Analisis Elektroforesis TAHAP PENELITIAN UTAMA

36 Hasil analisis ragam Lampiran 26 menunjukkan bahwa baik perlakuan suhu awal proses koagulasi maupun umur koagulan whey tidak berpengaruh nyata terhadap total protein yang dapat terekstrak dengan metode pelarutan protein. Selain itu, analisis ragam Lampiran 24 juga menunjukkan bahwa perlakuan suhu awal proses koagulasi dan umur koagulan whey juga tidak berpengaruh terhadap total protein Kjeldahl curd bebas lemak sehingga persen recovery yang diperoleh pun tidak berbeda nyata. Rata-rata persen recovery pelarutan protein hanya mencapai 41.35, lebih tinggi daripada persen recovery pelarutan tepung kedelai yang hanya 33.56. Persen recovery dari pelarutan protein tidak mencapai 100. Total protein yang diukur dengan metode Kjeldahl adalah total nitrogen N yang ada di dalam curd, baik N yang berasal dari protein maupun N yang berasal dari komponen nonprotein. Sementara Bradford hanya mengukur protein yang terlarut dalam supernatan hasil pelarutan protein. Jika dilihat dari akurasinya, metode Bradford memiliki akurasi yang lebih baik daripada metode Kjeldahl. Selain itu, pembuatan curd yang menggunakan pemanasan juga mengubah konformasi dan komposisi protein kedelai sehingga kemudahan protein untuk dilarutkan juga mengalami perubahan. Menurut Corredig 2006, pemanasan pada pembuatan curd mengubah konformasi protein kedelai dan ikatan disulfida serta menginisiasi terbentuknya interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen. Hasil penelitian Sulieman et al. 2008 menunjukkan perubahan proporsi globulin, albumin, prolamin, dan glutelin dalam protein empat kultivar lentil famili leguminosa akibat pemasakan. Pemasakan menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap keempat protein tersebut. Globulin, albumin, dan prolamin mengalami penurunan yang signifikan, rata-rata sekitar 4 untuk globulin, 23 untuk albumin, dan 0.35 untuk prolamin. Sementara glutelin mengalami peningkatan rata-rata sekitar 22 sehingga protein tak terlarut meningkat sekitar 4.5. Fahmi 2010 juga melaporkan bahwa proporsi protein kedelai mengalami perubahan setelah pemasakan menjadi curd. Baik menggunakan koagulan CaSO 4 .2H 2 O maupun CH 3 COOH rata-rata protein globulin, albumin, dan prolamin mengalami penurunan masing-masing sekitar 3, 10, dan 0.03. Berbeda dengan ketiga protein tersebut, rata- rata glutelin mengalami peningkatan sebesar 3. Hasil kedua penelitian ini ikut memperjelas penyebab dari nilai protein recovery yang hanya mencapai 41.

4.2.3 Analisis Elektroforesis

Supernatan yang diperoleh melalui hasil pelarutan protein dielektroforesis SDS-PAGE untuk mengetahui berat molekul subunit penyusun protein terlarut. Pewarnaan yang dilakukan dalam elektroforesis pada penelitian ini menggunakan pewarna coomassie yang memiliki sensitivitas deteksi protein hingga 0.1µg Bolag dan Edelstein, 1991. Jumlah protein yang dimasukkan ke dalam sumur dihitung agar tidak kurang dari limit deteksi pewarna coomassie. Elektroforesis digunakan dalam penelitian ini karena memiliki peran sangat penting dalam pemisahan molekul-molekul biologi, khususnya protein. Selain tidak mempengaruhi struktur biopolimer, elektroforesis juga sangat sensitif terhadap perbedaan muatan dan berat molekul yang cukup kecil Bachrudin, 1999. Protein dialirkan dalam medium yang mengandung medan listrik sehingga senyawa protein yang bermuatan akan bergerak ke arah elektroda yang polaritasnya berlawanan dengan muatan molekul protein. Prinsip inilah yang digunakan untuk memisahkan molekul-molekul dengan muatan berbeda. Menurut Pomeranz dan Meloan 1994, migrasi partikel bermuatan tersebut dapat terjadi akibat perbedaan muatan total, ukuran dan bentuk partikel Penggunaan SDS dan merkaptoetanol disertai dengan pemanasan akan memecah struktur tiga dimensi protein, terutama ikatan disulfida menjadi subunit-subunit polipeptida secara individual. SDS akan bereaksi dengan protein membentuk kompleks SDS-protein bermuatan negatif sehingga protein a akan bergerak dalam me memiliki muatan yang id Rohman, 2005. Dalam h BM-nya. Jadi kompleks S yang lebih rendah diband kecil. Marker , yang digu protein dengan berat mole protein standar, yaitu β-g ovalbumin BM : 45 kDa Lactoglobulin BM : 18.4 dihitung berdasarkan kur elektroforetik Rf dengan Profil SDS-PAGE perlakuan dapat dilihat pa dari berbagai perlakuan m Gambar 16. Profi Hasil analisis SDS jenis protein yang ada da dan β-konglisinin 7S. M simpanan yang sebagian b polipeptida A 3 , grup polip molekul masing-masing s al., 1975. β-konglisinin kDa, 68 kDa, dan 52 kD dibandingkan dengan po menyebabkan A 5 memili elektroforesis seperti yang sehingga mobilitasnya jug b medan listrik hanya berdasarkan ukuran molekul. K identik dan bergerak pada gel hanya berdasarkan ukur hal ini, ukuran molekul suatu protein dapat dilihat d s SDS-protein yang berukuran lebih besar BM besar andingkan dengan kompleks SDS-protein yang beruk igunakan sebagai standar protein, dalam penelitian in olekul kecil Low Molecular Weight. Marker tersebut m galactosidase BM : 116 kDa, bovine serum album a, lactase dehidrogenase BM : 35 kDa, REase BSP 8.4 kDa, dan lysozime BM : 14.4 kDa. Penentuan kurva standar marker, yang diperoleh melalui hubun an nilai logaritma berat molekul Log BM marker. E untuk protein yang terekstrak dari sampel tepung ked pada Gambar 16. Gambar 16b. menunjukkan bahwa pro memiliki pita protein dengan berat molekul yang relatif ofil SDS-PAGE: a protein tepung kedelai dan b prote S-PAGE menunjukkan bahwa jenis protein yang ada da dalam tepung kedelai, yaitu polipeptida-polipeptida pe Menurut Fukushima 2004, sekitar 90 protein kede n besar terdiri atas glisinin 11S dan β-konglisinin 7S olipeptida asam A 1 , A 2 , dan A 4 , A 5 , dan polipeptida g sekitar 36 kDa, 34 kDa, 10 kDa, dan 15 kDa Fontes 7S terdiri atas α’, α, dan β dengan berat molekul ma kDa Mujoo et al., 2003. Polipeptida A 5 memiliki BM polipeptida lain penyusun glisinin 11S dan β-kong iliki mobilitas yang paling tinggi dan menempuh jar ang terlihat pada Gambar 16. Sementara polipeptida α’ juga paling rendah dan menempuh jarak terpendek dalam 37 Kompleks SDS-protein kuran protein Wijaya t dari berat molekul atau ar mempunyai mobilitas ukuran lebih kecil BM ini terdiri atas protein- t mengandung tujuh jenis bumin BM : 66.2 kDa, P 981 BM : 25 kDa, β- an berat molekul sampel bungan antara mobilitas edelai dan curd berbagai protein curd yang terlarut tif sama antar perlakuan. otein curd terlarut dalam curd sama dengan penyusun glisinin 11S delai merupakan protein 7S. Glisinin terdiri atas a basa B dengan berat tes et al., 1984; Thanh et masing-masing sekitar 72 BM yang paling rendah onglisinin 7S. Hal ini jarak terjauh dalam gel α’ memiliki BM tertinggi am gel elektroforesis. 38 b c c c a c 20.26 b b a b b a 11.93 c a a a,b b c 38.65 b c c b,c b a 25.23 a a a,b a c b,c 3.95 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 1-63 C 2-63 C 3-63 C 1-83 C 2-83 C 3-83 C T. Kedelai P e r se n P r ot e in Perlakuan α΄ and α β Acidic A3, A1, A2, A4 Basic A5 Pita-pita hasil SDS-PAGE pada Gambar 16 secara visual tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Protein yang diekstrak dari curd dengan berbagai perlakuan menghasilkan pola pita yang hampir sama atau bahkan sama. Oleh karena itu, dilakukan analisis densitas dari pita-pita protein yang terbentuk untuk melihat pengaruh dari perlakuan pembuatan curd suhu awal proses koagulasi dan umur koagulan whey terhadap profil elektroforesis protein. Profil elektroforesis yang dihasilkan mencerminkan protein yang tergumpalkan menjadi curd. Analisis densitas pita protein dilakukan dengan menggunakan software ImageJ 1.42q dari Wayne Rasband, National Institutes of Health, USA http:rsb.info.nih.govij. Software ini dapat mengkuantitatifkan intensitas warna dari pita protein yang terbentuk. Hasilnya mencerminkan densitas dari pita protein yang terbentuk sehingga dapat diketahui proporsi polipeptida-polipeptida penyusun protein terlarut, dalam hal ini glisinin 11S dan β-konglisinin 7S. Hasil dari analisis densitas pita protein dengan software ImageJ 1.42q dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 . Perbandingan proporsi polipeptida penyusun glisinin 11S dan β-konglisinin 7S dalam protein curd dan protein tepung kedelai terlarut Polipeptida penyusun globulin dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu α’ dan α, β, kelompok asam A 3 , A 1 , A 2 , dan A 4 , basa, dan A 5 . Menurut Mujoo et al. 2003, pengelompokkan ini berdasarkan kedekatan pita protein dalam gel elektroforesis dan bertujuan untuk mempermudah analisis perhitungan densitas pita protein. Hasil analisis densitas pita protein menunjukkan bahwa sebagian besar protein globulin penyusun curd didominasi oleh glisinin 11S, yang merupakan hasil penjumlahan polipeptida kelompok asam A 3 , A 1 , A 2 , dan A 4 , basa dan A 5 , yaitu sekitar 73.274 untuk curd yang dikoagulasikan pada suhu awal 63 o C dan sekitar 75.210 untuk curd yang dikoagulasikan pada suhu awal 83 o C. Sedangkan kandungan β-konglisinin 7S hanya sekitar 26.726 untuk curd yang dikoagulasikan pada suhu awal 63 o C dan sekitar 24.790 untuk curd yang dikoagulasikan pada suhu awal 83 o C. Jika dibandingkan dengan proporsi polipeptida tepung kedelai, pemanasan menyebabkan kenaikan glisin dari 67.830 hingga mencapai 75.210 dan penurunan β- konglisinin dari 32.190 hingga mencapai 24.790. 39 Polipeptida α’ dan α merupakan penyusun β-konglisinin 7S. Menurut Mujo et al. 2003, subunit α’ memiliki berat molekul sekitar 72 kDa, sedangkan α memiliki berat molekul sekitar 68 kDa. Berdasarkan analisis ragam Lampiran 30a interaksi suhu awal proses koagulasi dan umur koagulan whey memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proporsi kedua polipeptida ini di dalam protein curd yang dihasilkan. Proporsi α’ dan α tertinggi 21.708 diperoleh dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 63 o C dan penggunaan koagulan whey berumur 2 hari, sedangkan proporsi α’ dan α terendah 13.880 diperoleh dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 o C dan penggunaan koagulan whey berumur 2 hari. Uji Duncan umur koagulan whey Lampiran 30a menunjukkan bahwa whey berumur 3 hari memberikan proporsi α’ dan α yang berbeda dan lebih tinggi dibandingkan dengan whey berumur 1 dan 2 hari. Selain α’ dan α, β-konglisinin 7S juga tersusun atas polipeptida β yang memiliki berat molekul sekitar 52 kDa Mujo et al., 2003. Analisis ragam Lampiran 30b menunjukkan bahwa proporsi polipeptida β dalam protein curd hanya dipengaruhi oleh umur koagulan whey. Uji Duncan umur koagulan whey lampiran 30b menunjukkan bahwa whey berumur 3 hari menghasilkan curd dengan proporsi yang berbeda dan lebih kecil dibandingkan dengan whey berumur 1 dan 2 hari. Proporsi polipeptida β tertinggi 7.713 diperoleh pada perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 o C dan penggunaan koagulan whey berumur 1 hari, sedangkan proporsi polipeptida β terendah 4.623 diperoleh pada perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 o C dan penggunaan koagulan whey berumur 3 hari. Polipeptida golongan asam A 3 , A 1 , A 2 , dan A 4 , penyusun glisinin 11S, mendominasi proporsi protein curd pada beberapa perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis ragam Lampiran 30c, interaksi antara suhu awal proses koagulasi dan umur koagulan whey berpengaruh terhadap proporsi polipeptida golongan asam A 3 , A 1 , A 2 , dan A 4 dalam protein curd yang dihasilkan. Proporsi polipeptida golongan asam tertinggi diperoleh pada curd yang dihasilkan dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 o C dan penggunaan koagulan whey berumur 3 hari, sedangkan proporsi polipeptida golongan asam terendah diperoleh pada curd yang dihasilkan dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 63 o C dan penggunaan koagulan whey berumur 3 hari. Rata-rata koagulasi pada suhu awal 83 o C menghasilkan curd dengan proporsi polipeptida golongan asam yang lebih tinggi, sekitar 35.995, dibandingkan dengan koagulasi pada suhu awal 63 o C yang hanya sekitar 34.039. Polipeptida golongan basa mendominasi proporsi protein curd pada perlakuan suhu awal proses koagulasi 63 o C whey berumur 2 dan 3 hari, bersaing dengan golongan asam A 3 , A 1 , A 2 , dan A 4 . Hasil analisis ragam Lampiran 30d menunjukkan bahwa interaksi antara suhu awal proses koagulasi dan umur koagulan whey mempengaruhi proporsi polipeptida golongan basa dalam protein curd yang terbentuk. Proporsi polipeptida golongan basa tertinggi diperoleh pada curd yang dihasilkan dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 63 o C dan penggunaan koagulan whey berumur 2 hari, sedangkan proporsi polipeptida golongan basa terendah diperoleh pada curd yang dihasilkan dari perlakuan suhu awal proses koagulasi 83 o C dan penggunaan koagulan whey berumur 3 hari. Suhu awal proses koagulasi 63 o C cenderung menghasilkan proporsi polipeptida golongan basa yang lebih tinggi daripada koagulasi pada suhu awal 83 o C. Rata-rata suhu awal proses koagulasi 63 o C menghasilkan proporsi polipeptida golongan basa sebesar 31.284 sedangkan suhu awal proses koagulasi 83 o C hanya sekitar 27.509. Berdasarkan uji Duncan, rata-rata penggunaan koagulan whey berumur 3 hari menghasilkan proporsi polipeptida golongan basa yang berbeda dan lebih rendah daripada penggunaan koagulan whey berumur 1 dan 2 hari. Adapun rata-rata proporsinya masing- masing adalah 27.301 untuk koagulan whey berumur 3 hari, 29.602 untuk koagulan whey berumur 1 hari, dan 31.286 untuk koagulan whey berumur 2 hari. Polipeptida A 5 me polipeptida asam yang lai yang dihasilkan. Hasil ana koagulasi dan umur koagu A 5 . Proporsi polipeptida A penggunaan koagulan wh diperoleh pada perlakuan 2 hari, yaitu sebesar 6.38 polipeptida A 5 yang lebih A 5 yang dihasilkan pada s

4.2.4 Analisis Objek