Titik Impas Rasio Penerimaan dan Biaya

21 dipengaruhi oleh jumlah produksi susu yang diterima masing-masing peternak dan jumlah pemilikan sapi laktasi atau sapi betina dewasa. Semakin banyak produksi susu, maka penerimaan dari penjualan susu pun semakin besar. Sementara itu, pendapatan usaha ternak sapi perah yang diperoleh peternak di Kecamatan Cisarua rata-rata Rp.29.487.845,65peternaktahun Rp.3.895.356, 10STtahun atau Rp.2.457.320,47peternakbulan Rp. 324.613,01ST bulan. Hasil penelitian Sinaga 2003, pendapatan peternak dibedakan berdasarkan skala sesuai dengan kepemilikan ternak induk betina. Hasil perhitungan menunjukkan tingkat pendapatan peternak semakin meningkat dengan tingkat skala usaha yang semakin besar. Besarnya rataan pendapatan untuk masing-masing skala per peternak per bulannya adalah Rp. 39.617,70 skala I; Rp. 410.340,17 skala II; dan Rp. 1.394.392,10 skala III sedangkan untuk keseluruhan rataan pendapatan peternak per bulan adalah sebesar Rp. 452.795,12.

3.1.4. Titik Impas

Menurut Riyanto 1997, analisis titik impas adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Selanjutkan dijelaskan bahwa dalam menganalisa titik impas, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut: 1 Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap; 2 Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan. Ini berarti biaya variabel per unitnya adalah tetap sama; 3 Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume produk atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan; 4 Harga jual per unitnya tidak berubah selama periode yang dianalisa; dan 5 Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk, apabila diproduksi lebih dari satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk adalah tetap konstan. 22 Hasil penelitian Sinaga 2003 menunjukkan perhitungan rataan biaya yang dikeluarkan peternak sapi perah pada Kawasan Usaha ternak KUNAK Kecamatan Cibungbulang titik impas dicapai pada penerimaan peternak sebesar Rp. 1.072.769,57peternakbulan atau sebesar 670,99 literbulan. Masing-masing skala I, II dan III titik impas dicapai berturut-turut pada penerimaan tiap peternak per bulan adalah Rp. 1.108.825,61; Rp. 998.484,48 dan Rp. 1.707.876,95 atau 492,09 liter; 679,98 liter dan 1056,98 liter.

3.1.5. Rasio Penerimaan dan Biaya

Rasio penerimaan dan biaya atau RC rasio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya Soekartawi, 2002. Menurut Hernanto 1996 RC rasio ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi misalnya nilai RC rasio 2,07 berarti untuk setiap rupiah yang diinvestasikan akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 2,07. Hasil penelitian Sinaga 2003 rataan nilai RC rasio di kawasan usahaternak sapi perah Kecamatan Cibungbulang adalah 1,05 dengan nilai RC rasio masingmasing skala usaha adalah 1,07 skala I; 1,17 skala II dan 1,37 skala III. Dari nilai RC rasio ini dapat disimpulkan bahwa usaha ternak sapi perah KUNAK Kecamatan Cibungbulang menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha maka usahaternak sapi perah semakin menguntungkan. Vidiayanti 2004 dalam penelitiannya diperoleh nilai RC rasio atas biaya total sebesar 1,13. Hal ini berarti setiap rupiah yang dikeluarkan untuk biaya total pada usahaternak sapi perah tersebut akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1,13, demikian pula diperoleh nilai RC rasio atas biaya tunai sebesar 1,56 yang menggambarkan keadaan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan untuk biaya tunai pada usahaternak tersebut akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1,56. 23

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional