52
= 5 dengan derajat kebebasan pembilang 33 dan derajat kebebasan penyebut 33. Lebih jelasnya, hasil perhitungan uji homogenitas dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 8 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas
Kelompok n
F
hitung
F
tabel
Kesimpulan
Eksperimen 34 1,01 2,00
Sampel berasal dari populasi yang sama atau homogen
Kontrol 34
Karena F
hitung
≤ F
tabel
maka H diterima, artinya kedua kelompok sampel
berasal dari populasi yang sama atau homogen.
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
1. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji persyaratan analisis, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata
kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif
teknik two stay two stray lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok kontrol yang
dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut:
H
0 : 2
1
μ μ ≤
H
1 : 2
1
μ μ
Keterangan:
1
μ
:
rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok eksperimen
2
μ
:
rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok kontrol
53
Pengujian hipotesis tersebut diuji dengan uji t, dengan kriteria pengujian yaitu, jika t
hitung
t
tabel
maka H diterima dan H
1
ditolak. Sedangkan, jika t
hitung
≥ t
tabel
maka H
1
diterima dan H ditolak, pada taraf
kepercayaan 95 atau taraf signifikansi α = 5. Berdasarkan hasil
perhitungan, diperoleh t
hitung
sebesar 2,46 dan t
tabel
sebesar 2,00 lampiran 19 halaman 198. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa t
hitung
≥ t
tabel
2,46 ≥ 2,00. Dengan demikian, H
ditolak dan H
1
diterima, atau dengan kata lain rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok
eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelompok kontrol. Secara ringkas, hasil perhitungan uji t
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t
t
hitung
t
tabel
Kesimpulan
2,46 2,00 Tolak H
dan Terima H
1
2. Pembahasan
Perbedaan rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray
lebih baik daripada pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara terhadap
beberapa orang siswa yang diambil secara acak dan hasil pengamatan selama berlangsungnya proses pembelajaran yang menunjukkan respon
positif terhadap diterapkannya pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dalam pembelajaran matematika seperti: siswa merasa senang dan
tertarik pada pembelajaran sehingga siswa lebih semangat dan termotivasi dalam belajar matematika, dengan diskusi kelompok siswa dapat bertukar
pendapat dengan teman kelompoknya dan lebih berani menyampaikan ide
54
atau pendapat, permasalahan yang diberikan menuntut siswa untuk berpikir dengan alasan dan argumentasi dapat dilihat pada lampiran 20 halaman 200.
Penerapan pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray memuat kegiatan-kegiatan yang melibatkan keaktifan siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi diskusi kelompok mengenai materi yang sedang dipelajari sehingga membuat siswa
dapat saling berinteraksi dan membangun kerjasama antara siswa sehingga siswa yang lebih pintar dapat membantu siswa yang kurang pintar
.
Pada awal pertemuan dengan pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray
aktivitas belajar siswa belum bisa dikondisikan dan belum tercapai secara optimal. Siswa masih terlihat bingung dalam mengerjakan LKS dan kurang
berkomunikasi dengan teman kelompoknya. Pada saat anggota perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya, siswa terlihat
malu-malu dan sulit dalam menyampaikan pendapatnya kepada siswa lainnya mengenai hasil diskusi kelompoknya, sehingga siswa lain lebih
banyak mengobrol dan enggan menanggapi presentasi temannya hasil diskusinya.
Pada pertemuan berikutnya, sedikit demi sedikit mengalami perubahan yang lebih baik, siswa dapat mengerjakan LKS dan lebih aktif
berkomunikasi dengan teman-teman kelompoknya dalam menyampaikan ide-ide matematiknya. Siswa lebih berani untuk mempresentasikan hasil
diskusinya dan tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya serta merespon pendapat temannya. Berbeda dengan kelas eksperimen, pada kelas
kontrol guru sangat mendominasi proses pembelajaran di kelas. Siswa hanya duduk diam, memperhatikan penjelasan guru, kemudian siswa
memindahkannya ke buku catatan mereka masing-masing sehingga kurang interaksi antara guru dan siswa. Apabila ada pertanyaan yang diberikan guru
pada siswa, hanya siswa tertentu saja yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan, sedangkan siswa lain yang tidak mengerti hanya berdiam
diri menunggu jawaban dari siswa lain atau menunggu guru menuliskan
55
jawaban di papan tulis kemudian dilanjutkan dengan pemberian tugas kepada siswa, akibatnya pembelajaran menjadi kurang efektif.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray dapat ditunjukkan pada gambar berikut ini:
Gambar i Gambar ii
Gambar iii
Gambar 4 Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray
Pada gambar i siswa saling bekerjasama dalam kelompok- kelompoknya untuk mengerjakan LKS. Gambar ii siswa saling
bekerjasama dengan dua orang dari masing-masing kelompok dan dua orang yang tinggal dalam kelompok untuk saling berkomunikasi dalam
menyampaikan ide-ide matematik secara lisan maupun tulisan serta membagikan hasil kerja dan informasi kepada kelompok yang lainnya. Pada
gambar iii dua orang dari masing-masing kelompok kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, setelah
itu mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
56
Dalam pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray siswa lebih mudah memahami konsep materi yang diajarkan, karena siswa dituntut
menyelesaikan masalah dengan cara mengkomunikasikan ide-ide matematik dengan menggunakan bahasa dan simbol yang disampaikan secara lisan dan
tulisan melalui kegiatan membaca, menjelaskan, menulis, diskusi, serta siswa dilatih menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke dalam model
matematika, sehingga dapat berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematik.
Jika kita perhatikan dari tes hasil kemampuan komunikasi matematik kedua kelompok lihat lampiran 13 halaman 186 dan kita bandingkan
dengan Kriteria Ketuntasan Minimal KKM di sekolah yang bernilai 60, maka dikelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif teknik two stay two stray terdapat 9 siswa 26,47 yang memiliki kemampuan komunikasi matematik rendah di bawah KKM dan
25 siswa 73,53 yang memiliki kemampuan komunikasi matematik tinggi di atas KKM. Sedangkan dikelompok kontrol yang menggunakan
pembelajaran konvensional, terdapat 13 siswa 38,24 yang memiliki kemampuan komunikasi matematik rendah di bawah KKM dan 20 siswa
61,76 yang memiliki kemampuan komunikasi matematik tinggi di atas KKM. Jika kita lihat dari segi persentase, maka siswa yang memiliki
kemampuan komunikasi matematik tinggi atau di atas KKM dikelompok eksperimen jumlahnya lebih banyak daripada dikelompok kontrol.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray berpengaruh positif terhadap
kemampuan komunikasi matematik. Hal ini juga terlihat dari nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stray lebih tinggi dari nilai rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa
kelas kontrol yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
57
D. Keterbatasan Penelitian