Kriteria barang yang disedekahkan

3. Kriteria barang yang disedekahkan

a. Barang yang paling disukai

Manusia sesuai fitrahnya menginginkan hal-hal yang terbaik bagi dirinya, dari makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan lain sebagainya, serta barang yang kurang baik bahkan jelek agar menjadi milik orang lain saja, mungkin salah satunya dengan cara menyedahkannya kepada orang lain.

Banyak barang yang tidak digunakan atau barang sisa (bekas) diberikan untuk orang lain yang membutuhkankannya, hal itu diakui lebih baik membiarkannya tidak

disedekahkan, hancur dimakan oleh rayap, binatang pengerat serta binatang pengganggu lainnya.

Dan secara fitrah pula manusia tidak terlalu menyukai barang bekas (second) serta barang sisaan lainnya, didapatinya dari menerima sedekah atau dengan usaha sendiri (melalui jual-beli). Oleh karena itu Allah ta'ala mengajarkan kepada manusia dengan membawa mereka ke derajat yang lebih tinggi, memerintahkan mereka untuk

bersedekah dengan barang yang paling dicintai, dengan barang yang paling disukai. Menganalogikan hal tersebut dengan perhitungan matematis, kalau barang kurang baik bernilai seratus sedang yang paling baik dan paling disukai bernilai seribu, kalau yang kurang baik dibalas dengan sepuluh kali lipat lalu bagaimana dengan pahala bagi barang yang paling baik yang disedekahkan. (padahal Allah ta'ala tidak perhitungan dalam pembalasan kebaikan dengan merahasiakan pelipat gandaan balasan yang sebenarnya).

Hal tersebut bertujuan menggairahkan manusia agar bershadaqah dengan barang yang terbaik, dan akan dibalas dengan yang terbaik atau lebih baik dari yang terbaik. Allah ta'ala berfirman :

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.

b. Baik

Baik dalam bahasa Arab disebut ﲑـﺧ , dan diantara kata yang maknanya sekonotasi

dengannya adalah 85 ﺐـﻴﻃ , berarti ﺏﺎﻄﺘﺴـﳌﺍ ﺪـﻴﳉﺍ (sesuatu yang baik lagi disukai) , dalam al-Qur'an

banyak dijumpai lafadz khair dan lafadz thayyib dalam berbagai macam redaksinya, mulai dari isytiqaqnya serta keadaan yang menyertainya diberbagai ayat dan surat,

mengindikasikan bahwa bentuk amalan yang baik itu sangat beraneka ragam, telah disebutkan macam jenisnya atau belum disebutkan. Ibarat pepatah banyak jalan menuju Roma, demikian juga halnya banyak macam kebaikan yang bisa dilakukan.

Umur dan ilmu akan hanya diajukan satu pertanyaan saja kelak dalam hari penghisaban, yaitu digunakan untuk apa?, adapun mengenai harta akan diajukan dua pertanyaan, yaitu dari mana ia didapatkan dan kemana dibelanjakan?.

Sikap berhati-hati dalam mendapatkan harta adalah tindakan terpuji sedangkan tidak mengenal halal dan haram atau menghalalkan segala macam cara adalah tindakan tercela, sebab bisa mengakibatkan kekacauan dalam tatanan kemasyarakatan, sosial-ekonomi serta politik. Begitu juga halnya dalam hal pembelanjaannya. Allah ta'ala berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu

85 . Mu ha mmad Ras yid Ridha , T a f sir a l-M a n n a r, ( Mes ir , D aa r al-Ma nna r, 1 3 6 6 H) , h al. 7 1 .

nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Sebab turunnya ayat tersebut mengenai peristiwa seseorang dari kaum Anshar yang menggantungkan tandan kurma yang rusak pada tempat yang menjadi kebiasaan kaum Muslimin menggantungkannya, shadaqah buah kurmanya sebagai sedekah buah-buahannya. Adapun hadits yang menceritakan hal tersebut adalah :

Artinya: Ibnu Basyar berkata kepada kami bahwa: Mu'ammil dari as-Saddi dari Abi Malik dari Barra' bin 'Azib bekata pada kami bahwa: terkadang penduduk Madinah bersedekah dengan kurma dan makanan yang paling jelek, maka turunlah ayat tersebut.

Ayat diatas tidak melarang bersedekah dengan sesuatu yang jelek asal tidak sengaja melakukannya. Muhammad Rasyid Ridha menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ﺕﺎـﺒﻴﻃ itu bukan yang halal saja sedangkan yang ﺚـﻴﺒﺧ itu bukan yang haram saja,

sebab andaikan hal itu yang dimaksud maka susunan redaksi ayat tidak seperti itu adanya, tetapi ﻝﻼـﳊﺍ ﻦـﻣ ﺍﻮـﻘﻔﻧﺃ . Karena tidak semua harta kaum Muslimin itu halal secara

keseluruhan, walaupun memang asal dasarnya harta kaum Muslimin adalah halal 87 .

Namun menurut Ibnu Ziyad sebagaimana dinukil oleh at-Thabari berpendapat bahwa ﺐـﻴﻃ adalah halal dan ﺚـﻴﺒﳋﺍ adalah haram, tetapi pendapat ini banyak yang tidak

86 . Muh a mm ad b in J ar ir a t- T ha b ar y, J âm i' a l B a y â n f i T a ' wil ây a l- Q u r 'a n , ( Be iru t, D âr a l- F ik r , 1 98 8 ), Juz : II I, H a l: 8 2 .

87 . Muh a m mad R as yi d R idh a , op c it , ha l. 7 1 -72 .

menyepakatinya oleh ahli ta'wil . Meskipun demikian, bershadaqah sebaiknya dengan sesuatu yang baik. Rasulullah saw bersabda:

Artinya: Qutaibah bin Sa'id berkata pada kami bahwa Laits berkata pada kami dari Sa'id bin Abi Sa'id Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya:

Rasulullah s.a.w bersabda: Sedekah seseorang itu tidak dikira kecuali dari hasil atau harta yang baik. Allah tidak menerima sedekah kecuali dari hasil yang baik dan sudah pasti Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) akan menerima hasil sedekah itu dari kananNya walaupun sedekah itu hanya berupa sebiji kurma. Lalu sedekah tersebut dijaga di sisi Allah Yang Maha Pengasih sehingga menjadi lebih besar dari gunung sebagaimana seseorang di antara kamu membesarkan anak kuda atau anak untanya.

c. Tidak berlebih-lebihan

Terlalu banyak makan itu jelek ditinjau dari banyak sisi, kurang makan itu juga jelek ditinjau dari banyak sisi. Terlalu cepat itu jelek karena menghilangkan kewaspadaan, kurang cepat juga jelek karena menyia-nyiakan waktu. Dan masih banyak contoh lain bagi suatu pekerjaan yang bernama "terlalu".

Tidak ada yang bisa diambil manfaat dari barang yang berupa "terlalu" sehingga menjadi keterlaluan, dalam positifnya maupun negatifnya. Awal dari kejatuhan iblis dan pelaknatannya bermula dari penyakit terlalu, terlalu percaya diri merasa lebih baik Adam as karena ia terbuat dari tanah sedang dirinya terbuat dari

88 . Muh a m mad ib n Ja r ir a t-T hab ar i, o p c i t, h al . 8 4 . 89 . Muslim, S h a h ih M u slim , CD Maktab ah al- Hadits as -S yar if.

api, kemudian menyadari kelebihan tanah dibanding api. Dan tidak salah bahwa perbuatan terlalu itu dari iblis, dedengkotnya setan jin dan setan manusia.

Dalam hal perbuatan positif seperti shadaqah juga tidak dibenarkan sifat keterlaluan, serta tidak lebih dibenarkan lagi terlalu sayang pada harta sehingga melahirkan sifat kikir dan bakhil. Dalam perkara yang diwajibkan dalam syari'at kewajiban dan kesunnahannya itu tidak dibenarkan 'terlalu', terlebih lagi dalam hal-

hal yang mubah, seperti belanja yang disertai 'terlalu' melahirkan pemborosan, istirahat yang 'terlalu' melahirkan kemalasan, dan sebagainya. Allah ta'ala berfirman:

Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

Adapun batasan yang tidak boleh dilanggar dalam bershadaqah adalah kadar kecukupan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, sehingga tidak menjadi pengemis kepada orang lain. Nabi saw bersabda:

90 . N a s a ' I, S un an an -Na sa ' i, CD M akt ab ah H a d its a s-S yar i f.

Artinya: Yahya bin Yahya at-Tamimy berkata pada kami bahwa Ibrahim bin Sa'd mengkhabarkan pada kami dari Ibni Syihab dari 'Amir dari Saad dari ayahnya berkata bahwa: Pada waktu Haji Wida' Rasulullah s.a.w menziarahiku ketika aku sedang sakit tenat. Waktu itu aku berkata: Wahai Rasulullah! Lihatlah keadaan aku yang berada dalam keadaan tenat ini sebagaimana yang kamu lihat, sedangkan aku ini seorang hartawan dan hanya seorang anak perempuan sajalah yang akan mewarisi harta saya. Adakah saya boleh mengeluarkan sedekah dua pertiga dari harta saya? Baginda menjawab: Tidak! Aku bertanya lagi: Bagaimana kalau sebahagiannya? Baginda menjawab: Tidak! Tetapi satu pertiga dan satu pertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan papa dan meminta-minta kepada orang lain. Tidakkah Kamu menafkahkan suatu nafkah dengan tujuan untuk mendapat keredaan Allah, sehinggalah kamu mendapat pahala daripada nafkahmu itu, sekalipun sesuap makanan yang kamu masukkan ke mulut isterimu. Aku bertanya: Wahai Rasulullah! Adakah saya akan dikekalkan (masih tetap hidup) sesudah sahabat-sahabat saya (meninggal dunia)? Baginda bersabda: Sesungguhnya kamu tidak akan dikekalkan lalu kamu mengerjakan suatu amal dengan tujuan untuk mendapatkan keredaan Allah sehinggalah dengan amal itu darjatmu akan bertambah. Barangkali kamu akan dikekalkan sehingga umat Islam mendapat manfaat dari sesuatu kaum dan kaum yang lain iaitu orang-orang kafir menderita kerugian keranamu. Wahai Allah! Sempurnakanlah hijrah sahabat-sahabatku dan janganlah kamu kembalikan mereka ke belakang (kepada kekufuran) tetapi yang sial adalah Saad bin Khaulah. Beliau mengatakan bahawa Rasulullah s.a.w mengasihi orang yang telah diwafatkan di Mekah.

Abu Bakar ra bershadaqah dengan seluruh hartanya 91 serta meninggalkan Allah dan Rasul-Nya bagi keluarganya adalah suatu pengecualian, bahwa tidak ada

kata berlebih-lebihan dalam infak di jalan Allah sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan Basri yang kemudian di nukil oleh Wahbah Zuhaily 92 .

91 . Muha mmad yus uf al-Ka nda hlawy, Ke h id u p a n p a r a S a h a b a t R a su lu lla h s a w; a lih b a h a sa o leh B e y A rif in d a n Mu h a m m a d Yu n u s A li a l-M u d h a r, ( S ur ab aya ,

P T Bin a Ilmu, 1 9 9 3 ), h al: 1 7 3 , juz : I.

92 . Wa hb a h Zu ha ily, a t-T a f sir a l- M u n ir, ( Beir ut, D a ar al- Fik r, 1 9 9 1 ) , jilid 1 9

H al:1 0 8