56 ginjal, hati, dan otak. Selain itu juga dapat menyebabkan radang buah pinggang
atau nephritis, efek-efek saraf dan Jantung. Setelah keracunan, dapat timbul gangguan pada sistem saluran pencernaan dan pernafasan. Metil merkuri juga
dapat menembus blood brain barrier dan menimbulkan kerusakan di otak. Metil merkuri yang masuk tubuh manusia akan menyerang sistem saraf
pusat, akibatnya terjadi kerusakan sel-sel saraf pada otak kecil, selaput saraf dan bagian otak yang mengatur penglihatan. Korbannya mengalami kejang- kejang
paresthesia, gangguan berkomunikasi, hilang daya mengingat, ataxia dan lain- lain lagi. Gejala-gejala dapat berkembang lebih buruk menjadi seperti kesulitan
menelan, kelumpuhan, kerusakan otak, dan terakhir adalah kematian. Penderita kronik penyakit ini mengalami sakit kepala, sering lelah, hilang kemampuan indra
perasa dan pembau serta menjadi pelupa Anonim.
2.4.1. Kompensasi kepada Para Korban
Korban akibat penyakit minamata semakin bertambah banyak karena penduduk pada distrik Kumamoto mayoritas mengkonsumsi ikan yang merupakan
media transfer utama merkuri kedalam tubuh para korban, ditambah dengan penyakit minamata bawaan yang menyerang anak-anak yang dilahirkan setelah
adanya penyakit minamata ini. Pada tahun 1958 tepatnya bulan Agustus dibentuk lembaga solidaritas keluarga dan penderita penyakit minamata yang beraksi untuk
menuntut dana kompensasi bagi para korban. Pihak perusahan tetap mengelak bahwa penyakit tersebut tidak disebabkan oleh limbah yang dihasilkan oleh
perusahaan Chisso tersebut. Lembaga solidaritas ini tetap berjuang yang akhirnya pada akhir tahun 1959 mereka ditawarkan kontrak oleh perusahaan Chisso melalui
gubernur Teramoto yang berisi pemberian dana kompensasi kepada korban yang
57 meninggal sebesar 300 ribu yen dengan biaya pemakaman sebesar 20 ribu yen,
dan bagi mereka yang masih hidup diberikan dana kompensasi sebesar 100 ribu yen untuk orang dewasa dan 30 ribu yen untuk anak-anak per tahunnya.
Hingga tahun 1995 masalah permintaan dana kompensasi terus berlangsung, karena tidak semua korban mendapatkan dana kompensasi namun
hanya yang memiliki sertifikasi saja yang akan mendapatkan dana kompensasi. Pada tanggal 27 April tahun 2001 para korban menuntut penegakan hukum hingga
ke pengadilan tinggi Osaka, dan memutuskan bahwa pemerintah tidak ada usaha untuk menolong dan bertanggung jawab akibat limbah perusahaan Chisso sebagai
biang pencemaran yang berujung pada penyakit minamata, dan pemerintah diharuskan untuk bertanggungjawab dengan memberi kompensasi bagi para
korban. Pada tanggal 11 Mei 2001 kasus ini dibawa lagi ke pengadilan tinggi Jepang dan kasus ini berlanjut tanpa kesimpulan. Seiring dengan meninggalnya
para korban, pada faktanya penyakit minamata belumlah berakhir hingga saat ini. Sebagai kelanjutan gugatan masyarakat yang terkena penyakit Minamata
kepada pemerintah Jepang sejak tahun 1995, telah digelar persidangan di Pengadilan Tinggi Kansai di Osaka Jepang pada tanggal 15 Oktober 2004. Hasil
dari persidangan tersebut adalah memutuskan untuk memenangkan gugatan 37 orang masyarakat yang terkena penyakit Minamata dan mengharuskan pemerintah
Jepang dan perusahaan Chisso memberi dana kompensasi sebagai bentuk tanggungjawab akibat pencemaran yang ditimbulkan sebesar 71.500.000 yen
kepada korban.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada wilayah di sekitar Pertambangan Emas Gunung Pongkor yaitu di Kabupaten Bogor, Kecamatan Nanggung, Desa Cisarua,
Desa Malasari, dan Desa Bantar Karet. Penelitian ini dilaksanakan terhitung mulai bulan Mei 2009- Juli 2009.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini bahan- bahan yang digunakan adalah data- data kegiatan tambang illegal masyarakat sekitar wilayah pertambangan emas Gunung
Pongkor dimulai dari proses penambangan hingga proses pengolahan bijih emas hasil penambangan, baik data primer maupun data sekunder. Data Primer yang
dibutuhkan meliputi: mata pencaharian penduduk, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat pengangguran, proses produksi tambang emas illegal, jenis
dan jumlah bahan berbahaya yang digunakan, dan dampak atas penggunaan bahan berbahaya tersebut. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data kondisi
lingkungan, kualitas sumberdaya pertanian, kondisi pertambangan emas Pongkor, kondisi lahan pertanian di daerah sekitar lokasi kegiatan pertambangan, limbah
yang dihasilkan kegiatan pertambangan emas illegal. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk data primer
diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan responden. Untuk data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan kegiatan
pertambangan emas di Gunung Pongkor, seperti PT. Antam, Tbk, Kecamatan Nanggung, dan Kelurahan ketiga Desa yang menjadi tempat penelitian yaitu Desa