Penyakit Infeksi Menular Seksual di Kalangan Waria

memperlakukan gemblakannya sebagai wanita, baik dalam perilaku maupun cara berdandan. Budaya waria lain yang terdapat di Jawa Timur adalah yang ada dalam kesenian tradisional ludruk, yakni sebuah drama tradisional dari Jawa Timur, yang semua pemain panggungnya adalah laki-laki. Jika sebuah peran menuntut hadirnya seorang perempuan, kaum laki-laki itulah yang harus memerankan perempuan. Pelakon ini relatif menetap. Artinya, sekali mereka memerankan peran wanita, maka selamanya dalam permainan panggung ia berperan sebagai wanita Mastura, 2000.

2.4.6 Penyakit Infeksi Menular Seksual di Kalangan Waria

Dibandingkan dengan kelompok Gay, kelompok Wanita Penjaja Seks WPS dan kelompok Waria lebih berisiko terjangkit penyakit Infeksi Menular Seksual IMS dikarenakan pelanggannya adalah pria yang berkeluarga, sehingga dua kelompok ini harus lebih dipantau. Ada sekitar 3,3 juta laki-laki di Indonesia saat ini menjadi pembeli seks, padahal sebagian besar dari mereka sudah berkeluarga Kompas, 2013. Umumnya waria sangat menyukai anak laki-laki yang ganteng dan masih sangat muda. Menjadi kebanggaan tersendiri apabila waria dapat menggaet pria muda dan melakukan relasi seks Koeswinarno, 1996. Disamping itu pelacuran waria adalah sebuah mitos yang diwariskan oleh para pendahulu mereka. Dunia pelacuran juga merupakan wadah seorang waria untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan setelah mereka merasa terbuang, sekaligus memperoleh pengalaman kewariaan yang sesungguhnya Kemala, 1987. Universitas Sumatera Utara Menurut Koeswinarno 1996, dalam kegiatan pelacuran ada 4 empat cara atau teknik hubungan seks yang dipakai oleh kaum waria adalah sebagai berikut: 1. Fellatio atau oral seks. Teknik ini paling banyak dilakukan oleh waria. Dengan teknik ini biasanya air mani tidak ditelan begitu saja setelah seorang waria melakukan penyedotan hingga benar-benar tuntas. Ketika terjadi ejakulasi dini, maka dengan segera mereka memuntahkan air mani yang ada dimulutnya. Cara ini banyak dilakukan dalam praktek-praktek seksual disekitar pelacuran, karena lebih praktis dan tidak membutuhkan tempat khusus seperti kamar. 2. Jepit. Yaitu pangkal paha waria berfungsi sebagaimana umumnya vagina pada kaum wanita. Penis pasangan waria dijepit diantara dua pangkal paha dan kemudian digosok-gosokkan hingga mencapai orgasme. Ketika penis pasangan waria dijepit diantara pangkal paha, maka sebaliknya penis waria berada diantara perut waria dan pasangannya. Sehingga ketika terjadi proses saling menggerakkan, maka kedua alat kelamin dapat mengalami ereksi dan terjadi ejakulasi. Untuk mencegah lecet, penis pasangan waria dan penis waria diolesi telebih dahulu dengan cream. Teknik ini merupakan cara teraman dari kemungkinan tertularnya penyakit kelamin. 3. Sodomi atau anal. Konon kata sodomi sebagaimana yang ada dalam Kitab Injil sebagai seks yang pernah dilakukan Sodom dan Gomorah. Hampir semua waria Universitas Sumatera Utara menggemari teknik sodomi sebagai cara pemuasan nafsu seks. Pada teknik ini pihak yang aktif harus terlebih dahulu diolesi penisnya dengan cream untuk mencegah lecet pada alat kelamin. 4. Onani. Merupakan pemuasan seks yang tidak berdiri sendiri. Artinya onani dilakukan bersamaan dengan prilaku seks lainnya, seperti fellatio. Ketika seorang waria melakukan teknik fellatio kepada pasangannya, maka kadang-kadang lawan seks mengonanikan kelamin waria sehingga masing-masing pihak akan sama- sama mencapai orgasme. Berdasarkan hasil sebuah studi yang dilakukan di Mojo Wetan dan Mojo Kulon, lebih lanjut Koeswinarno 1996, menyatakan bahwa tidak semua konsumen seks kaum waria mau menerima semua perlakuan seks yang dilakukan waria Misalnya seks anal, tidak sembarang laki-laki mau melakukannya. Pada dasamya ada perasaan tidak enak atau jijik bagi orang awam untuk melakukan seks anal. Ini membuktikan bahwa rata-rata konsumen waria adalah pria normal, bukan seperti perkiraan bahwa konsumen waria adalah mereka yang juga mengalami penyimpangan seks. Laki-laki yang bersedia melakukan hubungan seks anal biasanya adalah kaum homoseksual dan suami-suami waria. Seks bagi waria bukan semata-mata dunia pelacuran seperti halnya WPS Wanita Penjaja Seks yang sebagian dari mereka menjadi pelacur karena himpitan ekonomi. Nyebong bagi waria merupakan nafas yang melekat dengan kehidupannya. Universitas Sumatera Utara Tidak sedikit dari mereka yang tidak dapat melepaskan dunia pelacuran cebongan atau seks bebas lainnya Koeswinarno, 1996.

2.4.7 Konsumen Seks Kaum Waria