CURD KEDELAI TINJAUAN PUSTAKA

9 tersebut akan mengaktifkan lakton untuk menghasilkan tahu dalam wadah tanpa pemisahaan whey dan curd dengan pengepresan. Koagulan asam mampu mengkoagulasi dan mengagregasi protein dengan menurunkan pH sistem Obatolu, 2007. Asam laktat, salah satu koagulan jenis asam, diperoleh melalui aktivitas bakteri asam laktat. Asam laktat menurunkan pH susu kedelai menjadi 4.5 yang merupakan titik isoelektrik bagi protein globulin kedelai. Penurunan pH mendekati titik isoelektrik menyebabkan terjadinya koagulasi protein. Di Indonesia, koagulan asam laktat secara tradisional diperoleh melalui fermentasi whey hasil pengolahan tahu sebelumnya. Koagulan tersebut dikenal sebagai koagulan whey tahu atau biang tahu. Di industri tahu, penggunaan koagulan whey tahu dikombinasikan dengan pemanasan Kastyanto, 1985; Koswara, 1992. Pemanasan susu kedelai merupakan prasyarat terbentuknya gel. Pemanasan membuat struktur molekul protein kedelai terbuka unfold, akibatnya ikatan hidrogen -SH, ikatan disulfida S-S, dan sisi rantai asam amino hidrofobik akan terekspos dengan lingkungan luar. Melalui penambahan koagulan, misalnya koagulan asam, muatan negatif molekul protein akan berkurang akibat protonasi COO- pada residu asam amino. Akibatnya, molekul-molekul protein akan cenderung saling mendekat karena memiliki muatan yang sama. Ikatan hidrogen -SH, ikatan disulfida S-S, serta interaksi hidrofobik pun terjadi secara intermolekul. Reaksi ini memfasilitasi terjadinya agregasi protein membentuk struktur jaringan tiga dimensi gel curd Liu et al., 2004. Pemanasan juga mempengaruhi laju koagulasi serta tekstur curd yang dihasilkan. Pada suhu yang tinggi, protein memiliki energi vibrasi dan rotasi tinggi yang menyebabkan koagulasi berlangsung cepat. Curd yang dihasilkan cenderung memiliki Water Holding Capacity WHC yang rendah, tekstur yang keras dan kasar, serta rendemen yang rendah. Suhu koagulasi yang rendah memiliki efek sebaliknya. Namun jika suhu terlalu rendah, koagulasi menjadi tidak sempurna, curd mengandung banyak air, dan tidak mampu mempertahankan bentuknya Liu, 2008.

2.3 CURD KEDELAI

Curd adalah produk hasil penggumpalan protein larutan susu. Curd kedelai, yang secara komersial dikenal sebagai tahu, merupakan hasil penggumpalan protein susu kedelai menggunakan bahan penggumpal koagulan. Curd diperoleh dengan mengekstrak protein kacang kedelai kemudian mengendapkannya menggunakan koagulan. Setelah itu, curd dipres untuk membentuk padatan curd Cai et al., 1997. Hasil dari curd yang dipres tampak pada Gambar 4. Gambar 4 . Curd kedelai Reta, 2010 Pembentukan curd merupakan fenomena yang memanfaatkan sifat fungsional protein kedelai, yaitu sifat gelasi protein. Curd memiliki kemampuan untuk membentuk matriks yang mampu 10 menahan air, lemak, polisakarida, flavor, dan komponen lainnya. Karakteristik utama gel protein kedelai adalah kemampuannya dalam menahan air yang disebut sebagai WHC Water Holding Capacity Zayas, 1997. Rendemen dan kualitas curd dipengaruhi oleh varietas kedelai, kualitas kedelai, kondisi selama proses, serta koagulan yang dipakai Cai et al., 1997. Koagulasi susu kedelai dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks antara jenis kedelai, suhu pemasakan, volum, kandungan padatan, pH, tipe koagulan, serta waktu koagulasi Cai dan Chang, 1998. Menurut Obatolu 2007, kualitas pembentukan curd dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu mutu kedelai, kondisi pengadukan, koagulan, serta penekanan yang diberikan pada curd. Perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan, pengadukan yang dilakukan selama koagulasi, dan penekanan terhadap curd akan memberikan variasi tekstur curd mulai dari keras hingga lunak dengan kandungan air berkisar 70 hingga 90 dan kandungan protein 5 hingga 16 berdasarkan berat basah Blazek, 2008. Pembuatan curd terdiri atas dua tahap utama, yaitu tahap pembuatan susu kedelai dan tahap koagulasi penggumpalan susu kedelai, sehingga terbentuk agregat protein yang selanjutnya dipres membentuk curd Shurtleff dan Aoyagi, 1984. Kedelai yang akan dibuat susu terlebih dahulu direndam dalam air bersih dengan tujuan melunakkan struktur seluler kedelai sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan, serta menghasilkan ekstrak protein kedelai yang optimum. Lamanya perendaman perlu diperhatikan. Perendaman yang terlalu singkat akan membuat biji kedelai sulit dipecahkan ketika penggilingan, sedangkan bila terlalu lama akan terjadi pembentukan busa pada permukaan air rendaman akibat fermentasi kedelai Subardjo dkk, 1987. Kedelai yang telah direndam kemudian digiling hingga menghasilkan bubur kedelai. Penggilingan kedelai ini bertujuan meningkatkan efektivitas ekstraksi protein kedelai selama pemasakan. Selanjutnya, bubur kedelai dimasak pada suhu mendidih dan kemudian disaring untuk memperoleh sususari kedelai. Supriatna 2007 menyebutkan bahwa untuk menghasilkan sari kedelai yang optimal dari segi kualitas dan kuantitasnya, bubur kedelai dimasak dahulu sebelum akhirnya disaring. Koswara 1992 melaporkan bahwa ekstraksi dengan panas menghasilkan rendemen yang lebih tinggi. Menurut Liu et al. 2004, pemanasan optimal dalam pembuatan susu kedelai dilakukan selama 3 - 10 menit setelah mendidih dengan tujuan mengekstrak protein kedelai, mendenaturasi protein, dan memudahkan proses koagulasi. Fungsi lain dari pemanasan dalam pembuatan susu kedelai menurut Koswara 1992 adalah mengurangi bau langu, menginaktivasi antitripsin, meningkatkan daya cerna, dan menambah daya awet produk. Proses selanjutnya adalah penggumpalan protein susu kedelai dengan bantuan bahan penggumpal. Penggumpalan dilakukan pada suhu tertentu, tergantung jenis koagulan yang dipakai. Koswara 1992 menyebutkan bahwa bahan penggumpal yang biasa digunakan secara tradisional adalah biang tahu, yaitu cairan yang keluar pada waktu pengepresan dan sudah diasamkan semalam. Selain biang tahu, air jeruk, cuka, larutan asam laktat, larutan CaCl 2 atau CaSO 4 juga dapat digunakan sebagai zat penggumpal. Gumpalan protein kedelai ini selanjutnya dipres dan dicetak. Menurut Shurtleff dan Aoyagi 1984, untuk mendapatkan hasil yang baik pengepresan dilakukan pada tekanan sebesar 0.15 - 0.21 psi selama 15 - 20 menit. Obatolu 2007 melaporkan bahwa perbedaan karakteristik tekstur curd dapat dihubungkan dengan kandungan air di dalam curd. Curd dengan kekerasan tinggi memiliki kemampuan menahan air WHC yang rendah. Curd yang lunak memiliki kandungan air yang tinggi, yaitu antara 84 hingga 90. Lunaknya curd juga disebabkan oleh tidak sempurnanya pengendapan protein kedelai yang mengakibatkan renggangnya jaringan matriks yang terbentuk. Curd dengan kandungan air yang tinggi secara visual akan memberikan penampakan yang lembut sedangkan curd dengan 11 kandungan air yang rendah cenderung memiliki penampakan yang kasar. Menurut Muchtadi 2010, curd atau tahu keras lebih banyak mengandung protein, lemak, dan kalsium dibandingkan jenis tahu lainnya.

2.4 WHEY CURD