Pengaruh model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa

(1)

DISUSUN OLEH:

FITRIAH ULFAH

NIM. 105017000459

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M


(2)

Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”, disusun oleh Fitriah Ulfah, Nomor Induk Mahasiswa 105017000459, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, September 2010

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Otong Suhyanto, M.Si Lia Kurniawati, M.Pd NIP. 19681104 199903 1 001 NIP. 19760521 200801 2 008


(3)

Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 15 November 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, November 2010 Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Maifalinda Fatra, M.Pd ... ...

NIP. 19700528 199603 2 002

Sekretaris (Sekretaris Jurusan)

Otong Suhyanto, M.Si ... ...

NIP. 19681104 199903 1 001

Penguji I

Dr. Kadir, M.Pd ... ...

NIP. 19670812 199402 1 001

Penguji II

Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Si ... ...

NIP. 19480323 198203 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003


(4)

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : FITRIAH ULFAH

NIM : 105017000459

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2005

Alamat : Jalan Yusuf RT 008 RW 03 No.60 Sukabumi Utara Kebon Jeruk Jakarta Barat, 11540

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa” adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Otong Suhyanto, M.Si NIP : 19681104 199903 1 001 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika 2. Nama : Lia Kurniawati, M.Pd

NIP : 19760521 200801 2 008 Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, September 2010

Yang Menyatakan


(5)

ABSTRAK

FITRIAH ULFAH (105017000459), ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, September 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional; (2) mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dengan siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilakukan di MTs Al-Falah Kebayoran Lama Jakarta Selatan Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian The Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 68 siswa yang terdiri dari 34 siswa untuk masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan komunikasi matematik siswa pada pokok bahasan bangun datar segi empat. Tes yang diberikan terdiri dari 7 soal bentuk uraian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Selain itu, dari penelitian ini diperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, Two Stay Two Stray, Kemampuan Komunikasi Matematik


(6)

ii

ABSTRACT

FITRIAH ULFAH (105017000459), “The Effect of Cooperative Learning Model Technic Two Stay Two Stray to Students Mathematics Communication Ability”. Thesis for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, September 2010.

The purpose of this research is to: (1) determine the students mathematics communication ability who taught with cooperative learning model technic two stay two stray and the students who taught with convensional learning; (2) determine what there difference mathematics communication ability between the students who taught with cooperative learning model technic two stay two stray with the students who taught with convensional learning. The research was conducted at MTs Al-Falah Kebayoran Lama South Jakarta for academic year 2009/2010. The method used in this research is quasi experimental method with The Post-test Only Control Group Design. Subject for this research are 68 students consist of 34 students for each of experimental group and control group which selected in cluster random sampling technique. The data collection after being given treatment obtained from the test scores of students mathematics communication ability at the subject of square flat shape. Tests consisted of 7 questions in essay. The result of research revealed that the students mathematics communication ability who taught with cooperative learning model technic two stay two stray better than the students who taught with convensional learning. And also, from this research got mean score the students mathematics communication ability who taught with cooperative learning model technic two stay two stray higher than mean score the students mathematics communication ability who taught with convensional learning.

Keywords: Cooperative Learning, Two Stay Two Stray, Mathematics Communication Ability


(7)

iii  

rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya, kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus Pembimbing I dan Ibu Lia Kurniawati, M.Pd Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi. 4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, Penasihat akademik yang selalu memberikan

bimbingan dan nasihat kepada penulis selama proses perkuliahan. 5. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.

6. Bapak Yusri, S.Pd.I, Kepala MTs Al Falah Kebayoran Lama Jakarta Selatan yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

7. Bapak Asmat Madinah, S.Pd, Guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian.

8. Ayahanda (Bpk. Drs. Rachmat, M.M) dan ibunda (Ibu Dra. Suhanah, M.Pd) tercinta yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Adik-adikku (Richlahnia, Safarina, dan Dini Amalia) tercinta yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

iv  

11. Teman-temanku tercinta, Siti Kholillah, Masudah, Nurul Qomariyah, Liria Oktarina, Khairani Munawarah, Ika Rahmatika, Iis Niyawati, Feti Mutiawati serta seluruh mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan di masa mendatang.

12. Teman-teman seperjuanganku, Siti Aisyah, Khairani Munawarah, Masudah, dan Rahmadini yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi selama penulisan skripsi ini. Semoga kita bisa wisuda bersama-sama.

13. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, September 2010

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 9

A. Deskripsi Teoritis ... 9

1. Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika ... 9

a. Pengertian Matematika... 9

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika... 11

c. Kemampuan Komunikasi Matematik... 15

1. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematik ... 15

2. Aspek-Aspek Komunikasi Dalam Matematika ... 19

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Matematik ... 20

4. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik ... 20


(10)

2. Pembelajaran Kooperatif ... 22

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 22

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 23

c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif... 25

d. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ... 26

e. Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray ... 27

3. Pembelajaran Konvensional ... 30

B. Kerangka Berpikir ... 31

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

D. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Metode dan Desain Penelitian ... 34

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 35

1. Variabel yang Diteliti ... 35

2. Sumber Data ... 36

3. Instrumen Penelitian ... 36

4. Uji Instrumen Tes Penelitian ... 36

a. Uji Validitas ... 36

b. Reliabilitas Interrater ... 37

5. Kriteria Skor Kemampuan Komunikasi Matematik ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 39

1. Uji Normalitas ... 39

2. Uji Homogenitas ... 41

3. Uji Hipotesis ... 42

F. Hipotesis Statistik ... 43


(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Deskripsi Data ... 45

1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 45

2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 47

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 50

1. Uji Normalitas ... 50

a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 50

b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 51

2. Uji Homogenitas ... 51

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 52

1. Pengujian Hipotesis ... 52

2. Pembahasan ... 53

D. Keterbatasan Penelitian ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 63


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 26

Tabel 2. Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray dan Pembelajaran Konvensional ... 31

Tabel 3. Kriteria Penskoran Komunikasi Matematik ... 39

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelompok Eksperimen ... 46

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelompok Kelompok Kontrol... 48

Tabel 6. Perbandingan Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50

Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 51

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 52

Tabel 9. Hasil Uji Perbedaan dengan Statistik Uji t ... 53


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray.. ... 29 Gambar 2. Desain Penelitian ... 34 Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Komunikasi Matematik Kelompok Eksperimen ... 47 Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Komunikasi Matematik Kelompok Kontrol... 49 Gambar 5. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two

Stray ... 55


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara Guru ... 64

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 66 Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 98

Lampiran 4. Mobilitas Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray... ... 122

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Kelas Kontrol ... 123

Lampiran 6. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen... ... 154

Lampiran 7. Penilaian Instrumen Tes ... 158

Lampiran 8. Hasil Penilaian Validitas Isi Oleh Para Rater ... 174

Lampiran 9. Reliabilitas Interrater ... 175

Lampiran 10. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 176

Lampiran 11. Instrumen Tes ... 181

Lampiran 12 Kunci Jawaban dan Skor Instrumen Tes ... 183

Lampiran 13. Nilai Kemampuan Komunikasi Matematik . ... 186

Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Eksperimen ... 187

Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Kontrol ... 190

Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 193

Lampiran 17. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 195

Lampiran 18. Perhitungan Uji Homogenitas ... 197

Lampiran 19. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 198

Lampiran 20. Hasil Wawancara Siswa ... 200

Lampiran 21. Luas Kurva Di Bawah Normal ... 202


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam era globalisasi ini sudah mengalami kemajuan yang pesat. Dalam menghadapi kondisi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan yang berkualitas pula. Oleh karena itu, segala aspek dalam bidang pendidikan harus secara terus menerus dikembangkan dan disempurnakan agar pendidikan senantiasa berkualitas.

Pendidikan merupakan suatu hal yang paling penting bagi kehidupan manusia. Dalam rangka melaksanakan pendidikan tersebut bangsa Indonesia melakukan usaha untuk mencapai tujuan nasional diantaranya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, menurut Undang-Undang-Undang-Undang Sisdiknas BAB II pasal 3, tentang fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Salah satu mata pelajaran yang menunjang ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas adalah matematika. Mata pelajaran matematika yang diberikan di sekolah memberikan sumbangan penting bagi siswa dalam pengembangan kemampuan yang sejalan dengan tujuan pendidikan. Menurut

      

1

Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), Cet. III, h. 37.


(16)

Depdiknas Jakarta (2006:388) menyatakan bahwa mata pelajaran di SD, SMP, SMA, dan SMK bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:2

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan mamahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan matematika.

Hal ini, senada dengan yang diungkapkan oleh NCTM (2000) bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah, guru harus memperhatikan lima aspek kemampuan pengajaran matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), berargumentasi dan penalaran (reasonning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connection), dan representasi (representation).3 Salah satu kemampuan komunikasi yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan komunikasi matematik yakni bagaimana siswa mampu menggunakan matematika sebagai alat komunikasi dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan matematika melalui simbol, tabel, diagram, atau media lain sehingga dapat memperjelas suatu masalah. Dengan demikian, kemampuan komunikasi matematik menjadi kemampuan yang perlu dikembangkan pada diri siswa.

Kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu aspek yang termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga memegang peranan penting dalam matematika seperti yang diungkapkan oleh Peressini dan       

2

Fadjar Shadiq, “Apa dan Mengapa Matematika Begitu Penting”, dari www.fadjarp3g.files.wordpress.com, 1 Januari 2010, 11.00 WIB, h. 7-8.

3


(17)

Bassett (NCTM, 1996) berpendapat “ bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika.4 Ini berarti, komunikasi dalam matematika dapat membantu guru memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahaman tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Secara umum, bentuk-bentuk kemampuan komunikasi matematik siswa mencakup keterampilan/kemampuan menulis (writting), membaca (reading), berdiskusi (discussing), dan evaluasi (assessing), dan wacana (discourse).5

Kemampuan komunikasi matematik siswa dapat berjalan dengan baik, apabila diciptakan suasana pembelajaran matematika yang kondusif sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam merepresentasi, membaca, menulis, mendengarkan, mendiskusikan, memberikan jawaban atau alasan, mengemukakan pendapat/ide dan mengklarifikasi. Siswa harus memiliki kesempatan dan pengalaman yang luas dan terbuka untuk menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika.

Kesempatan yang diberikan kepada siswa, selain dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematiknya juga mendapatkan pengalaman belajar untuk mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan teori konstruktivisme bahwa belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya, sedangkan guru berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa.6 Namun, pada kenyataannya pembelajaran yang dilakukan oleh guru selama ini masih bersifat konvensional. Ini dapat dilihat dari hasil wawancara, salah satu guru metematika yang mengajar di kelas VII di MTs Al-Falah (lampiran 1 halaman 64) diperoleh       

4

Bambang Aryan, “Komunikasi dalam Matematika”, dari http://rbaryans.wordpress.com,

17 Februari 2010, 07.30 WIB.

5

Bambang Aryan, “Komunikasi dalam Matematika”..., 17 Februari 2010, 07.30 WIB.

6

Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 38.


(18)

bahwa pembelajaran yang biasa dilaksanakan adalah metode ceramah dan pemberian tugas. Siswa terkadang jarang diminta untuk mengkomunikasikan ide-idenya, sehingga siswa sangat sulit untuk dapat menemukan dan memahami sendiri konsep matematika yang dipelajari. Jika metode tanya jawab atau metode diskusi dilaksanakan pun siswa kurang berani untuk mengemukakan pendapatnya. Kalaupun ada pendapat yang muncul kurang ditanggapi dengan pendapat lain sebagai respon. Hal ini dapat menjadi penghambat berkembangnya komunikasi matematik siswa.

Menurut hasil penelitian Tim Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika di beberapa Sekolah Dasar di Indonesia mengungkapkan bahwa kesulitan siswa dalam belajar matematika yang paling menonjol adalah keterampilan berhitung yaitu 51%, penguasaan konsep dasar yaitu 50%, dan penyelesaian soal pemecahan masalah 49% (Tim PPPG Matematika, 2001: 18). Dilanjutkan pada tahun 2002 penelitian Pusat Pengembagan Penataran Guru Matematika mengungkapkan di beberapa wilayah Indonesia yang berbeda, sebagian besar siswa SD kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke model matematika (Tim PPPG matematika, 2002: 71). Dari data di atas menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa Indonesia masih rendah.7

Fakta tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah. Oleh karena itu, peran guru sangat diperlukan untuk memacu siswa agar mampu mengkomunikasikan ide matematik yang dimilikinya. Salah satu caranya dengan mengkondisikan suatu model atau strategi pembelajaran yang membuat siswa mengeluarkan ide matematiknya serta menciptakan pembelajaran yang bersifat aktif. Ide matematik tersebut dapat       

7

Mellyirzal, “Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Madrasah Ibtidaiyah Melalui Strategi Think-Talk-Write Berbasis Modul”, http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/mengembangkan-kemampuan-komunikasi-dan.html, 8 Februari 2010, 19.38 WIB. 


(19)

disampaikan baik secara lisan maupun tulisan melalui gambar/simbol ataupun penjelasan secara aljabar.

Banyak model atau strategi pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas dan dianggap sangat inovatif. Model atau strategi apapun yang diterapkan, yang paling penting adalah bagaimana model atau strategi pembelajaran tersebut dapat membuat siswa aktif dalam mengkomunikasikan ide atau gagasan baik lisan maupun tulisan dan mengkontruksi sendiri pengetahuan konsep yang dimilikinya sehingga diharapkan belajar menjadi lebih bermakna.

Penerapan sebuah model pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan, karena model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuri.8 Model pembelajaran kooperatif ini berdasarkan pada belajar kontruktivisme yang mengutamakan peran aktif siswa dalam pembelajarannya.

Belajar berkelompok secara kooperatif membuat siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab.9 Sharing dalam diskusi merupakan salah satu manfaat pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan pikirannya baik lisan maupun tulisan. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian yang dilakukan Davidson (1990a) yang melaporkan bahwa banyak pengaruh positif telah dicatat oleh guru dan siswa. Siswa “belajar bekerjasama dengan siswa lain dan berkomunikasi dalam bahasa matematika.10 Dengan demikian, pembelajaran kooperatif sangat berperan dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dan berkomunikasi secara

      

8

Suyatno, Menjelajah Seratus Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h.51.

9

Suyatno, Menjelajah Seratus Pembelajaran ...., h.51.

10

Sholomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Imperium, 2009), h. 374.


(20)

matematik atau komunikasi matematik. Model pembelajaran kooperatif ini memiliki bermacam-macam teknik, salah satunya adalah teknik two stay two stray. 

Model pembelajaran kooperatif teknik two stay memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk berkomunikasi dalam mengungkapkan ide atau gagasan matematika dengan cara membagikan hasil informasi disertai argumentasi dalam diskusi intern kelompok maupun antar kelompok. Oleh karena itu, penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka judul yang dipilih dalam penelitian ini yaitu: “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematika siswa relatif rendah. 2. Pembelajaran matematika selama ini cenderung konvensional.

3. Siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam proses belajar matematika.

4. Kurangnya variasi guru dalam memilih model, strategi, maupun metode pembelajaran dalam pembelajaran matematika.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis dalam hal ini membatasi permasalahan pada:

1. Masalah yang diteliti dibatasi pada pengaruh penerapan model pembelajaran koperatif dalam pembelajaran matematika. Pengaruhnya dilihat dari perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa terhadap pelajaran matematika yang


(21)

diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray.

3. Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas VII MTs Al-Falah Jakarta Selatan. 4. Kemampuan komunikasi matematik dibatasi pada materi bangun datar

segiempat. Hasil kemampuan komunikasi matematik diperoleh dari nilai postest siswa.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dan siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional? 2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa

yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dengan siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dengan siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional.


(22)

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi atau masukan untuk memperoleh gambaran mengenai model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dalam meningkatkan komunikasi matematik sehingga dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran matematika di kelas.

2. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa.

3. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.

4. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan sebagai bahan rujukan bagi pengembangan penelitian matematika lebih lanjut.


(23)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR,

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika

Pengertian matematika hingga saat ini tidak didefinisikan secara tepat dan menyeluruh. Hal ini dikarenakan belum terdapat kesepakatan mengenai definisi tunggal dari matematika. Beberapa pengertian matematika diungkapkan berdasarkan siapa pembuat definisi, dimana dibuat dan dari sudut pandang apa definisi itu dibuat. Berikut ini adalah pengertian yang berbeda-beda tentang matematika.

Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematicc (Italia), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunce (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”  Perkataan itu, mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).1

Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh itu kemudian diolah dan dianalisis sehingga terbentuklah konsep-konsep matematika yang ditunjukkan dengan bahasa matematika agar mudah dipahami dan konsep-konsep tersebut diperoleh dari proses berpikir.

Para ahli banyak menyumbangkan hasil pemikirannya dalam mengartikan matematika. James dan James mengatakan bahwa matematika       

1

Erman Suherman, dkk., Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 18.


(24)

adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri.2 Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks.

Reys, dkk mengatakan bahwa matematika adalah tentang pola hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Sejalan dengan pendapat tersebut, Johnson dan Rising mengatakan matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.3

Lerner mengemukakan “matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.4 Paling mengemukakan bahwa matematika adalah “suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan”.5

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang diperoleh sebagai hasil pemikiran manusia mengenai suatu bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain dengan menggunakan bahasa simbolis       

2

Erna Suwangsih dan Tiurlina. Model Pembelajaran Matematika, (Jakarta: UPI Press, 2006), Cet. I, h. 4.

3

Erna Suwangsih dan Tiurlina. Model Pembelajaran…, h. 4.

4

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. 2, h. 252.

5


(25)

sebagai alat komunikasi untuk membantu manusia dalam memahami, menguasai, dan menemukan jawaban permasalahan yang dihadapi. 

b. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar sangat diperlukan oleh guru. Berikut ini beberapa pengertian belajar yang diungkapkan oleh para ahli.

Morgan, dalam bukunya Introduction to Psychology mengemukakan: Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.6 Sedangkan menurut Skinner, yang dikutip Barlow dalam buku Educational Psychology: The Teaching-Leaching Process, mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.7 Seseorang yang belajar berarti ia memiliki usaha dalam mengubah perbuatannya dengan melakukan penyesuaian tingkah lakunya, dimana perubahan-perubahan tersebut diakibatkan oleh pengalaman yang dialaminya sendiri. Makin banyak usaha yang dilakukan, akan semakin tinggi intensitas belajarnya.

Menurut Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.8 Sedangkan menurut Thursan Hakim mengartikan kata belajar yaitu suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan       

6

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. XXI, h. 84.

7

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), Ed. I, h. 64.

8

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Cet. IV, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 2.


(26)

perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuannya.9 Belajar mengarahkan kearah perubahan yang positif yang ditunjukkan dalam suatu bentuk peningkatan pada tingkah laku baik secara kualitatif maupun kuantitatif.  

Berdasarkan dari pengertian yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu yang relatif positif dan menetap sebagai hasil pengalaman atau latihan dalam interaksi dengan lingkungan.

Pembelajaran merupakan proses yang terjadi yang membuat seseorang melakukan proses belajar. Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction” yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.10 Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.11

Fontana mendefinisikan pembelajaran sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa pelaku.12 Menurut konsep komunikasi pembelajaran adalah proses komunikasi       

9

Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), Cet. I, h. 6.

10

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. 5, h 102.

11

Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru...., h. 36. 

12


(27)

fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersang

us dirancang terlebih dahulu oleh guru agar tu

antara sesama

n masalah yang menantang, berdiskusi, atau membuat kelomp

        kutan.13

Interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang efektif ditandai proses belajar dalam diri siswa. Dalam proses pembelajaran dapat terlihat adanya komunikasi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa secara langsung. Oleh sebab itu, agar dapat berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran di kelas, maka program pembelajaran tersebut har

juan pembelajaran tercapai.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pembelajaran adalah proses belajar mengajar yang sengaja dirancang oleh guru yang didalamnya terjadi interaksi antara guru dan siswa dan

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya bahwa observasi, mendengar aktivitas, dan pembicaraan matematika siswa merupakan acuan dan petunjuk di dalam mengajar, menyusun kurikulum, dan untuk mengevaluasi pertumbuhan pengetahuan siswa. Aktivitas matematika dalam konstruktivisme dapat diwujudkan dalam bentuk pemecaha

ok kecil.

Bourne mengemukakan bahwa aliran konstruktivisme dalam matematika penekannya pada knowing how, yaitu belajar dipandang sebagai orang yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya.14 Ketika siswa mencoba menyelesaikan

 

13

Erman Suherman, dkk., Common Text Book ..., h. 9.

14

Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. I, h. 128.


(28)

tugas-tugas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif. Dalam perspektif konstruktivis, belajar matematika bukanlah suatu proses pemberian pengetahuan yang sudah jadi melainkan proses aktif yang dilakuk

tetapi juga pada “mengapa” soal tersebu

man ide dan konsep yang sederha

a siswa dapat mengaitkan konsep-konsep yang ada dalam matematika.

an siswa dalam mengkontruksi pengetahuan matematika.

Menurut Suherman, pada pembelajaran matematika hendaknya guru menggunakan model atau strategi yang dapat melibatkan siswa untuk aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial. Siswa tidak hanya pasif, tetapi juga melakukan berbagai kegiatan seperti mengamati, menebak, mencoba, menjawab pertanyaan bahkan berdebat sehingga diharapkan dapat menumbuhkan pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis. Penekanan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih keterampilan dan menghafal fakta, tetapi juga pada pemahaman konsep, tidak hanya “bagaimana” suatu soal harus diselesaikan

t diselesaikan dengan cara tertentu.

Menurut Skemp, konsep baru dalam matematika diperoleh melalui konsep yang dicapai sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Dalam mempelajari matematika, konsep sebelumnya harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya. Oleh karena itu pembelajaran matematika harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan pemaha

na sampai kejenjang yang lebih kompleks.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif dalam mengkontruksi pengetahuan matematika. Penanaman konsep baru dalam pembelajaran matematika diperoleh melalui konsep yang telah didapatkan sebelumnya sehingg


(29)

2.

a. Penger

sampaikan dalam bentuk simbol-simbol, notasi-notasi, grafik,

unikasi merupakan esensi

ahasa matem

umarmo (2003) komunikasi matematik meliputi

n        

Kemampuan Komunikasi Matematik

tian Kemampuan Komunikasi Matematik

Komunikasi merupakan salah satu kemampuan penting dalam pendidikan matematika sebab komunikasi merupakan cara berbagi ide dan dapat memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide matematik dapat di

dan istilah.

Komunikasi matematik berperan dalam membantu siswa memahami matematika maupun mengungkapkan keberhasilan belajar siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Lindquist (NCTM, 1996) bahwa “Jika kita sepakat bahwa komunikasi itu merupakan suatu bahasa dan bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa kom

dari mengajar belajar, mengakses matematika.”15

Salah satu standar kurikulum yang dikemukakan NCTM (2000) adalah komunikasi matematik atau mathematical communication yang bertujuan membantu siswa untuk mengatur dan mengaitkan mathematical thinking mereka secara koheren (tersusun logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain, menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain, dan menggunakan b

atika untuk mengekspresikan ide-ide matematik secara benar.16 Menurut S

kemampuan siswa:

1. menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika.

2. menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisa dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.

 

15

Mary M. Lindquist, NCTM 1996 year book: Communication in Mathematics K-12 and Beyond, (Reston: NCTM INC, 1996), p. 2.  

16

NCTM, Principles and Standart for School Mathematics. (Reston, VA : NCTM, 2000), p. 225.


(30)

3. menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika

njektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

pendapat, menilai, dan

mempe 18

dan simbol untuk

mengk 19

ateri matematika dan cara penyampaiannya dapat berupa lisan dan tertulis.

       

4. mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. 5. membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis. 6. membuat ko

generalisasi. 7. menjelaskan

17

Kemampuan komunikasi matematik merupakan salah satu kemampuan yang perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Greeness dan Schulman (Ansari, 2004) mengutarakan, bahwa komunikasi matematika merupakan: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah

rtajam ide untuk menyakinkan yang lain.

Komunikasi matematik atau komunikasi dalam matematika (dalam Abdul Muin, 2006) merupakan suatu aktivitas baik fisik maupun mental dalam mendengarkan, membaca, menulis, berbicara, merefleksikan, dan mendemonstrasikan, serta menggunakan bahasa

omunikasikan gagasan-gagasan matematika.

Komunikasi matematik merupakan suatu aktivitas dialog atau saling berhubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pentransferan pesan. Dalam hal ini, pesan yang ditransferkan berupa m

  17

Mumun Syaban, “Menumbuhkan Daya Matematis Siswa”, dari http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option =com content&task=view&id=62&Itemid=7, 28 Desember 2010, 11.30 WIB, h. 4.

18

Gusni Satriawati, Algoritma: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Vol. 1 No. 1 Juni 2006, (Jakarta: CeMED Jurusan Pendidikan Matematika FITK UIN Syarif Hidayattullah, 2006), h. 109.

19

Abdul Muin, Algoritma: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Vol. 1 No. 1 Juni 2006, (Jakarta: CeMED Jurusan Pendidikan Matematika FITK UIN Syarif Hidayattullah, 2006), h. 36. 


(31)

Komunikasi dalam matematika terdiri dari komunikasi lisan seperti membaca, mendengar, diskusi, menjelaskan, sharing, dan komunikasi tulisan seperti mengungkap ide matematik dalam fenomena dunia nyata melalui grafik atau gambar, tabel, persamaan aljabar, ataupun dengan bahasa sehari-hari. 20

Baroody mengemukakan ada dua alasan penting komunikasi matematika dijadikan fokus dalam belajar matematika, yaitu (a) matematika sebagai bahasa, dan (b) matematika sebagai aktivitas sosial.21 Untuk itu, dalam pembelajaran matematika, siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematik. Karena pada dasarnya matematik merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.

Guru dapat menggunakan komunikasi lisan maupun tulisan untuk memberikan kesempatan siswa dalam berpikir, memecahkan masalah, menyusun penjelasan, menemukan kata-kata atau notasi-notasi baru, bereksperimen dalam bentuk argumentasi, menggunakan konjektur, meninjau kebenaran, dan merefleksikan pemahaman mereka dengan ide-ide orang lain.22

Pada saat proses pembelajaran di kelas, ketika siswa mencoba memecahkan permasalahan matematika, komunikasi merupakan bentuk yang penting pada siswa untuk mengemukakan jawaban dari apa yang mereka pikirkan baik secara lisan maupun tulisan. Komunikasi merupakan

      

20

Bambang, Aryan, “Membangun Ketrampilan Komunikasi Matematika dan Nilai Moral Siswa Melalui Model Pembelajaran Bentang Pangajen”, dari http://rbaryans.wordpress.com, 20 Januari 2010. 

21

I Gusti Putu Suarta dan I Made Suarjana, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik Untuk siswa Sekolah Dasar yang Berorientasi pada Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi Matematika, dalam Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan GANESHA, November 2007, h. 11.

22


(32)

cara untuk mengubah ide-ide matematik yang bersifat abstrak ke dalam model matematika, sehingga memudahkan siswa untuk memahaminya.

Ketika siswa ditantang untuk berpikir dan bernalar tentang matematika dan mengkomunikasikan hasil-hasil pikiran mereka kepada yang lain, maka mereka belajar menjelaskan dan meyakinkan yang lain.mendengarkan penjelasan siswa lain, berarti memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan pemahaman mereka. Siswa perlu didorong untuk berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan. Di kelas, siswa berkomunikasi untuk belajar matematika dan mereka belajar untuk berkomunikasi secara matematik.23

Guru memiliki peranan yang penting dalam membangun kemampuan komunikasi matematik siswa karena guru merupakan perancang kegiatan pembelajaran di kelas. Kegiatan pembelajaran matematika di kelas harus dapat mengasah kemampuan komunikasi matematika siswa sehingga menghasilkan suatu pembelajaran yang bermakna.

Bahkan membangun komunikasi matematika menurut National Center Teaching Mathematics memberikan manfaat pada siswa berupa: 1. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara

aljabar.

2. Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi.

3. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika.

4. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika.

5. Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan.

6. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika. 24

      

23

I Gusti Putu Suarta dan I Made Suarjana. Pengembangan Perangkat Pembelajaran...., h. 11-12.

24

Bambang Aryan, “Bentang Pangajen: Adalah Pembelajaran Matematika yang Simple, Fun, dan Effective untuk Membangun Skill Komunikasi Matematika dan Nilai Moral Siswa”, dari http://rbaryans.wordpress.com/2008/10/28/membangun-keterampilan-komunikasi-matematika-dan-nilai-moral-siswa-melalui-model-pembelajaran-bentang-pangajen/, 20 Februari 2010, 10.30 WIB, h. 6.


(33)

Jadi, kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa berkomunikasi dalam matematika secara lisan maupun tulisan yang meliputi keahlian membaca, mendengar, diskusi, sharing, menjelaskan, menulis, menginterprestasikan dan mengevaluasi ide, simbol, istilah serta informasi matematika.

b. Aspek-Aspek Komunikasi Dalam Matematika

Menurut Jacob (dalam Nita Puspita Sari) terdapat lima aspek komunikasi berdasarkan rekomendasi profesional standarts NTCM dalam lima bagian, yaitu:25

1. Merepresentasi, siswa menunjukkan kembali suatu ide atau suatu masalah dalam bentuk baru. Misalnya menerjemahkan masalah ke dalam suatu bentuk konkret dengan gambar atau bagan, menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang berupa persamaan atau pertidaksamaan matematika atau sejumlah kalimat (simbol tertulis) yang lebih sederhana.

2. Mendengar, siswa dapat menangkap suara (bunyi) dengan telinga yang kemudian memberi respon terhadap apa yang didengar. Siswa akan mampu memberikan respon atau komentar dengan baik apabila dapat mengambil inti dari suatu topik diskusi di kelas.

3. Membaca, menurut Barret (dalam Sudrajat, 2001:13) menyangkut persepsi visual dari simbol yang diulis dan mentransformasikan simbol itu secara lisan baik eksplisit maupun implisit. Membaca adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun.

4. Berdiskusi, merupakan pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Dalam berdiskusi diharapkan terjadi proses       

25

Nita Puspitasari, “Efektifitas Belajar Mengajar Matematika dengan Teknik Probing”, dari http://www.sundayana.web.id/efektifitas-belajar-mengajar-matematika-dengan-teknik-probing.html, 23 Februari 2010, 10.00 WIB. 


(34)

interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat dalam tukar menukar informasi, memecahkan masalah, dan membantu siswa dalam mempraktekkan keterampilan komunikasi matematik.

5. Menulis, kegiatan menulis matematik lebih ditekankan pada mengekspresikan ide-ide matematik. Menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiran.

c. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Matematik

Beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematik, antara lain:

1. Pengetahuan Prasyarat (Prior Knowledge)

Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar belajar sebelumnya. Hasil belajar siswa tentu saja bervariasi sesuai dengan kemampuan siswa itu sendiri. Jenis kemampuan yang dimiliki siswa sangat menentukan hasil pembelajaran selanjutnya.

2. Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis

Dalam komunikasi matematik, kemampuan membaca, diskusi, dan menulis dapat membantu siswa memperjelas pemikiran dan dapat mempertajam pemahaman (NCTM, 1989: 26). Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk semua level (NCTM, 2000).

3. Pemahaman Matematika (Mathematical Knowledge) 26

d. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik

Indikator komunikasi matematik sangat diperlukan dalam proses pembelajaran di kelas karena kita dapat melihat sejauh mana kemampuan komunikasi matematik yang dimiliki siswa. Adapun indikator-indikator kemampuan komunikasi matematik siswa menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

Indikator komunikasi matematik yang dikemukakan NCTM (1989) dalam Abdul Muin diantaranya adalah:27

      

26


(35)

1. Mengungkapkan gagasan matematika secara lisan dan tulisan.

2. Merumuskan definisi matematik dan mengekspresikan generalisasi yang ditemukan melalui pengamatan.

3. Merefleksikan dan menjelaskan pemikiran melalui gagasan matematik dan hubungan-hubungannya.

Indikator komunikasi matematik menurut NCTM (dalam Mumun Syaban, 2009), dapat dilihat dari:28

1. Kemampuan komunikasi mengekspresikan ide-ide matematik melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikan serta menggambarkannya secara visual.

2. Kemampuan memahami, menginterprestasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya.

3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Adapun indikator komunikasi matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator komunikasi matematik yang dikemukakan oleh Gusni Satriawati (2006), yaitu:29

1. Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, memuat model situasi atau persoalan menggunakan model matematika dalam bentuk: lisan, tulisan, kongkrit, grafik, dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi.

      

27

Abdul Muin, Algoritma: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika .... h. 36.

28

Mumun Syaban, “Menumbuhkan Daya Matematis ...., 28 Desember 2010, 11.30 WIB, h. 4. 

29


(36)

2. Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika, dan sebaliknya.

3. Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

3. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Salah satu pembelajaran yang termasuk ke dalam teori pembelajaran konstrutivistik yaitu model pembelajaran kooperatif, dimana dalam proses pembelajaran siswa harus aktif dalam menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan atau konsep dengan cara saling berdiskusi dengan teman-temannya.Siswa secara rutin berkerja dalam kelompok untuk saling membantu dalam memecahkan masalah. 

Menurut Johnson ”Cooperation is working together to accomplish shared goal” yang artinya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian bekerja sama dalam mencari tujuan bersama.30 Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak).31 Pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai pembelajaran yang siswanya bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. 

Anita Lie berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.32 Tugas-tugas tersebut perlu dipersiapkan secara matang, terencana dan terstruktur agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, dan guru juga harus selalu       

30

Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasaan Komunikasi Antar Peserta Didik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, h.22.

31

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. I, h. 42. 

32

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), Cet. VI, h. 12.


(37)

membimbing dan mengawasi jalannya pembelajaran agar seluruh siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran.  

Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.33 Selain itu, pembelajaran kooperatif dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skiil.”34

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang siswanya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan antara 4 sampai 6 orang secara heterogen yang memiliki tingkat kemampuan berbeda untuk belajar dan bekerja sama dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan. Pembelajaran kooperatif juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan komunikasi, dan kemampuan sosial.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pembelajaran kooperatif adalah ketika siswa belajar dalam kelompok mereka dapat saling menghargai pendapat orang lain, memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapat dan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok sehingga melatih siswa untuk mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Sedangkan menurut Ibrahim yang dikutip dalam Isjoni, pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan, yaitu: 35

      

33

Isjoni, Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan ..., h.22.

34

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran : Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Jakarta: Kencana, 2009), h. 271.

35


(38)

1) Hasil belajar akademik

Salah satu aspek penting pembelajaran kooperatif adalah bahwa selain membantu meningkatkan perilaku kooperatif dan hubungan kelompok yang lebih baik diantara para siswa, pada saat yang sama juga dapat membantu siswa memperbaiki prestasi siswa dan tugas-tugas akademik lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. 

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Pembelajaran kooperatif mempunyai efek terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki karena manusia adalah makhluk sosial. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa setidaknya ada 3 tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial. Semuanya itu dapat tercapai jika siswa dapat menerapkan pembelajaran kooperatif secara benar dan terstruktur.


(39)

c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa prinsip yang membedakannya dengan pembelajaran lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses yang pembelajarannya lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Ada empat prinsip dalam pembelajaran kooperatif, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :36

1) Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan positif.

2) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai tugasnya. 3) Interaksi Tatap Muka (Face to Face Ptomotion Interaction)

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4) Partisipasi dan komunikasi (Participation and Communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru harus membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi dengan       

36


(40)

cara memberi kesempatan siswa menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggap baik dan berguna.

d. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Seorang guru harus memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif sebelum pembelajaran dilakukan. Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dibagi menjadi 6 fase yaitu:37

Tabel 1

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2

Menyampaikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok

kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok besar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil hasil kerja kerjanya.

Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai       

37


(41)

Memberikan penghargaan baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tidak hanya cukup ditunjukkan dengan siswa duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil tetapi menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri, akan tetapi dalam kelompok tersebut siswa harus berinteraksi antara sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan dan membahas suatu masalah atau tugas.

e. Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray

Teknik belajar mengajar Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membagikan informasi dengan kelompok lain.38

Kegiatan belajar mengajar di sekolah banyak diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Dalam kondisi ini siswa belajar sendiri dan tidak diizinkan melihat pekerjaan orang lain. Padahal dalam kehidupan nyata, siswa cenderung dituntut untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, hal ini dapat diasah melalui struktur pembelajaran teknik two stay two stray. Dalam pembelajaran ini sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa lain tetap dikelompok, dua orang dalam kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, dan laporan kelompok.

Langkah-langkah yang harus guru lakukan dalam menerapkan teknik two stay two stray sebagai berikut: 39

1. Siswa bekerjasama dalam kelompok bertiga, berempat, atau lebih banyak lagi seperti biasa.

      

38

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan ...., h. 61.

39

M Yudha Saputra dan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran Kooperatif. (Bandung: CV. Bintang WarliArtika, 2008), Cet. I, h. 75.


(42)

2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke dua kelompok yang lain untuk saling berkomunikasi.

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu yang berkunjung ke kelompok yang lainnya.

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

Agus Suprijono mengemukakan langkah-langkah pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka didiskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok lain untuk saling berkomunikasi, kemudian anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta atau tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut, lalu dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik siswa yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokan dan membahas hasil kerja yang mereka tunaikan.40

Dalam pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray guru berperan sebagai pembimbing dan pengarah jalannya proses pembelajaran. Guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan ketika       

40

Agus. Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 97. 


(43)

bertukar informasi dan berdiskusi dengan temannya. Setelah pelaksanaan teknik two stay two stray siswa bersama guru membahas pekerjaan kelompok dan membuat kesimpulan, sehingga proses pembelajaran dapat terlaksana sesuai tujuan yang ingin dicapai.

Berikut ini pola pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray: B1

A3

A1 A2

B3

B2

Gambar 1

Pola Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray

Keterangan:

= perpindahan siswa ke kelompok lain = perpindahan siswa ke kelompok lain

Melihat langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan teknik Two Stay Two Stray, siswa dapat memperoleh banyak manfaat bagi siswa antara lain siswa dalam kelompoknya mendapatkan informasi sekaligus dari dua kelompok yang berbeda dan siswa mempunyai banyak kesempatan untuk berkomunikasi dengan cara mengungkapkan pendapat dengan menyatakan ide-ide matematika kepada siswa lain, sehingga siswa dapat meningkatkan keterampilan komunikasi khususnya berkomunikasi secara matematik atau komunikasi matematik.

A1 B1 A3 B3

Kelompok 1

C1 D1 C3

Kelompok 3 D3

A2 B2

C2 D2


(44)

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang sering digunakan oleh guru di sekolah ketika mengajar. ”Dimana guru mengajar sejumlah siswa, biasanya antara 30 - 40 siswa di dalam sebuah ruangan dan proses pembelajaran biasanya berpusat pada guru”.41 Beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran konvensional antara lain, metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, metode ekspositori, metode drill atau latihan, metode pemberian tugas, metode demonstrasi, metode permainan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.

Metode ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, karena dalam metode ini guru memegang peran yang dominan, namun tidak sedominan dalam metode ceramah. Dengan metode ekspositori guru tidak hanya berceramah melainkan juga memberikan latihan atau tugas, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Oleh karena itu, metode ekspositori ini dapat dikatakan sebagai gabungan dari metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode pemberian tugas.

Namun, ada beberapa perbedaan antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dengan pembelajaran yang menggunakan pembelajaran konvensional (metode yang digunakan adalah metode ekspositori), diantaranya:

      

41


(45)

Tabel 2

Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray dengan Pembelajaran Konvensional (Metode Ekspositori)

Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray

Pembelajaran Konvensional (Metode Ekspositori) Pembelajaran ini mengutamakan

keaktifan siswa (berpusat pada siswa)

Pembelajaran ini berpusat pada guru (guru lebih mendominasi pelajaran)

Sumber informasi selain guru terdapat di lingkungan, media, teman, dsb

Sumber informasi hanya dari guru

Pembelajaran ini berbentuk kelompok-kelompok

Biasanya siswa tidak dibentuk dalam kelompok-kelompok

Suasana belajar menjadi lebih hidup Suasana kelas membosankan, karena guru lebih aktif

Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa di dalam proses pembelajaran konvensional tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru masih terlihat jelas walaupun banyak dikurangi dan di dalam proses pembelajarannya siswa pasif serta lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, serta yang mereka butuhkan. Siswa jarang diberi kesempatan untuk berdiskusi, berkomunikasi, memecahkan masalah, berkolaborasi sehingga proses pembelajarannya pun membosankan.

B. Kerangka Berpikir

Salah satu kemampuan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika adalah komunikasi matematik. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa berkomunikasi dalam matematika secara lisan maupun


(46)

tulisan yang meliputi keahlian membaca, mendengar, diskusi, menjelaskan, menulis, menginterprestasikan dan mengevaluasi ide, notasi, simbol, istilah serta informasi matematika. Untuk memperoleh kemampuan komunikasi matematik siswa diperlukan pembelajaran yang merangsang partisipasi aktif siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide matematik yang dimiliki baik secara lisan dan tulisan. Pembelajaran seperti ini diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran.

Salah suatu model pembelajarannya adalah model pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif mencakup kelompok-kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama, sehingga siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan dengan cara berkomunikasi secara matematik dalam sebuah kelompok.

Model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray adalah suatu model dalam pembelajaran kooperatif yang digunakan sebagai alternatif bagi guru untuk mengajar siswa. Model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray

ini meliputi kegiatan membaca, diskusi, sharing, mendengar, menjelaskan dan menulis. Pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray diyakini dapat membuat siswa lebih aktif dan memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk berkomunikasi dalam mengungkapkan ide atau gagasan matematika dengan cara membagikan hasil informasi disertai argumentasi dalam diskusi intern kelompok maupun antar kelompok. Pada pembelajaran ini, peran guru sebagai fasilitator sementara siswa berpikir, mengkomunikasikan alasan, dan melatih siswa menghargai pendapat orang lain. 

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dapat meningkatkan komunikasi matematik siswa khususnya pada pelajaran matematika.


(47)

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dibidang pendidikan, yaitu: penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan komunikasi matematik diantaranya: Alima Eliani Harahap (2009), ditemukan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah. Hasil penelitiannya, didapat bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa yang diberi dengan model pembelajaran KUASAI lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematik siswa yang diberi dengan pembelajaran konvensional.

Ema Mariyana (2006) dalam skripsinya yang berjudul pembelajaran matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan komunikasi matematis siswa SMP menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada pembelajaran ekspositori.

Muhammad (2009), melakukan penelitian tentang pengaruh pembelajaran matematika dengan metode Cooperative Learning teknik two stray two stay terhadap hasil belajar siswa, hasilnya rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan metode Cooperative Learning teknik two stray two stay lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Rerata kemampuan komunikasi matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray lebih tinggi daripada rerata kemampuan komunikasi matematik siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di MTs Al-Falah Jalan Masjid An Nur Grogol Utara Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada kelas VII semester II tahun ajaran 2009/2010 tanggal 4 Mei sampai 3 Juni 2010.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian quasi eksperimen. Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1

Peneliti akan mengujicoba model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa, kemudian membandingkan dengan hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik

two stay two stray (kelas eksperimen) dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

Desain penelitian yang digunakan adalah The Post-test Only Control Group Design:2

E X O R

K O Gambar 2

Desain Penelitian

      

1

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. IX, h. 114.

2


(49)

Keterangan:

E : Kelompok eksperimen K : Kelompok kontrol R : Random Kelas (Group)

X : Perlakuan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray

O : Hasil post-test

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Al-Falah Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Sedangkan populasi terjangkau adalah siswa kelas VII semester II MTs Al-Falah Kebayoran Lama Jakarta Selatan pada tahun ajaran 2009/2010.

Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling, yaitu dimana pengambilan sampel dilakukan secara random pada kelompok-kelompok unit yang kecil atau “kluster”, bukan secara individual. Setelah dilakukan sampling

terhadap empat kelas yang ada, diperoleh sampel secara random adalah kelas VII-2 sebagai kelompok eksperimen kelas VII-3 sebagai kelompok kontrol.

D.Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari tes kemampuan komunikasi matematik siswa pada kedua kelompok sampel dengan pemberian tes yang sama yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang dipelajari dan hasil wawancara dengan siswa.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data tersebut sebagai berikut:

1. Variabel Yang Diteliti

Variabel bebas : Model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray. Variabel terikat : Kemampuan komunikasi matematik siswa.


(50)

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi sampel penelitian, guru, dan peneliti.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes berbentuk uraian sebanyak 7 butir soal untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik siswa pada pokok bahasan bangun datar segi empat. Sedangkan, untuk mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif teknik

two stay two stray digunakan pedoman wawancara. Siswa yang diwawancarai sebanyak 3 orang dengan pertimbangan masing-masing siswa berasal dari kelompok atas, kelompok tengah, dan kelompok bawah. 

4. Uji Instrumen Tes Penelitian a. Uji Validitas

Tes yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar ketepatan penilaian terhadap konsep yang dinilai sesuai, sehingga betul-betul menilai apa yang harus dinilai. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan validitas tes secara konstruksi dan validitas isi. “Validitas konstruksi adalah uji validitas dengan meminta pendapat para ahli tentang instrumen yang telah disusun, mungkin para ahli akan memberi keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total”.3 Sedangkan validitas isi adalah uji validitas dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan.4 Secara teknis pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen atau matriks pengembangan instrumen. Dalam kisi-kisi instrumen terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai

      

3

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, ..., h. 177. 4


(51)

tolak ukur dan nomor butir (item) pertanyaan atau pernyataan yang dijabarkan dari indikator.5

Validitas isi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menyusun tes yang bersumber dari kurikulum (standar kompetensi pokok bahasan). Kemudian diberikan kepada para rater untuk dinilai dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 154. Diawal pembuatan instrumen penulis membuat 7 butir soal untuk meminta pendapat para panelis, ternyata setelah dikoreksi, semua soal bisa digunakan sebagai instrumen tes hanya saja ada beberapa soal yang harus diperbaiki redaksinya atau indikator soal pada lampiran 7 halaman 158. Berikut ini adalah keterangannya:

1. Untuk soal nomor 1, salah satu rater memberikan nilai 1 artinya soal kurang tepat mengukur indikator dan redaksinya masih kurang tepat, akhirnya dengan pertimbangan dengan pembimbing indikator soal dirubah dan soal disesuaikan dengan indikator soal.

2. Untuk soal nomor 2, salah satu panelis mengatakan soalnya kurang jelas dengan apa yang ditanyakan dan redaksinya masih kurang tepat, akhirnya indikator soal dirubah dan soal disesuaikan dengan indikator soal.

3. Untuk soal nomor 3, 4, 6, dan 7 hanya perlu diperbaiki redaksinya saja. 4. Untuk soal nomor 5 sudah bisa digunakan.

Dari hasil uji validitas isi instrumen kemampuan komunikasi matematik siswa, maka kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 176.

b. Reliabilitas Interrater

Koefisien reliabilitas interrater atau antar penilai ditentukan berdasarkan hasil penilaian ketepatan butir mengukur indikator. Interrater atau penilai adalah pakar substansi dalam pembelajaran matematika. Untuk

      

5


(52)

mengetahui koefisien reliabilitas instrumen tes komunikasi matematik siswa, maka digunakan rumus sebagai berikut: 6

; ;

b e b

b e

b b

e

e

RJK RJK JK JK

r RJK RJK

RJK db db

= = =  

Keterangan:

r = reliabilitas kesesuaian penilai

i = no butir; 1, 2, 3, ..., 7

j = responden; A, B, C, dan D

Adapun prosedur pengujiannya sebagai berikut:

1. Menentukan JKtotal dengan rumus:

2 2

total T

Xi JK JK Xij

N

= =

2. Menentukan JKbaris dengan rumus:

2 2 1 ( .) baris b Xi

JK JK Xi

nk N

= =

3. Menentukan JKkolom dengan rumus:

2 2 1 ( . ) kolom k Xi

JK JK X j

nb N

= =

4. Menentukan JKkolom dengan rumus: JKerror = JKe = JKT – JKb – JKk

dbb = nb – 1 ; dbe = (na – 1) (nb – 1)

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien realibilitas interarater adalah 0, 66 dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 175.

5. Kriteria Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematik

Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data posttest dari kedua kelompok. Data tersebut merupakan skor aktual, yaitu “skor kenyataan (empirik) yang diperoleh siswa”. Agar dapat diinterprestasikan, kemudian skor diubah menjadi nilai. Hal ini dikarenakan skor masih merupakan data mentah sehingga tidak dapat diinterprestasikan jika masih berdiri sendiri. Berdasarkan hal ini, agar data yang diperoleh dapat diinterprestasikan, maka diperlukan nilai. Dalam penelitian ini, nilai dinyatakan dengan skor aktual.

Jawaban-      

6

Djaali dan Pudji Mulyono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 95.


(53)

jawaban siswa terhadap tipe soal uraian dianalisis dengan berpatokan pada sistem Rubrics. Adapun rentang skor yang digunakan adalah 0, 1, 2, 3, dan 4 dengan kriteria seperti yang dijelaskan pada tabel berikut:7

Tabel 3

Kriteria Pemberian Skor Dengan Menggunakan Rubrics

Skor Kriteria 4 Jawaban lengkap dan jelas dengan petunjuk soal disertai argumen yang

benar berdasarkan prinsip dan konsep matematika.

3 Jawaban hampir lengkap, sebagian petunjuk soal diikuti dan disertai argumen yang benar.

2 Jawaban hampir lengkap sebagian petunjuk soal diikuti tetapi argumen kurang lengkap.

1 Jawaban kurang lengkap dan argumen kurang tepat. 0 Tidak ada jawaban atau menginterprestasikan soal.

E. Teknik Analisis Data

Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan statistik dan membandingkan kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Perhitungan statistik meliputi uji persyaratan analisis dan uji hipotesis. Uji persyaratan analisis terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. 1. Uji Persyaratan Analisis

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pada dua kelompok sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan

      

7

Abdul Muin, Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA, (Tesis Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, t.d.), Bandung: PPS UPI, 2005), h. 35.


(1)

(

34 1 172, 55

)(

) (

34 1 170,86

)(

)

34 34 2

5694,15 5638,38 66 11332, 53 66 171, 71 13,10 − + − = + − + = = = = 1 2 1 2 1 1

69, 74 61, 91 1 1 13,10 34 34 7, 53 3,18 2, 46 hitung gab X X t S n n − = + − = + = =

D. Membandingkan thitung dengan ttabel Dari hasil perhitungan diperoleh, thitung > ttabel ⇔ 2, 46 > 2,00

E. Kesimpulan

Dari pengujian hipotesis dengan uji-t diperoleh thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima atau dengan kata lain rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi matematik pada kelompok kontrol.


(2)

Lampiran 20

HASIL WAWANCARA SISWA

1. Peneliti : Apakah kamu menyukai pelajaran matematika? Siswa B : Tidak begitu suka.

Siswa T : Kadang-kadang suka, kadang-kadang gak, kalau gak pas pelajarannya susah, sukanya kalau pelajarannya lagi gampang. Siswa A : Ya, saya suka, karena membuat kita jadi pintar.

2. Peneliti : Bagaimana pendapat kamu belajar matematika dengan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray?

Siswa B : Senang, bisa berinteraksi dengan teman yang lain.

Siswa T : Senang, soalnya bisa nanya teman jika ada yang belum ngerti. Siswa A : Senang sekali, karena kita dapat bertukar pendapat dengan teman,

menghargai pendapat teman, dan bisa menanyakan apa yang kita tidak mengerti.

3. Peneliti : Bagaimana semangat belajar kamu selama belajar matematika dengan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray? Siswa B : Kadang-kadang gak semangat.

Siswa T : Lumayan semangat.

Siswa A : Semangat, karena bisa berdiskusi atau bertukar pendapat dengan teman.

4. Peneliti : Apakah kamu termotivasi belajar matematika dengan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray?

Siswa B : Kadang-kadang termotivasi. Siswa T : Ya.

Siswa A : Ya, jadi lebih termotivasi.

5. Peneliti : Bagaimana partisipasi kamu ketika diskusi kelompok? Siswa B : Bertukar pendapat sama teman, kadang nulis juga. Siswa T : Kadang nulis, tetapi kebanyakan mikir.


(3)

6. Peneliti : Apakah pembelajaran matematika dengan diskusi kelompok membuat kamu lebih berani dalam menyampaikan ide atau pendapat?

Siswa B : Ya. Siswa T : Ya.

Siswa A : Ya tentu saja.

7. Peneliti : Menurut kamu, bagaimana dengan materi yang diberikan? Siswa B : Materinya susah-susah gampang.

Siswa T : Lumayan materinya bisa dimengerti.

Siswa A : Lumayan mengerti, tapi saya agak pusing di bagian kesimpulan. 8. Peneliti : Apakah kamu lebih memahami materi pelajaran setelah dengan

berkelompok?

Siswa B : Pertamanya kurang paham karena masih bingung dengan materi yang diajarkan tapi lama kelamaan jadi paham karena dikerjakan dengan berkelompok.

Siswa T : Ya, tapi kadang-kadang ada materi tertentu yang kurang paham. Siswa A : Ya.

9. Peneliti : Apakah ada kesulitan selama belajar matematika dengan diskusi kelompok?

Siswa B : Ada, kalo lagi diskusi kelompok, anak-anak yang gak pintar ngandelin yang pintar terus kalo disuruh presentasi pada gak mau. Siswa T : Kalo diskusi masih ada yang males-malesan.

Siswa A : Ada, saya bingung kalo disuruh menyimpulkan.

10. Peneliti : Bagaimana kesan dan pesanmu mengenai pembelajaran matematika dengan pembelajaran yang saya ajarkan?

Siswa B : Kesannya lumayan senang, pesannya kalau kasih soal jangan susah-susah.

Siswa T : Saya senang, tapi soalnya jangan susah-susah.


(4)

Lampiran 21


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)

0 5 185

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray(Dua Tinggal Dua Tamu) Dengan Pendekatan Nilai Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya

0 6 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

0 9 243

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Dalam Meningkatkan Keaktifan Dan Kemampuan Komunikasi Belajar Matematika (PTK Pada Siswa Kelas VII Semes

0 3 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Dalam Meningkatkan Keaktifan Dan Kemampuan Komunikasi Belajar Matematika (PTK Pada Siswa Kelas VII Semes

0 2 16

Peningkatan kemampuan koneksi dan komunikasi matematik melalui model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray

0 0 12