bubuk kopi dengan air panas lalu ditambahkan dengan gula atau susu. Kopi bisa disajikan dengan berbagai cara dan hal ini yang
antara lain mendorong suksesnya bisnis kedaikedai kopi, mulai dari kelas warung kopi yang menjualnya dengan harga murah
hingga ke kafekafe elit yang harga satu gelasnya mungkin bisa untuk membeli puluhan gelas kopi warung.
Meningkatnya perilaku minum kopi saat ini mendorong berdirinya sebuah organisasi bagi para penggemar minum kopi
yang di sebut dengan Indonesia Coffee Community ICC. Organisasi ini sebagai sarana bagi para pakar kopi, penggemar
minum kopi, pengusaha kafe, perhotelan, industri kopi, pramusaji kopi dan mereka yang berkecimpung dalam bidang kopi untuk
dapat saling bertukar pikiran, mendalami, menyampaikan informasi dan juga sebagai ajang belajar. Berdirinya ICC berawal
dari Even Tea Coffee Exhibition 2004. Hal ini didasari karena perkembangan industri kopi di Indonesia begitu cepat dan harus
ditunjang dengan sumber daya manusia yang handal, profesional dan dapat menjunjung nilai artistik dalam mengembangkan
perindustrian di bidang kopi Pranoto dalam Amalia, 2006.
Di coffee shop berbagai aneka minuman yang digemari disajikan dan para konsumen kopi tinggal menikmati. Bukan hanya
itu saja, bagi penggemar minuman kopi, kekentalan atau keenceran dari seduhan kopi saat ini menjadi pusat perhatian, karena hal
tersebut berkaitan dengan selera para pecinta minuman kopi.
2.2. Konsep Pemasaran
Dalam bukunya, Kotler 2003 menjelaskan bahwa pekerjaan pemasaran bukan untuk menemukan pelanggan yang tepat bagi produk,
melainkan menemukan produk yang tepat bagi pelanggan. Menurut Kotler 2003, konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai
sasaran organisasi adalah perusahaan harus menjadi lebih efektif dibandingkan dengan para pesaing yaitu dengan menciptakan,
menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. Konsep pemasaran terdiri atas empat pilar : pasar
sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan kemampuan menghasilkan laba.
Konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang mengatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan
sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. Suatu sistem keseluruhan dari kegiatankegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan
harga, mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa, yang memuaskan kebutuhan baik pembeli yang ada maupun pembeli potensial
Swastha dan Handoko, 1987.
2.3. Manajemen Jasa Terpadu
Manajemen jasa terpadu merupakan perencanaan dan pelaksanaan terkoordinasi kegiatankegiatan pemasaran, operasi, dan sumber daya
manusia yang penting bagi keberhasilan perusahaan jasa. Menurut Lovelock dan Wright 2005 manajemen jasa terpadu terdiri dari 8
komponen, yaitu produk product, tempat dan waktu place and time, promosi promotion, harga price, proses process, produktivitas dan
kualitas productivity and quality, orang people, dan bukti fisik physical evidence.
a Produk product
Semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan. b Tempat dan waktu place and time
Keputusan manajemen tentang kapan, dimana, dan bagaimana menyampaikan jasa kepada pelanggan.
c Proses process Metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu, yang
umumnya berupa langkahlangkah yang diperlukan dalam suatu urutan yang telah ditetapkan.
d Produktivitas dan Kualitas productivity and quality Produktivitas adalah seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi
output yang menambah nilai bagi pelanggan. Kualitas yaitu sejauh mana suatu jasa memuaskan pelanggan dengan memenuhi kebutuhan,
keinginan, dan harapan mereka.
e Orang people Karyawan dan pelanggan yang terlibat dalam proses produksi.
f Promosi dan Edukasi promotion Semua aktivitas dan alat yang menggugah komunikasi yang dirancang
untuk membangun preferensi pelanggan terhadap jasa dan penyedia jasa tertentu.
g Bukti fisik physical evidence Petunjuk visual atau berwujud lainnya yang memberikan bukti atas
kualitas jasa. h Harga price
Pengeluaran uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan mengkonsumsi jasa.
Lovelock dan Wright 2005 memformulasikan bahwa terdapat tujuh kesenjangan gap yang memungkinkan dalam kualitas jasa :
a Kesenjangan pengetahuan : Perbedaan antara apa yang diyakini penyedia jasa akan diharapkan pelanggan dan kebutuhan dan harapan
pelanggan yang sesungguhnya. b Kesenjangan standar : Perbedaan antara persepsi manajemen terhadap
harapan pelanggan dan standar kualitas yang ditetapkan untuk penyerahan jasa.
c Kesenjangan penyerahan : Perbedaan antara standar penyerahan yang ditentukan dan kinerja penyedia jasa sesungguhnya.
d Kesenjangan komunikasi internal : Perbedaan antara apa yang benar benar dapat diserahkan oleh perusahaan.
e Kesenjangan persepsi : Perbedaan antara apa yang benarbenar diserahkan dan apa yang dianggap pelanggan telah mereka terima
karena mereka tidak dapat menilai kualitas jasa secara akurat. f Kesenjangan interpretasi : Perbedaan antara apa yang sesungguhnya
dijanjikan penyedia jasa dalam upayaupaya komunikasinya dan apa
yang pelanggan pikir telah dijanjikan dalam komunikasi tersebut. g Kesenjangan jasa yaitu perbedaan antara apa yang diharapkan
pelanggan akan mereka terima dan persepsi mereka terhadap jasa yang benarbenar diserahkan.
Masingmasing dari ketujuh kesenjangan kualitas tersebut dapat merusak hubungan pelanggan. Kualitas jasa adalah keseluruhan sikap
pelanggan terhadap penyerahan jasa, yang terbentuk dari sejumlah pengalaman jasa yang berhasil maupun yang tidak berhasil. Menghindari
kesenjangan jasa dalam setiap penyerahannya akan membantu suatu perusahaan meningkatkan nama baiknya dalam hal jasa yang bermutu.
Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang perusahaan tetapi harus dari sudut pendang penilaian pelanggan.
Oleh karena itu, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan
memperhatikan komponen kualitas pelayanan.
2.4. Experiential Marketing