5 a
b dan 31 dari total protein kedelai Wolf dan Cowan, 1971. Baik globulin 7S maupun globulin 11S
terdiri atas subunit-subunit protein Liu et al., 2008. Model diagram pita globulin 7S dan 11S dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2
. Model pita protein: a Glisinin 11S subunit A
3
B
4
G5 Anonim
a
, 2003, dan b β-konglisinin 7S subunit α’ Maruyama et al., 2010
Glisinin atau protein 11S merupakan protein heksamer AB
6
dengan berat molekul berkisar 300 kDa - 380 kDa. Glisinin terdiri atas lima subunit yang diberi label A
1a
B
1b
G1, A
2
B
1a
G2, A
1b
B
2
G3, A
5
A
4
B
3
G4, dan A
3
B
4
G5 Szczapa, 2001. Subunit-subunit glisinin terdiri atas polipeptida asam A dan polipeptida basa B yang dihubungkan oleh ikatan disulfida Blazek, 2008; Liu et al.,
2008; Staswick et al., 1984. Hanya polipeptida asam A
4
yang tidak dihubungkan dengan polipeptida basa oleh ikatan disulfida Staswick et al., 1984. Struktur kuartener glisinin distabilkan oleh interaksi
elektrostatik dan hidrofobik serta ikatan disulfida Badley et al., 1975, Peng et al., 1984. Polipeptida asam dalam glisinin memiliki berat molekul sekitar 35 kDa, sedangkan polipeptida basanya memiliki
berat molekul sekitar 20 kDa Mujoo et al., 2003. Berat molekul polipeptida A
3
, grup polipeptida asam A
1
, A
2
dan A
4
, A
5
dan polipeptida basa B masing-masing adalah 36 kDa, 34 kDa, 10 kDa, dan 15 kDa Fontes et al., 1984; Thanh et al., 1975. Subunit asam memiliki titik isoelektrik pada
kisaran pH 4.75 hingga 5.40 sedangkan subunit basa berada pada kisaran pH 8.0 hingga 8.5 Hermansson, 1994.
β-konglisinin merupakan protein trimer yang tersusun atas 3 subunit utama, yaitu α’, α, dan β Liu et al., 2008; Mujoo et al., 2003. Subunit-subunit ini disatukan oleh interaksi hidrofobik dan
ikatan hidrogen tanpa ikatan disulfida Thanh dan Shibasaki, 1978. Subunit α’ memiliki berat molekul sekitar 72 kDa, sedangkan α dan β memiliki berat molekul masing-masing sekitar 68 kDa dan
52 kDa Mujoo et al., 2003. Kombinasi subunit-subunit tersebut memberikan berat molekul sekitar 180 kDa tergantung dari subunit penyusunnya Blazek, 2008. Menurut Lewis dan Chen 1979, β-
konglisinin merupakan glikoprotein yang mengandung 3.8 - 5.4 karbohidrat. Jenis gula yang terdapat dalam protein ini adalah manosa dan glukosamin.
2.1.3 Gelasi Protein Kedelai
Protein kedelai memiliki banyak sifat fungsional yang menentukan karakteristik mutu pangan. Sifat fungsional itu, antara lain kemampuan larut, kemudahan terdenaturasi oleh panas, kemampuan
membentuk gel, emulsifier, kemampuan membentuk busa, kemampuan mengikat air water holding capacity
, kemampuan membentuk karakteristik struktur dan sifat reologi, serta kemampuan membentuk tekstur Liu et al., 2008. Kapasitas gelasi protein merupakan salah satu sifat fungsional
6 protein yang menentukan karakteristik mutu suatu produk pangan, khususnya sifat tekstur dan
juiciness Zayas, 1997.
Gelasi protein merupakan tahapan penting dalam pembentukan tekstur produk pangan. Denaturasi oleh panas yang diikuti proses agregasi dan pembentukan gel merupakan tahapan penting
untuk menjamin semua protein dalam suspensi menyatu dan membentuk struktur matriks protein Aguilera, 1995. Sifat gelasi protein ini berhubungan dengan agregasi protein. Gelasi protein terjadi
ketika protein beragregasi membentuk jaringan Tay et al., 2005. Menurut Schmidt 1981 yang dikutip oleh Zayas 1997, gelasi protein adalah fenomena agregasi protein saat interaksi polimer-
polimer dan polimer-pelarut setimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Menurut Tay et al.
2005, agregasi protein dapat terjadi melalui pemanasan, pengaturan pH, atau pengaturan kekuatan ionik dalam larutan protein. Menurut Hettiarachchy dan Kalapathy 1998, pembentukan gel
oleh perlakuan panas terjadi pada konsentrasi protein lebih besar dari 8 . Pengaruh konsentrasi protein, pH, dan kekuatan ion terhadap pembentukan struktur matriks protein dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3 . Model pembentukan struktur matriks protein dengan perubahan konsentrasi
protein, pH, dan kekuatan ion Hegg, 1982; Oakenfull et al., 1997. Gel terbentuk ketika protein yang strukturnya terbuka sebagian unfold terurai menjadi
segmen-segmen polipeptida yang kemudian berinteraksi pada titik tertentu untuk membentuk jaringan ikatan silang tiga dimensi. Protein dengan struktur unfold, dimana struktur sekundernya mengalami
perubahan, diperlukan pada proses gelasi protein. Perubahan ini dapat terjadi melalui perlakuan panas, asam, alkali, dan urea Zayas, 1997.
Menurut Zayas 1997, pada pembentukan gel, transisi dari bentuk alami menjadi bentuk terdenaturasi merupakan prekursor penting dalam interaksi protein-protein. Jaringan gel baru
terbentuk setelah sebagian protein terdenaturasi. Pembentukan gel protein merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ionik dan hidrofobik, ikatan Van der Waals, dan ikatan kovalen disulfida.
Gel yang terbentuk memiliki sifat reologi yang bervariasi, yaitu kekerasan, kelengketan, kohesivitas, dan adesivitas. Protein sering digunakan untuk menghasilkan tekstur dengan sifat tertentu
melalui fenomena gelasi protein. Sifat unik dari gel protein adalah bentuknya yang padat tetapi memiliki karakteristik seperti cairan Zayas, 1997. Water-Holding Capacity WHC protein kedelai
memegang peranan utama dalam menentukan parameter tekstur berbagai jenis pangan. Banyaknya air yang terperangkap dalam protein dipengaruhi oleh komposisi asam amino, konformasi protein,
hidrofobisitas permukaan, pH, kekuatan ionik, suhu, dan konsentrasi protein Hettiarachchy dan Kalapathy, 1998.
7 Sifat gelasi protein kedelai sering dihubungkan dengan keberadaan protein 7S dan 11S yang
merupakan penyusun utama protein globulin kedelai. Kandungan protein 11S dan rasio 11S dan 7S dilaporkan memberikan korelasi positif terhadap kekerasan gel protein kedelai Mujoo et al., 2003.
Menurut Corredig 2006, gel yang diperoleh dari isolasi glisinin 11S memberikan karakter gel yang lebih keras dibandingkan gel yang diperoleh dari β-konglisinin dan struktur jaringan yang terbentuk
oleh keduanya memiliki perbedaan, tergantung dari komposisi protein. Kekerasan gel glisinin kedelai berbanding lurus dengan banyaknya subunit A
3
, komponen terbesar dari polipeptida asam glisinin Szczapa, 2001. Rasio 11S dan 7S mempengaruhi kekerasan dan elastisitas gel. Glisinin
berkontribusi terhadap kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan β-konglisinin berkontribusi terhadap elastisitas gel yang dihasilkan Blazek, 2008. Gel yang terbentuk dari fraksi protein 11S mempunyai
kekuatan gel dan WHC yang besar dibandingkan dengan gel yang terbentuk dari fraksi protein 7S. Perbedaan ini dikarenakan adanya ikatan disulfida pada protein 11S yang mempengaruhi
dissosiasiassosiasi dan perilaku subunit protein unfold struktur terbuka. Ikatan disulfida dalam protein 11S mempromosikan terbentuknya matriks tiga dimensi selama proses gelasi sehingga
menghasilkan gel yang lebih kuat dan WHC yang lebih besar Hettiarachchy dan Kalapathy, 1998.
2.2 KOAGULASI DAN KOAGULAN
Meng et al. 2002 mendefinisikan koagulasi protein sebagai interaksi acak molekul-molekul protein yang menyebabkan terbentuknya agregat-agregat protein, baik bersifat larut maupun tidak
larut. Koagulasi dapat terjadi dengan penambahan bahan penggumpal protein koagulan. Koagulasi susu kedelai merupakan tahapan yang paling penting dalam pembuatan curd
sekaligus menjadi tahapan yang paling sulit dikendalikan karena merupakan hasil interaksi kompleks dari berbagai variabel Blazek, 2008; Prabhakaran et al., 2006. Menurut Obatolu 2007, proses
koagulasi susu kedelai dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara jenis kedelai, suhu pemasakan, volum, kandungan padatan, pH, jenis dan jumlah koagulan, serta waktu koagulasi. Penggunaan jenis
dan konsentrasi koagulan yang berbeda akan mempengaruhi rendemen, sifat tekstur, dan flavor curd yang dihasilkan Blazek, 2008; Mujoo et al., 2003.
Poysa dan Woodrow 2004, menyatakan bahwa koagulan yang berbeda akan memberikan tekstur serta flavor yang berbeda pula. Koagulasi protein susu kedelai berlangsung pada pH 4.1-4.6.
Melalui proses tersebut, diperoleh curd yang mengandung protein yang sebagian besar terdiri atas globulin. Hermansson 1994 melaporkan bahwa kehadiran garam koagulan dan pemanasan
menyebabkan curd terbentuk pada kisaran pH 4 hingga 6. Menurut Prabhakaran et al. 2006, perbedaan jenis koagulan yang digunakan akan menghasilkan perbedaan kandungan air dalam curd.
Kekuatan anion dan kation berpengaruh terhadap pembentukan struktur jaringan gel yang berimplikasi terhadap kemampuan gel protein kedelai dalam mengikat air WHC. Oleh karena itu,
konsentrasi koagulan dan jenis anion ini mempengaruhi kekerasan curd yang dihasilkan. Konsentrasi koagulan yang terlalu rendah menyebabkan pengendapan protein menjadi tidak
sempurna serta pemisahan whey dan curd menjadi sulit Blazek, 2008. Pengendapan protein yang tidak sempurna menyebabkan struktur matriks curd menjadi renggang sehingga curd yang terbentuk
terlalu lunak Obatolu, 2007. Sebaliknya, kelebihan konsentrasi koagulan membuat tekstur curd kedelai menjadi keras dan dapat mengurangi palatabilitas Blazek, 2008. Johnson dan Wilson 1984
menyatakan bahwa jumlah koagulan yang dibutuhkan tergantung pada kadar padatan yang terdapat dalam susu kedelai.
Rendemen pembentukan curd dipengaruhi oleh penggunaan koagulan. Semakin lambat kemampuan koagulan dalam mengkoagulasi susu akan memberikan rendemen massa curd yang lebih