75
5.3  Hubungan  Sanitasi  Lingkungan  Rumah  Dengan  Kejadian  Demam Berdarah Dengue DBD
Pengukuran sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue  DBD  diukur  berdasarkan  pemasangan  kawat  kasa  pada  seluruh
ventilasi,  kerapatan  dinding,  langit-langitplafon,  pencahayaan,  kelembaban, pengelolaan  sampah  dan  pembuangan  air  limbah.  Berdasarkan  hasil  analisis
hubungan  antara  penggunaan  kawat  kasa  pada  seluruh  ventilasi  rumah  dengan kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  DBD  dapat  disimpulkan  bahwa  ada
hubungan  antara  penggunaan  kawat  kasa  pada  seluruh  ventilasi  rumah  dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara tahun 2016.
Pemasangan  kawat  kasa  pada  ventilasi  rumah  adalah  salah  satu  upaya unutk  mencegah  penyakit  DBD.  Penggunaan  kawat  kasa  pada  seluruh  ventilasi
rumah  akan  memperkecil  kemungkinan  nyamuk  untuk  dapat  masuk  ke  dalam rumah  sehingga  penghuni  rumah  terhindar  dari  gigitan  nyamuk.  Pada  penelitian
ini ventilasi rumah dikatakan memenuhi syarat apabila lubang ventilasi terpasang kawat  kasa.  Dari  hasil  penelitian  diketahui  bahwa  umumnya  masyarakat  tidak
menggunakan kawat  kasa pada ventilasi  rumahnya. Penelitian ini sejalan  dengan penelitian Tamza, dkk 2013 yang menunjukkan bahwa pemasangan kawat kasa
pada ventilasi mempunyai hubungan dengan kejadian DBD. Berdasarkan  hasil  analisis  hubungan  antara  kerapatan  dinding  dengan
kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  DBD  dapat  disimpulkan  bahwa  ada hubungan  antara  kerapatan  dinding  rumah  dengan  kejadian  Demam  Berdarah
Dengue  di  Kecamatan  Rantau  Utara  tahun  2016.  Kondisi  dinding  rumah  yang
Universitas Sumatera Utara
76 rapat  akan  mencegah  masuknya  nyamuk  ke  dalam  rumah.  Rumah  yang
berdinding  tidak  rapat  berbahan  kayu  atau  papan  akan  memberi  celah  bagi nyamuk untuk masuk ke dalam rumah sehingga penghuni rumah berpotensi untuk
digigit  nyamuk.  Menurut  Mukono  2009  rumah  dengan  dinding  yang  tidak tertutup rapat akan memungkinkan terjadinya penularan penyakit DBD. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tanjung 2015 menyimpulkan bahwa  ada  hubungan  antara  kerapatan  dinding  rumah  terhadap  kejadian  DDB  di
wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan. Berdasarkan  hasil  analisis  hubungan  antara  langit-langitplafon  rumah
responden  dengan  kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  dapat  disimpulkan  bahwa ada  hubungan  antara  langit-langitplafon  rumah  dengan  kejadian  Demam
Berdarah  Dengue  di  Kecamatan  Rantau  Utara  tahun  2016.  Langit-langitplafon merupakan  pembatas  antara  dinding  bagian  atas  dengan  atap  rumah.  Langit-
langitplafon  yang  ada  harus  terpelihara  dan  selalu  dalam  keadaan  bersih,  bebas dari  retakan  dan  lubang-lubang  serta  tidak  menjadi  sarang  vektor.  Jika  rumah
tidak memiliki langit-langitplafon maka rumah tersebut akan terdapat lubang dan menjadi jalan bagi nyamuk untuk masuk ke dalam rumah.
Menurut  Depkes  RI  1999,  rumah  yang  tidak  memiliki  langit- langitplafon  berisiko  lebih  besar  untuk  terjadinya  kontak  antara  nyamuk  Aedes
aegypti  dengan  penghuni  rumah  dibandingkan  dengan  rumah  yang  memiliki langit-langitplafon.  Penelitian  ini  sejalan  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh
Tanjung  2015  yang  menyimpulkan  bahwa  ada  hubungan  antara  langit- langitplafon rumah dengan kejadian DBD di Kecamatan Medan Perjuangan.
Universitas Sumatera Utara
77 Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pencahayaan rumah responden
dengan  kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  dapat  disimpulkan  bahwa  ada hubungan  antara  pencahayaan  dengan  kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  di
Kecamatan Rantau Utara tahun 2016. Berdasarkan observasi di lapangan sebagian besar rumah responden memiliki pencahayaan  yang tidak memenuhi syarat  yaitu
gelap  dan  tidak  dapat  digunakan  untuk  membaca.  Hal  ini  dikarenakan  rumah tersebut berdempetan sehingga tidak ada pembuatan jendela yang dapat dijadikan
sebagai  jalan  masuknya  cahaya  ke  ruangan.  Kurangnya  pencahayaan  di  dalam rumah  menyebabkan  rumah  menjadi  redup  dan  lembab.  Kondisi  inilah  yang
disenangi  nyamuk  Aedes  aegypti  sebagai  tempat  peristirahatannya.  Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sholihah 2014 yang
menyimpulkan  bahwa  pencahayaan  berhubungan  secara  signifikan  dengan kejadian DBD.
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kelembaban rumah responden dengan  kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  dapat  disimpulkan  bahwa  ada
hubungan  antara  kelembaban  dengan  kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  di Kecamatan  Rantau  Utara  tahun  2016.  Kelembaban  yang  relatif  tinggi  pada
ruangan  merupakan  tempat  yang  disukai  nyamuk  Aedes  aegypti  sebagai  tempat hinggap  dan  beristirahat.  Selain  itu,  kelembaban  udara  yang  tinggi  juga  dapat
memungkinkan sebagai tempat berkembangbiaknya bakteri penyebab penyakit. Pengukuran  kelembaban  di  ruangan  dengan  menggunakan  alat
hygrometer.  Adapun  kelembaban  yang  baik  dan  memenuhi  syarat  yaitu  berkisar antara  40-70.  Menurut  Harijanto  2000,  kelembaban  udara  yang  tinggi
Universitas Sumatera Utara
78 menjadikan  nyamuk  lebih  aktif  dan  lebih  sering  menggigit  yang  dapat
meningkatkan  kejadian  DBD.  Penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang dilakukan  oleh  Yudhastuti  2005,  yang  menyimpulkan  bahwa  kelembaban
berhubungan  dengan  keberadaan  jentik  Aedes  aegypti  sehingga  kondisi  tersebut memungkinkan untuk bertambahnya jumlah nyamuk di rumah dan meningkatkan
kontak antara nyamuk dengan penghuni rumah. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pengelolaan sampah responden
dengan  kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  dapat  disimpulkan  bahwa  ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian Demam Berdarah  Dengue
di  Kecamatan  Rantau  Utara  tahun  2016.  Pengelolaan  sampah  yang  tidak memenuhi  syarat  seperti  mengumpulkan  sampah  tanpa  penanganan  lanjut  atau
dibakar akan menyisakan sampah-sampah  yang  dapat  menampung air. Selain itu sampah  yang  berserakan  di  sekitar  rumah  yang  dapat  menampung  air  akan
berpotensi untuk menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan  hasil  observasi  di  lokasi  penelitian  diketahui  bahwa  masih
banyak  masyarakat  yang  mengelola  sampahnya  dengan  cara  yang  tidak  saniter yaitu  membakar  sampah  di  sekitar  rumah  ataupun  mengumpulkan  sampah  yang
akan diangkut namun tempat sampah tersebut tidak memenuhi syarat seperti tidak kedap air, tidak tertutup dan sulit  dibersihkan. Menurut Chandra 2007,  sampah
sangat  erat  kaitannya  dengan  kesehatan  dan  merupakan  tempat  hidup  berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan
baik agar penyakit tidak berkembang di masyarakat. Sebagaimana yang jabarkan oleh  Departemen  kesehatan  dalam  modul  pengendalian  nyamuk  Aedes  aegypti
Universitas Sumatera Utara
79 bahwa tempat yang paling potensial untuk menjadi sarang nyamuk adalah sampah
yang  dapat  menampung  air  seperti  botol,  ban  bekas,  plastik  bekas,  tempurung, pelepah daun dan sebagainya. Sampah-sampah tersebut di masyarakat sering tidak
dikelola  dengan  baik  sehingga  menjadi  tempat  yang  disukai  nyamuk  untuk berkembang  biak.  Penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh
Stiawati  2013  di  Kota  Palembang  yang  menyimpulkan  bahwa  ada  hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah padat dengan kejadian DBD.
Berdasarkan  hasil  analisis  hubungan  antara  pembuangan  air  limbah dengan  kejadian  Demam  Berdarah  Dengue  dapat  disimpulkan  bahwa  ada
hubungan  antara  pembuangan  air  limbah  dengan  kejadian  Demam  Berdarah Dengue di Kecamatan Rantau Utara tahun 2016. Berdasarkan penelitian Hadi dkk
2009,  disimpulkan  bahwa  air  yang  terpolusi  oleh  tanah,  deterjen  dan  kotoran ayam  dapat  menjadi  tempat  perindukan  dan  perkembangbiakan  nyamuk  Aedes
aegypti.  Berdasarkan  observasi  di  lapangan  sebagian  besar  pembuangan  limbah rumah  tangga  di  masyarakat  tidak  memenuhi  syarat  dengan  kondisi  terbuka  dan
tidak  mengalir  dengan  lancar.  Tingginya  angka  risiko  DBD  pada  air  limbah dipengaruhi oleh kondisi saluran pembuangan yang tidak kontak langsung dengan
tanah  dan  curah  hujan  yang  tinggi  sehingga  menyebabkan  kondisi  parameter  air buangan  hampir  sama  dengan  air  bersih.  Penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian
yang  dilakukan  oleh  Wahyuni  2013  di  Gorontalo  yang  menyimpulkan  bahwa ada hubungan antara pembuangan air limbah dengan kejadian DBD dan menjadi
faktor risiko terhadap kejadian DBD.
Universitas Sumatera Utara
80
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN