Perilaku Seksual yang Beresiko pada Waria

Didalam struktur masyarakat waria masih dianggap sebagai kelompok yang menimbulkan masalah ketertiban umum dan perilaku mereka yang menyimpang dianggap sebagai keresahan yang ada di masyarakat lingkungan sekitar. Oleh karena itu sering dilakukan penertiban waria dan tidak jarang masyarakat mengusir waria dari lokasi tempat biasa mereka menawarkan jasanya. Hal ini juga terjadi dalam penelitian ini dimana waria sering di usir oleh masyarakat dari lapangan Segitiga Perbaungan dan kini mereka beroperasi di sekitar pekuburan di Perbaungan. Waria di usir oleh masyarakat, karena masyarakat merasa sangat terganggu dengan perilaku menyimpang mereka sebagai pekerja seksual.

5.2 Perilaku Seksual yang Beresiko pada Waria

Terjadinya waria disebabkan oleh faktor biologis, psikologis dan sosiologis. Waria memiliki konsep diri yang rendah karena mengalami kebingungan dalam menentukan identitas seksualnya, menyebabkan waria tidak bisa diterima dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Akibatnya tekanan sosial dalam bentuk stigma dan diskriminasi kerap menimpa waria. Permasalahan sosial yang dihadapi kaum waria di Indonesia termasuk sangat rumit dan kompleks akibat struktur sosial budaya yang ada kurang mendukung mereka dalam menjalani kehidupannya secara wajar baik yang diakibatkan oleh faktor intern sendiri seperti hidup menyendirihanya terbatas pada komunitasnya juga karena faktor ekstern seperti pendidikan terbatas, kemiskinan, ketidaktrampilan, diskriminasi baik dikalangan masyarakat umum maupun oleh keluarganya sendiri. Universitas Sumatera Utara Dengan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh kaum waria tersebut membuat mereka cenderung terjerumus pada hal-hal yang menyimpang seperti pelacur, pengemis, pengangguran dan lainnya. Akibat dari perilakunya tersebut berdampak pada masalah kesehatanpenyakit fisik, dan kehidupan sosial, seperti penyakit kelamin, kulit, HIVAIDS, narkoba dan penyakit menular lainnya. Perilaku seksual yang dilakukan waria dalam penelitian ini adalah oral seks, onani, hingga anal seks. Kegiatan seksual mereka biasa dimulai dari onani yaitu waria merangsang alat kelamin kliennya dengan menggunakan tangan setelah itu baru dilakukan oral seks, dimana waria menghisap air mani dengan mulut hingga tuntas setelah terjadi ejakulasi baru penis dilepaskan. Setelah oral seks maka dilakukan teknik anal seks yaitu memasukkan alat kelamin klien ke anus waria, teknik ini merupakan teknik yang paling digemari klien sebagai cara pemuasan nafsu seks. Menurut hasil penelitian Ratnawati dalam Hary 2011, perilaku oral seks dan anal seks dilakukan komunitas waria dalam berhubungan seksual yang sangat berisiko terhadap terjadinya IMS. Jenis IMS yang menyerang waria antara lain gatal- gatal pada penis, sifilis dan herpes kelamin. Cara lain untuk memenuhi kebutuhan seks dapat dengan cara onani. Di kalangan waria juga ada mitos yang mengatakan bahwa jika menelan sperma maka menjadikannya awet muda, sehingga banyak dari waria melakukan hal itu. Hal itu adalah mitos yang tidak benar, menelan sperma justru akan memperbesar resiko terpapar HIV Hary, 2011. Universitas Sumatera Utara Dampak perilaku seks berisiko, terlihat pada kejadian HIV dan riwayat IMS yang cukup tinggi, terutama pada waria yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan waria melakukan anal seks hubungan seks dengan penetrasi ke dalam anus pada pasangannya. Perilaku tersebut merupakan perilaku berisiko karena kemungkinan luka yang memudahkan terjadinya penularan IMS dan HIV. Selain anal seks, waria juga melakukan aktivitas oral seks Irianto, 2010. Sebagian besar waria menyatakan menyukai teknik seks secara anal seks dan oral seks, karena alasan ingin diperlakukan sebagai perempuan dalam berhubungan seks. Sebagian besar waria menyukai pasangan tetap seorang pria yang telah keluarga ataupun sudah memiliki pacar. Bagi waria, pria yang sudah berkeluarga ataupun sudah memiliki pacar terlihat sangat macho sehingga terkesan pasangan tetap meraka adalah laki-laki normal. Ada juga waria yang menyukai waria lainnya, dengan alasan pasangan tetap seorang waria lebih memahami diri mereka dan ketika melakukan hubungan seksual pasangan yang waria juga lebih memuaskan daripada laki-laki normal. Ada juga waria yang sudah bekeluarga dan telah mempunyai anak, meskipun mereka punya istri, mereka juga memiliki pasangan laki-laki bahkan sering berganti- ganti pasangan. Gaya hidup seksual sexual lifestyle waria merupakan perilaku seksual waria yang melekat dalam dirinya yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan budaya yang ada disekitarnya serta berdampak pada kesehatannya. Gaya hidup seksual para waria tercermin dalam melakukan aktifitas seksualnya, seperti berganti-ganti Universitas Sumatera Utara pasangan, tidak menggunakan kondom serta melakukan seks anal dan oral. Dalam hal pasangan seksual, bagi waria memiliki pacar atau “suami” setidaknya untuk memenuhi dua kebutuhan, yakni melepaskan nafsu seksual. Tidak ada perbedaan pengertian antara pacar dan suami secara formal, karena diantara mereka sama-sama tidak memiliki ikatan legal. Satu perbedaan mendasar antara pacar dan suami, pacar dalam pengertian mereka adalah laki-laki yang menjadi kekasih mereka dan tidak tinggal serumah. Sebaliknya, laki-laki yang menjadi kekasih waria dan kemudian tinggal serumah, biasa disebut suami Puspitosari, 2005. Rangsangan yang dialami pada waria adalah kombinasi dari rangsangan pandangan yang biasanya dialami oleh pria dan rangsangan dari sentuhan yang biasanya dialami oleh wanita. Setiap harinya waria dapat melayani hingga 10 klien. tetapi tidak semua hubungan seksual yang dilakukannya mengalami ejakulasi, yang biasa mereka sebut dengan istilah “nembers”. Nembers yang dialami pada waria sama seperti ejakulasi yang dialami oleh pria pada umumnya yang ditandai dengan keluarnya sperma dari penis. Waria dapat mengalami nembers ketika melihat pasangannya yang ganteng, macho dan melihat penis pasangannya yang besar. Pada waria sentuhan lembut yang pas dan sesuai dengan keinginannya juga dapat memberikan nembers pada waria layaknya seorang wanita. Rangsangan sentuhan akan berperan pada waria apabila waria telah memiliki kelebihan hormon estrogen, sehingga mempengaruhi metabolisme tubuh yang secara fisik ditandai dengan pembesaran payudara, pembesaran pada pinggul dan sebagainya. Pembesaran pada payudara akan diikuti pada pembesaran pada puting Universitas Sumatera Utara payudara. Sedangkan puting yang besar mempunyai sel-sel stimulator sensor perasa yang makin banyak berlipat-lipat jumlahnya, sehingga menimbulkan efek rangsangan yang sangat besar Dina, 2007. Hasil penelitian di lapangan juga menunjukkan hal yang sama yaitu pada kasus Pani, yang dapat mengalami nembers jika payudaranya di hisap dan badannya di cumbu oleh pasangannya. Jadi pada waria selain dapat merasakan rangsangan yang diakibatkan oleh pandangan mata, juga dapat merasakan rangsangan sentuhan seperti yang dirasakan oleh wanita normal pada umumnya. Waria merasakan stimulusrangsangan dari penglihatan akan mempengaruhi ereksi pada penisnya, jadi rangsangannya tidak akan terasa sampai ke sekujur tubuh, tetapi rangsangan yang didapat akibat dari sentuhan yang sensual akan mengakibatkan ereksi pada penis dan juga akan merasakan orgasme Dina, 2007 Perilaku seksual yang suka berganti-ganti pasangan ini merupakan faktor resiko terbesar bagi para waria tertular IMS. Intensitas hubungan ternyata cukup bervariasi, ada yang satu bulan sekali bahkan ada yang satu malam melakukan hubungan seks sebanyak tujuh kali. Intensitas hubungan seksual berisiko yang tinggi tentunya sangat berpengaruh dengan kejadian penularan IMS. Semakin sering mereka melakukan hubungan seksual, semakin tinggi pula resiko untuk terkena IMS. Menurut Daili et, al., 2003 dalam Hernawati 2005, menyatakan bahwa perilaku risiko tinggi dalam penyebaran IMS ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit, karena seseorang dapat terkena IMS rata- rata lebih dari 5 pasangan seksual dan perilaku seksual tanpa menggunakan pengaman. Universitas Sumatera Utara

5.3 Pencegahan Penyakit Infeksi Menular pada Waria