pendinginan terjadi ketika produk yang dipindahkan dari penggorengan yaitu uap air dalam produk terkondensasi sehingga tekanan dalam produk turun. Minyak yang
melekat pada permukaan produk akhirnya akan tersedot karena adanya kondisi vakum. Minyak berpenetrasi paling banyak terjadi pada fase pendinginan ini
Gamble et al. 1987; Moreira et al. 1997. Sebanyak 20 dari total kadar lemak diserap selama penggorengan sedangkan sisanya tetap pada permukaan bahan
pangan Moreira et al. 1997.
Moreira 2003 menyatakan penyerapan minyak juga terjadi karena mekanisme kondensasi dan kapilaritas. Penguapan air yang terjadi selama
penggorengan menyebabkan pembentukan rongga-rongga kapiler pada struktur bahan pangan yang mengakibatkan minyak dapat terserap. Mekanisme surface
wettingpembasahan permukaan yaitu bahan pangan yang kontak dan terendam dalam minyak goreng menyebabkan permukaan bahan pangan akan terbasahi oleh
minyak sehingga minyak akan menempel pada bahan pangan dan terbawa ke dalam produk pangan. Selain itu pengembangan dan perubahan tekstur bahan pangan
mengakibatkan kondisi vakum pada bagian dalam produk gorengan sehingga secara alami minyak akan terserap dan mengisi ruang vakum tersebut Muchtadi et al.
2010.
Kerenyahan merupakan salah satu mutu yang diinginkan pada bahan pangan yang digoreng. Penambahan tepung beras pragelatinisasi pada adonan tidak
meningkatkan kerenyahan pada adonan tepung beras beramilopektin tinggi yang digoreng namun dapat meningkatkan kerenyahan pada adonan tepung beras
beramilopektin rendah Mohamed et al. 1994. Hal ini terjadi karena interaksi polisakarida-polisakarida pada tepung beras beramilopektin lebih tinggi daripada
tepung beramilosa. Sementara menurut Mohamed et al. 1998, semakin tinggi kadar amilosa akan meningkatkan interaksi polisakarida-polisakarida yang
memberikan kerenyahan pada fried batter. Selain itu, interaksi polisakarida dengan air, polisakarida dengan minyak serta polisakarida dengan protein juga
mempengaruhi kekerasan fried batter. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Akdeniz et al. 2005 bahwa penambahan tapioka pragelatinisasi pada fried batter dapat
meningkatkan kerenyahan karena amilosa dapat meningkatkan interaksi polisakarida-polisakarida dan memberikan kerenyahan pada bagian crust.
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Minyak
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak yaitu suhu minyak, waktu penggorengan, kadar air awal ingredien pangan, luas permukaan produk,
rasio berat produk dengan volume minyak, perlakuan bahan pangan sebelum penggorengan pengeringan, blanching, coating, kondisi awal minyak, komposisi
kimia minyak, volume dan tekanan permukaan produk Pinthus et al. 1993; Moreira et al. 1999; Vongsawasdi et al. 2008.
Menurut Mohamed et al. 1998, penyerapan minyak akan meningkat secara linier dengan kenaikan kadar amilopektin pada pati karena peningkatan kadar
amilosa dapat
meningkatkan interaksi
polisakarida-polisakarida yang
menyebabkan penyerapan minyak menurun. Long grain rice flour RL 100 yang memiliki rasio amilopektinamilosa rendah dapat menyerap minyak yang lebih
sedikit dibandingkan dengan waxy rice flour Shih dan Daigle 1999. Pati amilosa yang tinggi dapat digunakan untuk menghindari penyerapan minyak pada kudapan
10 yang digoreng karena amilosa dapat membentuk film yang kuat Lusas et al. 2001;
Vongsawasdi et al. 2008. Nakamura et al. 2010 juga menyatakan bahwa tepung beras khususnya yang memiliki amilosa tinggi dapat menurunkan penyerapan
minyak pada batter dibandingkan tepung terigu. Selain itu, kadar amilosa memiliki korelasi yang negatif terhadap penyerapan minyak r=-0.71. Penambahan tepung
beras pragelatinisasi pada fried rice dough beramilopektin tinggi tidak mempengaruhi penyerapan minyak secara signifikan namun dapat juga
meningkatkan penyerapan minyak pada fried rice dough beramilopektin rendah Mohamed et al. 1994. Kunanopparat et al. 2001 menjelaskan bahwa adonan
yang digoreng dengan kadar amilosa yang lebih tinggi membentuk kerak yang dapat menahan transfer minyak dan air sementara adonan beramilopektin tinggi
tidak membentuk kerak namun mengembang selama penggorengan. Pati pragelatinisasi menyebabkan matriks pati dalam adonan yang kuat mengikat air
sehingga uap air yang keluar melambat dan sebagian uap terperangkap di dalam struktur yang elastis Bouchon et al. 2004.
Derajat gelatinisasi juga merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi penyerapan minyak selama deep fat frying Alfredo et al. 2009. Metode
pengukuran derajat gelatinisasi ini berdasarkan pada amilosa yang keluar dari granula pati akibat proses gelatinisasi. Menurut Seguchi et al. 2003, jumlah
amilosa yang keluar pada granula pati ini bergantung pada struktur molekul, saluran dan ikatan hidrogen pati karena distribusi amilosa pada granula pati tidak seragam.
Jumlah amilosa yang keluar akan membentukan kompleks heliks dengan iodin dan memberikan warna biru yang gelap Hoover 2001. Menurut Kawas et al. 2001,
derajat gelatinisasi yang terjadi sebelum proses penggorengan dapat mempengaruhi kadar lemak produk akhir. Steam-baked chips yang memiliki derajat gelatinisasi
94 memiliki kadar lemak yang sangat rendah pada penyerapan minyak internal yang terjadi selama penggorengan dan pendinginan sedangkan freeze dried chips
yang memiliki derajat gelatinisasi 45 memiliki kadar lemak lebih besar pada penyerapan minyak internal yang terjadi lebih cepat. Derajat gelatinisasi adonan
yang lebih tinggi tersebut dapat menurunkan penyerapan minyak sebesar 87.48 berat basah Kawas et al. 2001. Komposisi batter 50 terigu tepung beras yang
memiliki derajat gelatinisasi 84.3 mampu menyerap minyak terendah hingga mencapai 4.20 berat kering Nour et al. 2010.
Pembentukan crust selama penggorengan dapat menghindari hilangnya air sehingga menjadi penghalang masuknya minyak ke dalam bahan pangan Shih dan
Daigle 1999; Rossell 2001. Kerak merupakan area permukaan yang besar, berpori dan berlubang dengan kadar air kurang dari 3. Lubang tersebut terbentuk akibat
air yang hilang dan banyak diisi dengan minyak selama proses penggorengan Razali et al.2003. Kerak yang terbentuk selama penguapan dan pemanggangan
dapat menghambat penguapan air pada penggorengan tortilla sehingga menghalangi penyerapan minyak Kawas et al. 2001; Huang et al. 2014.
Porositas yang terbentuk selama penggorengan juga mempengaruhi penyerapan minyak yaitu porositas awal yang tinggi dapat meningkatkan
penyerapan minyak Jezek et al. 2009. Pengeringan beku pada tortila memiliki struktur yang seragam dan jumlah pori kecil yang banyak sehingga menyebabkan
minyak terserap sedangkan steam baked tortilla menghasilkan porositas yang besar sehingga penyerapan minyak terjadi pada permukaan dan rendah pada bagian
dalam Kawas et al. 2001. Ukuran pori kecil yang terbentuk selama penggorengan
akan memerangkap udara lebih banyak dalam tekanan kapilaritas selama pendinginan. Tekanan kapilaritas yang tinggi ini akan menyebabkan kadar lemak
yang tinggi Moreira et al. 1997. Porositas yang meningkat akan memberikan kerenyahan pada tortilla chips Kawas et al. 2001. Penyerapan minyak memiliki
korelasi terhadap ukuran pori yaitu ukuran pori akan meningkat akibat penurunan penyerapan minyak Rajkumar et al. 2003.
Kadar air awal bahan pangan yang tinggi akan membentuk ukuran porositas yang kecil selama penggorengan karena laju difusi air yang lebih tinggi dan atau
massa gas yang lebih rendah sedangkan produk yang memiliki kadar air awal yang lebih rendah memiliki porositas awal yang tinggi sehingga cenderung membentuk
tekanan dan menyebabkan perlebaran ukuran pori serta penyerapan minyak terjadi selama pendinginan Moreira et al. 1997.
Peningkatan penyerapan minyak disertai dengan peningkatan hilangnya air dalam bahan pangan selama proses penggorengan. Kadar lemak akan rendah ketika
air yang hilang berjalan dengan lambat dan kontinu tanpa pembentukan sisi permukaan bahan pangan yang rusak Gamble et al. 1987. Evaporasi yang cepat
pada awal penggorengan akan menyebabkan tekanan internal dalam produk meningkat sehingga dapat menghancurkan permukaan produk dengan
pembentukkan lubang. Lubang yang besar pada permukaan produk berpati akan meningkatkan air yang hilang selama penggorengan Rahimi et al. 2014.
Gazmuri et al. 2009 menyatakan bahwa penyerapan minyak tidak berkaitan dengan jumlah air yang hilang secara jelas melainkan mikrostruktur produk. Proses
air yang hilang dan penyerapan minyak ini merupakan proses yang secara langsung berkaitan dengan waktu dan suhu penggorengan Ngadi et al. 2007. Suhu
penggorengan yang tinggi akan menyebabkan evaporasi air yang parsial sehingga minyak yang masuk ke dalam bahan pangan dalam jumlah yang lebih sedikit.
Penurunan kadar air terjadi secara signifikan dengan waktu penggorengan yang meningkat pada awal penggorengan Nasiri et al. 2011.
Komponen bahan pangan lainnya yang terkandung dalam bahan pangan seperti kandungan protein dapat mempengaruhi penyerapan minyak. Shih dan
Daigle 1999 menyatakan gluten pada tepung terigu bersifat hidrofobik sehingga memiliki afinitas yang tinggi terhadap minyak daripada tepung beras.
Pengembangan adonan yang disebabkan oleh gluten menyebabkan adonan lebih berpori sehingga dapat meningkatkan pengeluaran air yang mengakibatkan
terjadinya penyerapan minyak Shih dan Daigle 1999. Namun Gazmuri et al. 2009 menjelaskan bahwa kadar gluten yang tinggi dapat menurunkan penyerapan
minyak pada produk kadar air yang rendah. Gluten dapat membentuk film yang melapisi produk gorengan sehingga menghalangi minyak yang masuk dan
penguapan air Albert dan Mittal 2002.
Kemampuan protein dalam membentuk film dan gel dapat menyebabkan penghambatan pada minyak yang masuk Brannan et al. 2014 seperti albumin telur
Myers et al. 2012, isolat protein whey Mah et al. 2008 namun kuning telur dapat meningkatkan penyerapan minyak. Kuning telur dapat meningkatkan penyerapan
minyak karena protein yang terbentuk dalam lipoprotein dan fosfoprotein dapat menurunkan tegangan permukaan antara air dan minyak sehingga penyerapan
minyak meningkat Parkinson 2006. Ovalbumin dapat mengurangi penyerapan minyak pada produk gorengan karena sifatnya yang lipofobik Kato dan Nakai
1980.