Tanggung jawab social dari kaum kerabat yang kaya

1. Tanggung jawab social dari kaum kerabat yang kaya

Sering terlihat raut muka yang memelas serta menyedihkan dari para fakir miskin, golongan yang mungkin hari ini makan besok belum tentu bisa makan lagi, pusing, penat memikirkan apa yang dimakan esok. Karena tidak ada yang bisa dimakan akhirnya berfikir 'kalau begini, saya terpaksa mencari giliran siapa yang akan saya makan'.

Himpitan ekonomi yang semakin begitu menekan tanpa disertai kemampuan untuk mengatasi serta memenuhi kebutuhannya, menjadikan seseorang berharap ada yang membantunya sebagai jalan terakhir, jalan yang sebenarnya memalukan sebab menghancurkan harga diri, sebab menggantungkan nasib pada belas kasihan sesamanya, tetapi memang itu jalan terakhir yang masih diperbolehkan menurut pandangan agama dan masyarakat untuk memenuhi keperluan hidupnya, dari pada harus berbuat tindak kriminal seperti mencuri, merampok dan sebagainya.

42 . Bukh ar i A lm a , K e wir a u sah aan , (B and ung , A l fab et a, 2 004 ), h al . 2 0 1 .

Ibarat anak yatim piatu yang wajib disantuni terlebih dahulu oleh sanak saudara dan kerabatnya yang mampu, sebelum mendapat jaminan sosial dengan ditampung pada sebuah panti asuhan atas biaya negara bila tidak didapatinya hal tersebut. Begitu pula halnya dengan fakir miskin.

Fakir miskin di negara yang memberlakukan syari'at Islam berhak mendapatkan jaminan atau tunjangan dari negara guna mencukupi penghidupannya.

Namun sebelum itu, diwajibkan terlebih dahulu atas sanak kerabatnya yang kaya untuk mencukupi tanggungannya. Allah ta'ala berfirman tentang kewajiban ini:

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.

Pada ayat tersebut, Allah menerangkan macam golongan yang menerima shadaqah, bukan tentang macam barang yang di shadaqahkan seperti dugaan ulama

ahli balâghah 43 . Orang tua, kaum kerabat, anak yatim, dan orang-orang miskin, disebutkan

dalam ayat tersebut satu persatu secara terpisah memberikan pengertian yang berbeda pula daripada penyebutannya secara sekaligus..

Orang tua dan kaum kerabat serta anak yatim yang dimaksud disini adalah mereka yang keadaannya miskin. Andaikan mereka kaya, mereka sangat mungkin

43 . Muh a m mad Hu s s a in a th -T h ab a 'b a' I, op ci t, h a l. 1 6 0 .

mustahil disebut sebagai penerima shadaqah. Sehingga yang dimaksud miskin disini adalah orang miskin yang bukan orang tua, bukan pula termasuk sanak kerabat dari si pemberi infaq.

Terdapat pula ayat-ayat yang bertebaran dalam berbagai surat al-Qur'an yang menunjukkan kewajiban bershadaqah (menyantuni) kepada sanak kerabat yang miskin terlebih dahulu, sebelum menyantuni orang-orang miskin yang tidak termasuk

kaum kerabat. Dan sangat logis bila al-Qur'an mentitahkan untuk lebih dulu menyantuni orang-orang yang lebih dekat secara kekerabatan nasab, terlebih orang tua kandung yang telah berjasa dalam mendidik anak-anaknya dari permulaan kandungan, dibanding selainnya. Dan perbuatan itu sekaligus juga bisa merupakan bakti anak pada kedua orang tua yang diwajibkan oleh agama, bahkan sekalipun mereka kaya, sang anak tetap diwajibkan berbakti pada mereka serta tidak boleh menyakitinya. Rasulullah saw bersabda:

Artinya: 'Amr bin Muhammad bin Bukair bin Muhammad an-Naqid berkata padaku bahwa Isma'il bin 'Ulayyah berkata padaku dari Sa'id al-Juzairy bahwa Abdurrahman bin Abu Bakrah r.a dari ayahnya berkata bahwa: Ketika kami bersama Rasulullah s.a.w, baginda telah bersabda: Mahukah aku ceritakan kepada kamu sebesar-besar dosa besar? Ianya tiga perkara, yaitu mensyirikkan Allah, mengherdik kedua ibu bapa dan bersaksi palsu atau kata- kata palsu. Semasa Rasulullah bersabda, baginda sedang bersandar lalu duduk. Baginda terus mengulangi sabdanya sehingga kami berkata: Semoga baginda berhenti dari menyebut Hadis tersebut.

44 . Mus lim, S h a h ih M u s lim , CD Mak ta b ah a l- Hadits as -S yar if.

Menjadi pemandangan yang aneh bila seseorang menyantuni orang miskin yang diluar kekerabatan nasab serta membiarkan kaum kerabat nasab sendiri yang miskin hidupnya terlunta-lunta menjadi pengemis, gembel serta gelandangan. Hal tersebut menjadi aib yang bisa menampar mukanya dan akan dianggap sebagai orang pamrih yang kerjaannya cari muka saja, walaupun dalam hatinya ia berinfaq kepada orang lain yang berada diluar kekerabatan nasab itu secara tulus hanya karena Allah.

Selain itu, hubungan kekerabatan nasab yang dulunya merenggang akibat perbedaan kelas sosial yang menghadirkan kecemburuan, dengki dan iri hati serta penyakit sosial lainnya, itu menjadi rapat kembali sekaligus menyiram bara api cemburu tersebut, Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: Yahya bin Yahya berkata pada kami: saya telah membacakan hadits ini didepan Malik yang didapat dari Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah bahwa dia mendengar Anas bin Malik r.a berkata: Dulu, Abu Talhah r.a adalah salah seorang daripada kaum Ansar yang paling banyak hartanya di Madinah. Harta yang paling disayanginya ialah kebun Bairaha yang menghala tepat ke masjid. Rasulullah s.a.w selalu masuk ke kebun itu untuk minum air yang enak

terdapat di situ. Anas berkata lagi: Ketika turun ayat ( ﻥﻮـﺒِﺤُﺗ ﺎـﻤِﻣ ﺍﻮـُﻘِﻔﻨُﺗ ﻰـﱠﺘﺣ ﺮـِﺒْﻟﺍ ﺍﻮُﻟﺎـﻨَﺗ ﻦـَﻟ ) Yang bermaksud: Kamu sekali-kali tidak akan dapat mencapai hakikat

45 . Mu s li m, S h ah ih Mu s lim , CD M ak ta b ah a l- H ad it s as -S ya r if.

kebajikan dan kebaktian yang sempurna sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Kemudian Abu Talhah datang menemui Rasulullah s.a.w dan berkata: Allah telah berfirman dalam kitabNya: ( ﺮِﺒﹾﻟﺍ ﺍﻮﹸﻟﺎﻨﺗ ﻦﹶﻟ

ﹶﻥﻮﺒِﺤﺗ ﺎﻤِﻣ ﺍﻮﹸﻘِﻔﻨﺗ ﻰﺘﺣ ) Yang bermaksud: Kamu sekali-kali tidak akan dapat mencapai hakikat kebajikan dan kebaktian yang sempurna sebelum kamu menafkahkan

sebahagian harta yang kamu cintai. Sedangkan harta yang paling kucintai adalah kebun Bairaha, lalu kebun itu aku sedekahkan kerana Allah. Aku mengharapkan kebaikan dan bekalannya iaitu pahalanya di akhirat di sisi Allah. Dari itu, wahai Rasulullah! Manfaatkanlah kebun itu semahumu. Rasulullah s.a.w pun bersabda: Eloklah! Itu adalah harta yang menguntungkan, itu adalah harta yang menguntungkan! Aku telah mendengar

apa yang engkau katakan mengenai kebun itu dan pendapatku, seeloknya kebun itu engkau berikan kepada kaum kerabatmu. Abu Talhah pun

membahagikan kebun itu dan memberikan kepada kaum kerabat dan anak- anak saudaranya .

Kemudian sabda Beliau SAW tentang sedakah dua orang perempuan pada sanak kerabatnya:

Artinya: Hasan bin Rubai' berkata pada kami bahwa Abul Ahwash berkata pada kami dari Abi wa'il dari 'Amr bin Harits dari Zainab isteri Abdullah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : … Mereka berdua mendapatkan dua ganjaran iaitu ganjaran kerana kaum kerabat dan ganjaran sedekah.

b. Shodaqoh

a) Wajib ( zakat )