Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Dinas Kebersihan Kota Medan.

penyapu jalan, ya jangan jeleklah”, katanya. Bagi Bu Molek cantik itu perlu selain disayang suami, penilaian orang terhadap diri sendiri juga perlu, karena pernah ada orang yang berkomentar, “Bu Molek sekarang kelihatan lebih muda dan cantik daripada anaknya, ya”. Komentar seperti itu membuat Bu Molek senang. Perasaan ingin dihargai, disayang suami menimbulkan keinginannya untuk bisa tampil cantik. Selain itu rasa takut akan kehilangan suami atau rasa cemas bahwa suami akan cenderung tidak setia jika mereka tidak merawat diri dan berdandan juga mendorong mereka untuk menggunakan kosmetik seperti yang diakui oleh Bu Jum dan Puji. Lain lagi dengan Bu Laila yang merasa dengan memakai kosmetik lebih percaya diri, sedangkan Bu Arti berpendapat bahwa memang sudah kodratnya perempuan harus dandan.

4.2. Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Dinas Kebersihan Kota Medan.

Kota Medan, sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, dituntut untuk tampil menjadi kota yang bersih dan asri, ditambah lagi dengan adanya penghargaan Adipura yang diperoleh Pemerintah Kota Medan yang sudah selayaknya untuk dipertahankan. Dalam hal ini, Dinas Kebersihan merupakan salah satu instansi yang bertanggung jawab untuk masalah kebersihan kota Medan. Dinas Kebersihan merupakan salah satu dinas pada Pemerintahan Kota Medan, dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor: 4 Tahun 2001 tanggal 26 Juni 2001 Jo keputusan Walikota Medan Nomor: 10 Tahun 2002 tanggal 11 Januari 2002 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kebersihan Kota Medan, Sri Suriani Purnamawati : Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih Di Kota Medan Tahun 2009, 2009 mempunyai tugas melaksanakan urusan rumah tangga daerah dalam bidang kebersihan, melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya. Secara geografis Dinas Kebersihan Kota Medan terletak di jalan Pinang Baris nomer 114 Medan. Visi Dinas Kebersihan Kota Medan adalah terwujudnya pelayanan kebersihan yang prima. Untuk mencapai visi tersebut telah ditetapkan misi sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur guna membentuk aparatur dinas kebersihan berdedikasi tinggi dan professional dalam pelayanan kepada masyarakat. 2. Meningkatkan sarana dan prasarana kebersihan yang berteknologi berdaya guna dan berhasil guna dalam penyapuan, pengumpulan, perwadahan, pengangkutan dan pemusnahan sampah serta pengolahan pemanfaatan sampah menjadi bernilai ekonomis, guna meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan kota yang berwawasan lingkungan. 3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk membayar retribusi pelayanan kebersihan guna meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan. Dinas Kebersihan merupakan salah satu unsur pelaksana teknis Pemerintah Kota Medan dalam mengelola kebersihan dan melakukan kegiatan yang meliputi: 1 Membersihkan sampah di jalan umum, 2 Mengumpulkan timbunan sampah dari sumbernya ke Tempat Pembuangan Sementara TPS, 3 Menyediakan Tempat Pembuangan Sementara TPS untuk pelayanan umum, 4 Mengangkat sampah dari Tempat Pembuangan Sementara TPS ke Tempat Pembuangan Akhir TPA, 5 Sri Suriani Purnamawati : Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih Di Kota Medan Tahun 2009, 2009 Menyediakan Tempat Pembuangan Akhir TPA untuk Pemusnahan sampah, 6 Melakukan penyedotan, pengakutan limbah tinja dari Septictank ke Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja IPTL. Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas, Dinas kebersihan menggunakan pekerja THL Tenaga Harian Lepas yang berjumlah 1.718 orang, sebahagiannya merupakan pekerja perempuan yang bertugas sebagai penyapu jalan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan Kota Medan tahun 2008, jumlah pekerja perempuan penyapu jalan yang terdaftar adalah sebanyak 390 pekerja, yang mereka sebut dengan melati, yang tersebar di 21 kecamatan. Pekerja perempuan penyapu jalan, diumpamakan seperti bunga melati yang berwarna putih yang mengartikan hati seputih bunga melati yang mempunyai ketulusan membersihkan jalan-jalan protokol dan kolektor yang ada di kota Medan. Tugas menyapu jalan mereka lakukan setiap hari, dari hari Senin sampai Minggu, dan tidak mempunyai hari libur. Pekerja perempuan penyapu jalan ini, melakukan tugasnya di bawah pengawasan mandor operasional yang merupakan bagian Operasional Dinas Kebersihan Kota Medan. Walaupun pekerja perempuan penyapu jalan tidak mempunyai hari libur, tetapi ketika peneliti mendatangi informan pada saat hari libur, peneliti tidak mendapati mereka sedang bekerja, padahal jam peneliti masih menunjukkan pukul 9.00 WIB kurang. Peneliti pergi ke tempat mangkal mereka, dan tidak menemukan seorang pun dari mereka. Kemudian peneliti menanyakan kepada orang yang ada di tempat mangkal tersebut dan jawabanya penyapu jalan sudah pulang kira-kira pukul Sri Suriani Purnamawati : Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih Di Kota Medan Tahun 2009, 2009 8.00 WIB lewat atau setengah 9.00 WIB, artinya mereka pulang lebih cepat dari biasanya. Menurut bagian Operasinal Dinas Kebersihan Kota Medan, dalam merekrut pekerja perempuan penyapu jalan mereka tidak melakukannya secara khusus. Mereka hanya mempertahankan agar jumlah pekerja penyapu jalan dalam jumlah yang tetap sesuai dengan kebutuhannya. Bila ada pekerja penyapu jalan yang keluar karena sudah tua atau karena hal lainnya, maka biasanya anak mereka atau saudaranya yang menggantikannya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan oleh informan. Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari para informan, menyatakan bahwa mereka memperoleh pekerjaan ini berasal dari orangtua, ataupun kenalan seperti teman, saudara dan lain sebagainya. “Saya bekerja sebagai penyapu jalan disuruh oleh orangtua saya untuk mengantikan ada pegawai yang keluar”, demikian penuturan Bu Ani. Lain halnya dengan Bu Molek yang mendapatkan pekerjaan sebagai penyapu jalan dari orangtuanya yang kenal dengan mandor. Berikut penyataannya, “Setelah saya tamat SD, saya langsung disuruh oleh orangtua saya untuk bekerja menjadi penyapu jalan karena orangtua saya mendapat informasi tersebut dari teman orangtua saya yang kenal dengan mandor pada saat itu”. Bu Molek juga harus memakai sandal tinggi kayu jepang terompa agar badannya kelihatan tinggi, dan memakai baju yang berlapis-lapis supaya kelihatan sudah dewasa dan cukup umur untuk bekerja dan menerima gaji pertama Rp. 300,-per harinya. Sementara itu Bu Laila dan Puji mengatakan mereka memulai pekerjaannya Sri Suriani Purnamawati : Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih Di Kota Medan Tahun 2009, 2009 karena mendapat informasi dari temannya bahwa ada lowongan pekerjaan sebagai pekerja penyapu jalan, hal ini disebabkan karena ada beberapa nama pekerja perempuan penyapu jalan yang terdaftar tetapi tidak ada orangnya. Adapun tugas yang harus dilakukan pekerja perempuan penyapu jalan Melati setiap harinya, menurut bagian operasional Dinas Kebersihan, adalah melakukan penyapuan jalan sepanjang 2,5 km mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 09.00 WIB pada shift pertama dan pukul 11.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB pada shift kedua. Selain bertugas menyapu jalan protokol dan kolektor, mereka juga melakukan penyekraban pasir-pasir dan rumput-rumput yang tumbuh liar di pinggir badan jalan protokol dan kolektor. Sampah hasil sapuan tersebut mereka kumpulkan dan selanjutnya diangkat oleh gerobak atau truk sampah Dinas Kebersihan kota Medan. Secara terjadwal memang demikian, tetapi pada kenyataannya beberapa informan ada yang bekerja dari jam 06.00 wib-09.30 wib pada shift pertama, selanjutnya istirahat dan bersih-bersih, kemudian pulang pukul 10.00-10.30 WIB dan sebagian pulang pukul 11.30 WIB. Sebenarnya dulu tidak begitu, setelah beristirahat mereka kembali bekerja pada shift kedua dan baru pulang pada pukul14.00 WIB, seperti yang dituturkan beberapa penyapu jalan. “Pada zaman sebelum Pak Abdillah menjadi walikota Medan, transport kami jelas, mulai subuh kita sudah dijempat dengan damri, kumpul di kayu besar jam 05.00 WIB, jadi sebelum subuh harus sudah siap-siap, nyiapin keperluan suami anak dan keperluan awak sendiri, ada 5 damri jadinya rame, pulangnya pun sama-sama kumpul lagi jadi pulang jam 14.00 WIB”. Demikian juga ditambahkan oleh penyapu jalan yang lain; Sri Suriani Purnamawati : Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih Di Kota Medan Tahun 2009, 2009 “Sejak walikotanya Abdillah angkutan damri nggak ada lagi, jadinya perginya naik angkot masing-masing per kelompok yang dekat-dekat rumahnya atau yang satu lokasi kerjanya. Satu kelompok ada 6-12 orang, dan untuk transportnya ya tanggung sendiri bu, nggak enaklah bu, tapi mau bilang apa, sekarangkan susah cari kerjaan”. Beda halnya dengan Jelita yang menurut penuturannya kepada peneliti seperti ini ; “Aku diantar suami Bu, dan suami bantuin aku nyapu juga, tetapi kalo’ sudah jam 07.00 wib atau 07.30 wib gitu bu, suamiku berangkat kerja ke pabrik. Kalau pulangnya aku bareng sama orang ini naek mobil carteran, ongkosnya Rp. 3000,-”. Selain itu juga, seperti Bu Arti diantar suaminya naik becak, karena kebetulan suaminya tukang becak. Selama Bu Arti menyapu, suaminya menarik becak di sekitar Kota Medan dan pulang ke Tanjung Morawa bersama-sama. Baik Jelita maupun Bu Arti beralasan hal itu dilakukan untuk menghemat ongkos. Diantara informan ada juga yang menghemat ongkos dengan cara pulang bersama-sama. Mereka pulang dengan dijemput mobil angkutan ke tempat mereka mangkal, dengan ongkos Rp. 3000,- tiga ribu rupiah per orang. Mobil Angkutan tersebut mereka carter bersama-sama dengan buruh pabrik yang pulang pagi hari setelah bekerja pada shift malam. Lainnya halnya jika mandor menyuruh mereka untuk mengulangi pekerjaan menyapu jalan kembali, terutama bila ada tamu, ada acara-acara besarpenting, atau kondisi jalanan yang masih kotor karena banyak daun yang berguguran, maka para penyapu jalan akan menyelesaikan pekerjaannya hingga selesai dan pulang sesuai jadwal mereka yaitu pukul 14.00 WIB. Biasanya pemberitahuan untuk mengulangi menyapu jalan disampaikan mandor di pagi hari ketika mereka bekerja pada shift pertama, sambil mengabsen para pekerja. Sri Suriani Purnamawati : Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih Di Kota Medan Tahun 2009, 2009 Berbagai fasilitas diberikan kepada pekerja perempuan penyapu jalan seperti: 1 Diberikan gajiupah kerja 34.000 rupiah per hari yang diberikan setiap bulan, 2 Diberikan pakaian dinas berupa celana panjang berwarna coklat, kaos lengan panjang berwarna kuning, topi pet berwarna coklat dan kuning, sepatu hitam, masker hitam berbahan kain, dan sarung tangan, 3 Diberikan peralatan berupa sapu dan plastik tempat pembuangan sampah. Bagian operasional menambahkan, terkadang para pekerja perempuan penyapu jalan tidak menggunakan sapu yang diberikan, karena mereka lebih suka memakai sapu mereka sendiri yang bagian ujungnya tidak dipotong. Sedangkan menurut keterangan informan, jika mereka tidak masuk untuk bekerja maka gaji mereka akan dipotong Rp. 35.000,- perhari. Selain itu juga sapu lidi yang mereka pakai untuk menyapu jalanan, sekarang harus mereka usahakan sendiri. Keadaan ini mereka terima saja dengan alasan mereka butuh pekerjaan dan mereka mengganggap pekerjaan sebagai penyapu jalan adalah pekerjaan yang tidak menuntut banyak hal tetapi penghasilan cukup lumayan bagi mereka. Seperti yang dituturkan salah seorang informan: “Dari dulunya saya bekerja memang hanya penyapu jalan tidak pernah mencoba pekerjaan lainnya, ya karena lebih enak penyapu jalan dari pada bekerja tempat lain. Ada orang yang mau bayar sebesar 5 lima juta rupiah agar diterima sebagai penyapu jalan, karena kerjanya sebentar tapi gajinya lumayan apalagi sekarang ini pekerjaan sulit didapat”. Fasilitas lainnya seperti fasilitas asuransi kesehatan menurut para informan, tidak mereka dapatkan, bahkan jika sakit maka pengobatan di tanggung sendiri oleh para pekerja penyapu jalan. Contohnya salah seorang pekerja penyapu jalan yang Sri Suriani Purnamawati : Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih Di Kota Medan Tahun 2009, 2009 merupakan teman sekerja para informan pada penelitian ini menderita penyakit TBC, untuk pengobatannya ditanggung oleh dirinya sendiri dan tidak ada perhatian dari Dinas Kebersihan Kota Medan. Salah seorang informan, Bu Arti, juga mengatakan selama bekerja sebagai penyapu jalan, fasilitas yang didapatnya berupa sepatu, tudung dan seragam hanya itu saja, kalau lebaran paling hanya bingkisan sembako. Sambil mengingat-ingat lagi, Bu Arti mengatakan kalau mereka juga pernah mendapat sarung tetapi itu pun cuma sekali saja. Kalau fasilitas seperti berobat gratis atau pun jaminan kesehatan kami tidak mendapatkannya, jadi kalau Bu Arti sakit berobatnya pakai uang sendiri. Menurut informan yang disampaikan kepada peneliti bahwa dulunya masih ada penyuluhan tentang kesehatan sekali sebulan, tetapi sekarang tidak pernah lagi. Penyuluhan kesehatan tersebut biasanya pemberian informasi tentang kemungkinan penyakit yang dapat terjadi diderita akibat pekerjaan sebagai penyapu jalan. Tetapi untuk penyuluhan tentang kosmetik pemutih tidak pernah di berikan penyuluhan. Ketika peneliti menanyakan mengenai fasilitas kesehatan yang diperoleh pekerja perempuan penyapu jalan, kepada bagian operasional Dinas Kebersihan kota Medan, peneliti mendapat jawaban bahwa pekerja penyapu jalan untuk masalah kesehatannya, sudah ter’cover’ askeskin atau jamkesda yang ada di kota Medan, karena mereka termasuk pekerja di pemerintahan kota Medan, walaupun mereka bukan penduduk kota Medan. Askeskin atau Jamkesda tersebut hanya untuk diri pekerja saja tidak termasuk keluarganya. Jawaban yang sama juga peneliti peroleh ketika peneliti menanyakan kepada salah seorang dokter yang bertugas di klinik Sri Suriani Purnamawati : Perilaku Pekerja Perempuan Penyapu Jalan Terhadap Kosmetik Pemutih Di Kota Medan Tahun 2009, 2009 Bestari Kota Medan. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan para pekerja penyapu jalan tidak mendapatkan informasi mengenai asuransi kesehatan mereka.

4.3. Karakteristik Informan.