 2007. Suhu proses gelatinisasi Tan et al. 2009, jumlah air Daomukda et al. 2011 dan waktu proses gelatinisasi Rohaya et al. 2013 mempengaruhi derajat gelatinisasi pati. Derajat gelatinisasi merupakan persentase pati yang telah tergelatinisasi yang dihitung berdasarkan jumlah amilosa yang keluar dari granula pati melalui pengikatannya dengan iodin. Kenaikan suhu dan jumlah air akan meningkatkan jumlah granula yang rusak Garcia et al. 1997. Suhu proses gelatinisasi pada suhu 50, 60 C menghasilkan derajat gelatinisasi pati beras japonica yang signifikan dibandingkan dengan suhu di bawah 50 C. Suhu proses gelatinisasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan derajat gelatinisasi Tan et al. 2009. Hal yang sama juga dinyatakan Lin et al. 2010 bahwa peningkatan suhu barel ekstruder dapat meningkatkan derajat gelatinisasi tepung beras pragelatinisasi. Ekstrusi pati jagung pada suhu barrel 70.0 C menyebabkan derajat gelatinisasi kurang dari 50 sedangkan pada suhu 90.0 C menghasilkan derajat gelatinisasi sebesar 52.7 Lee et al. 2000. Rohaya et al. 2013 menyatakan derajat gelatinisasi tepung beras akan meningkat dengan waktu pemanasan yang meningkat hingga 60 menit pada suhu 80 C sementara derajat gelatinisasi tertinggi diperoleh dengan pemanasan 90 menit yaitu 83.74. Penggunaan air yang berlebih dalam proses gelatinisasi yaitu lebih besar dari 60 total berat basah akan menyebabkan perubahan struktur pati menjadi tidak teratur yang ireversibel. Penggunaan air yang sedang 35-60 total berat basah akan menyebabkan ketidakteraturan daerah kristalin pada kisaran suhu yang tinggi Garcia et al. 1997. Menurut Daomukda et al. 2011, proses pemasakan nasi coklat dengan perbandingan air dan beras coklat sebesar 2:1 menghasilkan derajat gelatinisasi terendah karena gelatinisasi pati memerlukan air yang berlebih sehingga ikatan intermolekular pati ikatan hidrogen dapat terputus dengan air dan panas. Han et al. 1988 juga melaporkan bahwa derajat gelatinisasi tepung beras pragelatinisasi yang dihasilkan dengan proses drum drying lebih besar dari 92 dengan kadar air 60.

2.2 Pati Beras Pragelatinisasi

Pati pragelatinisasi merupakan pati yang dimasak dengan gelatinisasi sempurna dan pengeringan Ashogbon et al. 2014. Pragelatinisasi pati merupakan istilah yang berhubungan dengan “Pragel” yang berarti pati instan Majzoobi et al. 2011. Aplikasi pati pragelatinisasi dalam produk pangan tanpa disertai dengan proses pemanasan yaitu dapat memberikan kemampuan pengentalan, bulking, serta pengikatan pada produk pangan instan seperti puding instan, sereal sarapan, salad dressing, pengisi pie, dan makanan bayi Patindol et al. 2012. Pati beras yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beras beramilosa tinggi IR 42 dan pati beras beramilopektin tinggi ketan. Beras non-waxy memiliki ukuran granula yang lebih besar daripada beras ketan. Namun kelarutan dan kemampuan pengembangan lebih tinggi pada beras ketan daripada beras non-waxy Wani et al. 2012. Penggunaan beras sebagai ingredien pangan karena bersifat hipoalergen, bebas gluten, hambar rasanya dan mudah dicerna Shih dan Daigle 1999; Bao et al. 2004. Drum drying merupakan metode gelatinisasi yang biasa digunakan dalam industri pangan dan termasuk metode yang sederhana. Proses gelatinisasi dengan drum dryer ini secara keseluruhan dapat terjadi dalam satu atau dua tahap. Tahap pertama slurry pati dimasukkan ke dalam drum kemudian akan digelatinisasi dan dikeringkan secara bersamaan Haghayegh et al. 2011. Tahap pengeringan terjadi secara simultan dengan tahap gelatinisasi dengan membentuk lapisan tipis pada permukaan drum Majzoobi et al. 2011. Dua tahap dilakukan dengan proses pengeringan lebih lanjut dengan alat pengering lainnya karena produk akhir yang keluar dari drum belum cukup kering. Menurut Majzoobi et al. 2011 penggunaan twin drum dryer untuk proses gelatinisasi menghasilkan lapisan yang lebih tipis, viskositas yang lebih tinggi dan struktur yang kasar dibandingkan dengan single drum dryer karena shear pada twin drum dryer lebih kecil.

2.3 Perubahan Struktur Pati selama Gelatinisasi

Perubahan struktur pati terpenting selama gelatinisasi terjadi pada proses pengembangan granula. Pengembangan granula pati menjadi gel akan meningkatkan viskositas namun pengeluaran amilosa dari granula akan menurunkan viskositas Hermansson et al. 1996. Morfologi granula pati ketika dipanaskan terdapat dalam bentuk granula utuh, granula yang telah kehilangan birefringence secara parsial, granula yang telah kehilangan birefringence namun 6 masih mempertahankan bentuk yang bulat dan granula rusak yang sudah kehilangan bentuknya Garcia et al. 1997. Cameron et al. 1983 menyatakan bahwa penyerapan air yang kurang pada pati tidak cukup untuk destabilisasi daerah kristalin. Hal ini juga dikaitkan dengan penyerapan air pada daerah amorf karena gangguan pada daerah amorf membantu kerusakan daerah kristalin akibat titik percabangan amilopektin yang rusak. Selama pemanasan dengan air yang cukup, daerah kristalin dalam granula meleleh dan amilosa larut Hermansson et al. 1996. Menurut Tako et al. 2014, kelarutan yang tinggi dan kestabilan panas dari molekul amilopektin dapat berkontribusi pada rantai cabang pendeknya A pada rantai panjang B2-B3. Ikatan hidrogen intramolekular dan gaya van der waals berperan dalam kestabilan panas molekul amilopektin beras. Rantai pendek molekul amilopektin beras A menghalangi pengikatan ikatan hidrogen dan dapat larut dalam air dengan mudah. Air dan panas merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses gelatinisasi terutama bagaimana perubahan struktur amilosa dan amilopektin pada jumlah air dan suhu yang berbeda Ratnayake dan Jackson 2006. Zeng et al. 2011 menjelaskan bahwa air yang dibutuhkan untuk proses gelatinisasi pati yaitu 5-40 sehingga terjadi dislokasi heliks amilopektin dan pelelehan heliks koil dimana amilopektin terbuka dan membentuk gel amorf. Air yang meningkat menyebabkan ukuran dan jumlah daerah kristalin dari pati menurun karena dengan adanya panas, air dapat berdifusi masuk ke dalam daerah ini dan membagi daerah kristalin menjadi daerah amorf Daomukda et al. 2011.

2.4 Karakteristik Pati Pragelatinisasi

Sifat utama dari pati pragelatinisasi ini yaitu kemampuan penyerapan air yang meningkat dan kelarutannya dalam air yang dingin Ashogbon et al. 2014. Proses gelatinisasi ini akan mengubah karakteristik pati secara kimia maupun fisik akibat penyusunan kembali intra dan intermolekuler ikatan hidrogen antara air dan molekul pati Neelam et al. 2012. Sifat fisik pati ini dipengaruhi oleh faktor internal yang ditentukan oleh sumber botani seperti struktur amorf dan kristalin pati native, ukuran, morfologi, distribusi ukuran serta faktor eksternal seperti sumber area penanaman dan cuaca Schirmer et al. 2015. Penyerapan air pada daerah amorf menyebabkan granula pati kehilangan kestabilan struktur kristalinnya sehingga kehilangan sifat birefringence Ratnayake dan Jackson 2006. Kehilangan struktur pati yang teratur ini bersifat ireversibel yang meliputi pengembangan granula pati, hilangnya birefringence dan kristalinitas Neelam et al. 2012. Pragelatinisasi menyebabkan kerusakan granula pati yang menyebabkan pati tergelatinisasi memiliki indeks adsorpsi air dan indeks kelarutan air yang lebih tinggi daripada pati native Majzoobi et al. 2011. Kerusakan granula pati yang besar memiliki indeks absorpsi air yang tinggi Nakamura et al. 2010 sedangkan kerusakan granula pati yang kecil pada pati beras beramilosa tinggi menyebabkan penurunan indeks absorpsi air dan indeks kelarutan air Nakorn et al. 2009. Menurut Nakorn et al. 2009, indeks absorpsi air dan indeks kelarutan memiliki hubungan dengan disintergrasi makromolekular dan degradasi pati selama pemanasan dimana peningkatan indeks absorpsi air dan indeks kelarutan air dapat